Lolita sudah sampai di kantor pagi harinya, seperti biasanya ia diantar oleh tunangannya. Ia duduk di meja kerjanya mempersiapkan dokumen yang akan di serahkan ke pak Hadi pagi ini. Ia meneliti dokumennya kembali, saat merasa sudah siap dia melangkahkan kakinya ke ruangan pak Hadi.
Ketukan pintu dari Lolita membuat sekretaris bosnya membukakan pintu untuk Lolita. Ia dipersilahkan masuk untuk menemui bosnya, tidak membutuhkan waktu lama, ia diperkenankan untuk kembali ke ruangannya sendiri.
Lolita kembali duduk di meja kerjanya setelah menuju ruangan bosnya. Pekerjaan yang sedari tadi menunggu, ia langsung kerjakan sampai menunggu jam istirahat tiba.
"Ta, Gue toilet dulu. Lo ke kantin duluan, sekalian Gue titip pesanin makanan kaya biasa." Dea berlalu saat mendapat anggukan dari Lolita.
Suasana kantin saat jam istirahat selalu ramai. Orang-orang berseliweran mencari tempat duduk untuk mengisi energi. Lolita tengah duduk di kantin langganannya, ia menunggu pesanan miliknya datang. Sembari menunggu, ia memainkan ponselnya guna menghilangkan rasa jenuhnya.
Ada suara langkah yang mendekat ke Lolita. Suara langkah itu tersamarkan oleh fokus Lolita yang sedang membaca novel diaplikasi yang ia unduh diponselnya. Langkah itu terhenti saat seorang laki-laki mulai duduk di depannya tanpa meminta izin darinya. Lolita menengadahkan kepalanya saat tersadar ada seseorang yang duduk di depannya.
"De, tumben ce...," suaranya terhenti saat melihat siapa yang datang.
"Chandra!"
"Maaf, enggak minta izin dulu." Chandra sedikit menyesal atas perbuatannya.
"Santai saja, ini milik umum. Lo bisa duduk di mana saja." Lolita menutup ponselnya.
Kecanggungan mendadak tiba. Mereka terdiam sesaat, sampai Chandra mulai membuka suaranya. "Masalah kemarin, Gue minta maaf."
"Belum ada lima menit, dan Lo sudah ngucap kata maaf dua kali." Lolita tidak tahu akan bereaksi seperti apa, selain itu.
"Sorry, Ta." Chandra tiba-tiba menelan ludahnya, gugup.
"Gue lihat di mata Lo, sama sekali enggak ada rasa penyesalan setelah putus sama Gue, Ta." Chandra masih canggung dengan situasi ini.
"Bukannya, Lo sudah tunangan? Jadi apa yang perlu disesalin."
"Tapi, Lo pasti tahu alasan Gue pacaran dan tunangan dengan teman sekantor, bukan?" tanya Chandra.
Lolita menghela napas panjang dan menjawab, "Lo mau buat cemburu Gue? Hah!"
"Dan, Gue gagal," ujar Chandra kecut. "Gue malah yang cemburu, lihat cincin yang melingkar di jari Lo itu." Chandra menatap nanar ke jari Lolita yang mengenakan cincin tunangannya.
"Gue minta maaf, Chan." Lolita menutup cincin itu dengan tangan kanannya perlahan.
"Gue waktu itu, benar-benar belum siap buat menikah." Lolita menatap mata Chandra penuh arti. Ia ingin Chandra paham keadaannya tanpa harus dirinya menjelaskan, tapi itu mustahil bukan?
Pesanan milik Lolita datang bersamaan dengan Dea yang duduk di samping Lolita. Dea menatap aneh ke Chandra, ia mengerutkan dahinya sesaat kala Chandra mengeluarkan dua buah undangan. Ia mengeluarkan undangan dari saku dalam jasnya.
Chandra menyerahkan undangan yang berdesain simpel dan berukuran mini ke Lolita dan Dea. Ia menyerahkannya ragu.
"Kalau ada waktu kalian bisa datang," ujar Chandra.
"Lo mau nikah Chan? Berarti Terra enggak bisa kerja di sini lagi dong?" Chandra mendapatkan todongan pertanyaan dari Dea.
"Itu konsekuensi, De. Lagian semuanya Gue dan Terra sudah mempertimbangkan semuanya."
"Gue permisi dulu." Chandra pergi pamit ke Lolita dan Dea.
Peraturan di kantornya memang sudah biasa kalian dengar bukan? Ada beberapa kantor besar tidak memperbolehkan suami istri bekerja dalam satu kantor. Peraturan itu memang sudah dijelaskan dari awal saat karyawan diterima kerja di kantor itu secara tertulis. Jadi, mau tidak mau untuk pasangan yang cinlok dan berujung kepernikhan harus mengalah salah satunya.
