Eric kini sudah bergabung dengan teman-teman SMA-nya dulu. Dia yang irit dalam bicara membuatnya masih terdiam tanpa menimbrung obrolan teman-teman yang lainnya. Lolita yang terbilang supel juga masih tetap diam. Sampai akhirnya, teman-temanya menyadari kebisuan Lolita.
"Lo kenapa, Ta? Dari tadi diam saja, biasanya Lo yang paling fasih kalau ngobrol." Celetukan Faisal membuat Lolita tersenyum kecut.
"Sifat orangkan bisa berubah, Sal. Gue masih tetap dengerin kalian ngobrol kok. Santai saja." Jawaban Lolita membuat yang lain diam. Raut wajah mereka nampak bingung dengan berubahnya sifat Lolita.
"Jadi selama ini, Lo menghindar dari acara reuni karena sifat Lo yang berubah ini," timpal Gading.
"Enggaklah, Ding. Gue memang benar-benar sibuk kali. Ngadi-ngadi Lo." Lolita berusaha menutupi keadaan canggungnya.
Dia hanya tinggal menunggu pembahasan pernikahan dari teman-temannya. Mereka semua kini telah menikmati makanan yang sudah dipesan sesuai list di grub whatsapp.
Sesekali mereka makan dengan sedikit banyolan. Lolita juga ikut nimbrung dengan banyolan mereka. Lolita kini sudah merasa aman karena tidak ada satupun yang membahas masalah keluarga. Teman-teman Lolita sudah banyak yang tahu keadaan keluarga Lolita semenjak SMA, tepatnya pada saat itu Lolita hampir wisuda SMA.
Dia satunya-satunya orang yang tidak ikut wisuda diangkatannya karena pada saat itu adalah momen dimana kedua orangtuanya menjalankan sidang perceraian terakhirnya dan dia belum bisa menerima keadaannya yang hancur.
Setelah makan, mereka kembali berbincang-bincang membahas apapun, mereka juga membahas masa lalu saat di sekolah. Lolita ingat kalau ia diberi pesan oleh ibunya. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar kartu nama milik ibunya. Ia membagikan kebeberapa temannya.
"Gaes, kalau di antara kalian ada yang jadi selebgram, tolong promosiin dong," pinta Lolita keteman-temannya.
"si Aldo sama Pipit selebgram, bisa kali mereka bantu Ibu Lo, Ta." Lia menunjuk ke arah mereka berdua.
"Buat teman, apa sih yang enggak." Aldo memainkan matanya ke arah Lolita. Perlu kalian ketahui, Aldo adalah mantan Lolita dulu waktu di SMA.
"Gue mampir deh minggu depan." Itu suara milik Pipit si selebgram cantik.
"Wah, beruntung banget Gue punya teman macam kalian." Lolita merasa bahagia memiliki teman-teman yang memang baik sedari dulu. Banyak dari mereka yang sudah sukses, tapi tidak membuat sikap mereka berubah. Mereka tetap menjadi teman yang asyik dan solid.
"Anak kalian mana?" tanya Lolita bingung. Lolita tahu teman-temannya sudah menikah semua, kecuali dirinya, Eric juga. Soalnya Lolita belum pernah menerima undangan darinya.
Harusnya Lolita tidak membuka obrolan yang mengarahkan ke hal sensitif untuk dirinya. Rasa kepo sudah mengalahkannya.
"kita titipkan orang rumah," jawab salah satu teman Lolita.
"kita juga sudah sepakat untuk tidak membawa anak. Kalau dipikir-pikir, kami perlu situasi seperti ini. Melepas tawa bareng teman." Imbuh Lia yang diangguki lainnya.
"Lajang itu sebenarnya menyenangkan, Ta. Susahnya ya gitu, kalau tidur tidak ada yang dipeluk atau memeluk," celoteh Gading yang ditanggapi gelak tawa.
"Cuma Lo dan Eric yang belum merried di antara kita semua. Jangan kelamaan lajang, Ric Ta. Suatu saat nanti, kalau kita tua dan tidak bisa apa-apa lagi siapa yang akan mengurus kita kalau bukan keturunan kita sendiri." Suasana mendadak serius. Lolita dan Eric saling berpandangan merasa tertusuk hatinya oleh ucapan Gladis, perempuan berkaca mata.
Pembahasan ini yang selalu ditakutkan oleh Lolita saat berkumpul dengan teman-temannya. Ia tidak mungkin menjelaskan alasan ia takut menikah kepada temannya satu persatu.
"Tahun depan deh Gue nikah." Lolita dengan gamblangnya berbicara seperti itu.
"Kelamaan, pulang dari sini langsung nikah saja. Biar reuni tahun depan Lo udah ada gandengannya," ucap Gading yang dibalas tatapan tajam dari Lolita dan Erick.
"selow dong, Gue kaya ditatap malaikat maut tahu enggak."
"Ric, kabar Lo gimana? Perusahaan Lo kan paling pesat di antara Kita." tanya Faisal yang bekerja dibidang yang sama dengan Eric.
"Saya masih sibuk, sampai lupa bagaimana cara cari jodoh." Jawaban Eric membuat Lolita tersedak air. Sedangkan yang lainnya ketawa kecil.
"Lo kenapa, Ta?" Lia yang ada di samping Lolita menenangkan Lolita.
"Gue enggak apa-apa." Lolita mencoba rileks setelah tersedak.
"Gue baru pertama kali dengar manusia kaku kaya Eric ngelawak," celetuk Lolita tanpa memikirkan perasaan Eric. Teman-temannya hanya menyembunyikan tawanya.
"Lo masih saja inget julukan itu," ujar Gading.
"iya benar-benar. Dulu hanya Lolita loh, perempuan yang betah cerita sama Eric waktu jam kosong. Walaupun, sesudahnya dia mengumpat di belakang Eric." Papar Gading.
"Sial! Kok malah buka kartu sih, itukan masa lalu." Lolita berusaha menutup mulut Gading dengan melempar kentang goreng yang ada di depannya.
"Gue juga masih ingat, pas Eric digosipin sama Adek kelas Kita. Eric klarifikasinya juga lewat jubirnya, si Lolita." Kini Lia yang berganti menambahi cerita masa lalu.
Suasana semakin riuh saat membahas Lolita dan Eric. Ketika masa SMA Eric dan Lolita memang terkenal dekat. Sekadar dekat biasa, tanpa ada rasa apapun. Lolita yang selalu bertingkah konyol dan mudah akrab membuat orang di sekitarnya nyaman. Lolita juga berusaha mendekati Eric si ketua OSIS yang terkenal kaku dan dingin. Lolita sengaja mendekati Eric supaya Eric akrab dengan yang lainnya tanpa adanya satir. Eric tetaplah Eric si manusia kaku.
Tanpa mereka sadari, mereka telah menghabiskan waktu selama tiga jam di meja makan. Satu persatu mereka pamit mengundurkam diri dan pulang untuk memeluk anak mereka masing-masing yang mereka titipkan ke mertua sendiri atau saudaranya.
Lolita mengobrak-abrik isi tasnya yang berukuran kecil untuk mencari ponsel guna menghubungi Angga. Sudah beberapa kali Lolita menghubungi Angga dan tidak ada jawaban sama sekali. Lolita masih berdiri di depan pintu restauran umtuk menunggu Angga menghubungi balik.
Selama Lolita berdiri di depan restauran ada mata yang sedang mengamatinya dirinya dari dalam mobil. Lolita terlihat bingung dan risau, sesekali ia menekan nomor Angga untuk menghubunginya kembali. Nihil! Lolita lagi-lagi tidak mendapat jawaban dari adiknya.