Lolita dan Dea menerima undangan tersebut. Mereka tidak membuka undangan tersebut terlebih dahulu, makanan yang sedari tadi tiba belum tersentuh sama sekali. Mereka memilih menyentuh dan menikmati makanan tersebut dan akan membaca undangannya nanti saat tiba di rumah.
Pekerjaannya terasa ringan saat mendekati jam pulang kantor. Lolita merapihkan mejanya dan bersiap pulang. Ia merenggangkan tubuhnya supaya terasa rileks, beberapa detik kemudian ia fokus menatap sebuah undangan yang ada di mejanya. Ia meraihnya dan membacanya dalam hati, setelahnya ia memasukkan undangan tersebut ke dalam tasnya.
Ponsel milik Lolita berdering, ia mengambilnya dari dalam tas dan mematikannya. Ia melewati beberapa orang yang masih bersiap pulang, ia mendapat celetukkan dari salah satu rekan kerjanya, "Ta, mantan Lo mau nikah. Datang enggak nih."
Lolita mengabaikan celetukkan itu, ia terus saja berjalan untuk menemui Eric yang sudah menunggu di depan kantornya. Lift berakhir di lantai satu dan Lolita pergi begitu saja dari lift, ia merasakan tubuhnya sudah sangat letih.
Saat keluar dari gedung kantornya, ia melihat mobil Eric yang sudah terpakir di halaman kantor. Ia segera menghampiri mobil itu dan masuk ke dalam.
"Aku dapat undangan dari Chandra," ujar Lolita.
"undangan apa?"
"Nikahlah."
"Kapan?" tanya Eric yang masih fokus menyetir.
"Dua minggu lagi sih," jawab Lolita. Eric hanya memautkan kedua bibir membentuk huruf o.
"terus, Kita kapan menyusul?" Pertanyaan tersebut membuat Lolita memicingkan matanya ke arah Eric.
"Besok, kalau enggak kesiangan." Lolita menjawab dengan ketidakseriusannya.
"Aku serius, Ta."
"Aku tahu, Ric. Kamu enggak pernah bercanda, Aku sudah jawab serius loh itu." Lolita malah mendapat sentilan di dahinya.
"Aww sakit, Ric." Ia mengusap bekas sentilan dari Eric.
"Makanya serius." Eric membelai kepala Lolita lembut.
"Iya, iya. Dasar kaku," lirih Lolita.
"Aku dengar ya, Ta." Lolita menyembunyikan tawanya.
Tidak terasa, mereka sudah sampai di depan rumah Lolita. Eric keluar dari mobilnya mengekori Lolita sampai di depan pintu.
"Mau mampir?" tawar Lolita yang dijawab dengan gelengan.
Lolita menaikkan kedua alisnya, "terus?"
Tanpa aba-aba dari Lolita, Eric memeluk calon istrinya erat. Lolita sedikit meronta karena mereka berpelukan tepat di depan pintu, ia takut kalau tiba-tiba ada yang membuka pintu atau ada tetangga yang lewat.
"Ric, lepasin. Nanti ada yang lihat, Aku malu." Lolita masih berusaha melepaskan pelukan Eric.
Eric mengikuti titah Lolita, ia melepaskan pelukannya pelan. Entah kenapa Eric merasakan hal yang aneh di dalam dirinya, ia merindukan Lolita, padahal setiap harinya selalu bertemu.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Lolita penuh perhatian.
"enggak, cuma khilaf." Lolita terkekeh akan jawaban Eric.
"Mau masuk enggak?"
Eric menggeleng dan memegang kedua tangan Lolita. Ia ingin mengatakan sesuatu yang mungkin, akan mendapat penolakan dari Lolita.
"Mama, ingin Kita nikah secepatnya." Eric menelan salivanya sendiri setelah mengatakan kalimat tersebut.
Lolita menghembuskan napas pelan dan memeluk Eric. Ia menenggelamkan kepalanya di depan dada bidang milik Eric yang harum. Ia bingung akan menjawab apa, ia bahkan sama sekali belum menemukan titik terang dimana keberadaan ayahnya.
"Ric, Kamu punya solusi?" tanya Lolita yang masih memeluk Eric.
Eric membelai kepala Lolita penuh kelembutan, ia tahu perempuan yang ada di dalam pelukannya membutuhkan perhatian yang besar. Menurut Eric, tidak mudah untuk menikah dengan seseorang yang mengalami keretakan dalam keluarganya. Ia harus selalu lembut dan selalu memberi perhatian lebih kepadanya.
Maaf updatenya lama.
Jangan lupa like yah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Widya Aza
sebenarnya aq bingung...klo liat d cover nya ko episode nya g muncul di NT & MT 🤔🤔🤔🤔 apa cm aq yg merasa gini ya ..
2022-02-13
0
Hesti Sulistianingrum
syuka sama karakter Eric
2021-03-20
1
oh_nananana
untung eric ngerti situasi lita
2020-12-17
1