Dia berjalan keluar area restauran untuk mencari taxi di sekitarnya. Lolita belum melihat adanya tanda-tanda taxi yang berseliweran di sana. Sebuah mobil hatchback berhenti di hadapannya, Lolita dibuatnya heran.
Pintu mobil itu terbuka dan memperlihatkan siapa pemilik mobil itu. Lolita dibuatnya terperanjat karena ternyata pemilik mobil itu adalah Eric. Eric meminta Lolita masuk di dalam mobilnya, ia bersedia memberikan tumpangan untuknya.
Eric sedari tadi sudah memperhatikan gerak-gerik Lolita sehingga sekarang ia rela membagikan kursinya kepada Lolita. Lolita sudah berada di dalam mobil Eric dan Eric sudah fokus menyetir mengantarkan Lolita pulang. Mereka masih saja saling membisu. Lolita mulai membuka percakapan di antara mereka, ia tahu Eric tidak akan pernah membuka percakapan kecuali saat ia rapat.
"Terima kasih, Ric. Gue minta maaf, kalau Gue ada salah pas reuni tadi."
Muka Eric masih datar saja. Sifat dia tidak pernah berubah, kecuali postur tubuhnya yang semakin kekar dan ada rambut-rambut halus di sekitar dagunya.
"Lo?" ujar mereka berbarengan.
"Lo duluan saja, Ric." Lolita mencoba mengalah. Namun, Eric menggeleng.
"Lo duluan, Ta. Ladies firts."
Lolita mengalah kali ini, "Lo kenapa belum nikah?" Lolita mengutuk dirinya sendiri setelah pertanyaan itu muncul dari mulutnya.
"Beg* harusnya kan Gue tanya, kenapa dia mau datang keacara reuni ini," batin Lolita.
"Aku juga mau tanya itu ke Kamu. Malah keduluan Kamu." Lolita bingung dengan perkataan Eric yang mendadak jadi 'aku kamu'.
"Sorry, kalau Kamu tidak nyaman kalau aku panggil aku-kamuan."
"Panggil Saudari atau Anda juga tidak masalah. Biar kaya lagi rapat sekalian." Celoteh Lolita yang membuat Eric merasa tersinggung karena ucapannya tadi.
"Gue, eh maksudnya Aku serius tanya Ric, kenapa Lo belum nikah?"
"eh maksudnya, Kamu." Lolita membenarkan perkataannya yang masih belum terbiasa menggunakan aku kamuan dengan temannya dulu.
"Selama ini, Aku belum menemukan wanita yang bisa menerima aku apa adanya. Para wanita akan bertahan denganku hanya beberapa bulan karena aku gila kerja mungkin." Lolita terkekeh dengan jawaban Eric.
"Kok ketawa?" tanya Eric dengan wajah heran.
"Tapi menurut Aku, bukan hanya itu masalahnya deh." Eric memandang Lolita dan menaikan alis kanannya.
"Apa?" tanya Erick kemudian.
"Kamu terlalu kaku Eric. Wanita mana yang betah kalau sama laki-laki yang super kaku kaya Kamu. Aku yakin kanebo kering saja minder sama Kamu." Mendengar jawaban itu Eric menghentikan mobilnya secara mendadak. Lolita kaget setengah mati dibuatnya.
"Apakah ada perkataan yang salah dari Aku?" batin Lolita.
Eric mendekatkan tubuhnya ke arah Lolita. Tubuh mereka semakin dekat dan wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti saja. Jantung Lolita semakin berdebar seakan mau copot. Lolita menutup kedua matanya dengan rasa takut yang teramat.
Terima kasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Iges Satria
keren nih ceritanya /Good/ eric : aku sebenarnya menunggu kamu lolita /Heart/
2024-10-24
0
iem
.
2022-12-14
0
Eka Naura
eh buset kanebo kering aja kalah saing🤣🤣🤣🤣...
2021-06-30
0