Keributan

Setelah acara pelukan mereka dipinggir jalan, Calief dan Renata akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah Calief. Sepanjang perjalan, Renata hanya diam tanpa kata. Mendengar pengakuan cinta dari Calief, tak bisa dipungkiri bahwa sebagian hatinya merasa berbunga-bunga. Namun bukan berarti keraguannya hilang begitu saja. Pengecut. Mungkin adalah kata yang pas untuk menggambarkan dirinya saat ini.

Namun rencana hanya tinggal rencana saat tiba-tiba ada telepon dari Ardhan yang merupakan asisten Calief. Ardhan mengatakan bahwa ada masalah urgent di kantor yang membutuhkan kehadiran Calief segera.

"Mas ke kantor saja, biar aku turun disini. Aku sudah minta Rara buat jemput dan dia mau," ucap Renata sesaat setelah Calief memberi tahu akan mampir kekantor dulu.

"No, itu bahaya dan Mas tidak mau mengambil resiko," jawab Calief pasti.

"Mas bisa turunin aku di cafe depan itu kan? Di sana ramai Mas, bahaya dari mana?" sanggah Renata.

"Sekali tidak tetap tidak. Mas janji cuma sebentar. Please Rena, jangan mengajak berdebat lagi untuk hal receh seperti ini."

Ucapan Calief mampu membungkam seorang Renata, karena setelah itu tidak ada kata apapun yang keluar dari mulutnya. Renata sadar apapun argumen yang dia utarakan tidak akan pernah dianggap kalau berdebat dengan Calief.

"Kamu mau ikut Mas ke dalam?" tanya Calief ketika mobilnya sudah terparkir rapi diparkiran khusus direksi. Renata melirik Calief sekilas sambil menggelengkan kepala nya.

"Aku enggak mau jadi pusat perhatian karyawan kantor kamu lagi," ucap Renata sambil menyandarkan kepalanya di jok mobil.

"Mas masuk dulu." Ucap Calief sebelum keluar dari mobilnya dan melangkah cepat memasuki gedung kantornya. Ketika Calief sudah benar-benar tidak terlihat, Renata menghubungi Rara dan meminta gadis itu menjemputnya di kantor Calief.

Walaupun Calief mengatakan bahwa urusannya hanya sebentar, entah kenapa Renata memiliki feeling kalau urusan mereka akan panjang dan memakan waktu. Renata tidak suka menunggu terlalu lama, karena itu sangat membosankan dan melelahkan. Apalagi kalau menunggu sesuatu yang tidak pasti.

Butuh waktu 30 menit sampai batang hidung Rara nampak. Renata langsung mencabut kunci mobil Calief dan keluar dari mobil itu, setelah memastikan mobilnya terkunci. Jangan tidak ingin mobil ini ada yang hilang bagian dalamnya, karena keteledorannya.

"Kakak ku mana Ren?" tanya Rara ketika sampai di depan sahabatnya.

"Ada urusan penting didalam."

"Kalian sudah baikan?" tanya Rara kepo.

"Menurut kamu?" tanya Renata sambil mengangkat satu alisnya.

"Mohon maaf saya bukan mama Lauren mbak, jadi nggak bisa meramal," ucap Rara sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Melihat itu Renata berdecak sebal.

"Ayo pulang Ra!" ajak Renata langsung, tanpa berniat menjawab pertanyaan sang sahabat.

"Tunggu, kalau kamu pulang itu mobil Kakak aku gimana? kamu sudah pamit sama Kak Heppy?" tanya Rara sambil menyipitkan matanya.

"Dia lagi sibuk Rara. Lagian kita mau nunggu disini sampai kering? kalau masalah mobil, tinggal titip kunci di satpam kan bisa. Enggak akan hilang juga."

"Kalau masalah ijin?" tanya Rara lagi. Renata menghela nafa lelah mendengar itu.

"Nanti kirim pesan kalau kita sudah dijalan."

"Kenapa nggak sekarang aja?" tanya Rara lagi.

"Ya ampun kamu cerewet banget sih Ra. Sebenarnya kamu di pihak aku atau Kakak kamu?" tanya Renata kesal.

"Tergantung kondisinya Rena. Aku hanya membela yang benar saja. Karena aku sudah dengar pengakuan Kakak aku yang buat heboh tadi, sekarang aku bela Kak Heppy," ucap Rara sambil nyengir lebar, menampilkan deretan giginya yang rata.

"Dasar plin-plan. Kemarin aja menggebu-gebu belain aku sampai memaki-maki Kakak kamu itu, sekarang kok jadi melempem," gerutu Renata.

"Kemarin kan aku kira Kak Heppy yang salah. Nah kalau sekarang beda cerita, soalnya apa yang kita lihat kemarin ternyata cuma salah paham aja."

"Terserah kamu. Yang penting sekarang ayo pulang!" ucap Renata sambil berjalan menuju mobil yang dikendarai Rara.

"Ren tunggu, kamu pamit dulu sama Kak Heppy baru kita pulang!" jawab Rara tegas. Renata menghela nafas panjang sebelum bicara.

"Oke, tapi apapun yang diucapkan Mas Calief ti—Auch!" ucapan Renata terhenti ketika tiba-tiba ada yang menarik rambutnya dari belakang.

"Dasar wanita sialan!" teriak orang yang telah menjambak rambut Renata. "Ini semua pasti gara-gara kamu kan?" lanjutnya lagi sambil berteriak nyaring dan semakin mengeratkan genggaman tangannya di rambut Renata. Tubuh Renata otomatis tertarik ke belakang, karena tidak siap dengan serangan dadakan ini.

Melihat sang sahabat mendapat serangan tak terduga, Rara langsung mencoba melepaskan tangan wanita gila yang menyerang Renata. Namun karena cengkeramannya terlalu kuat, Rara akhirnya juga menggunakan cara bar-bar untuk membantu sang sahabat, yaitu dengan menjambak balik rambut wanita yang menyerah Renata.

"Nah, rasakan sekarang kamu juga ngerasain gimana jadi Rena!" ucap Rara dengan ketus. Tidak cukup sampai disitu Rara juga menendang lutut si wanita dari belakang, sehingga wanita itu terpaksa berlutut dan akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Renata.

"Cewek bar-bar, lepaskan rambut aku!" teriak si wanita lagi sambil berusaha melepaskan tangan Rara. Namun bukannya merenggang, cengkraman Rara justru makin mengencang. "Aku bisa nuntut kamu di polisi!" teriak si wanita lagi.

"Heh sejarah, itu otak tolong dipakai! Situ yang nyerang duluan kok malah situ yang mau lapor? kamu masih waras atau enggak?" tanya Rara gemas.

"Sejarah kepalamu itu. Nama aku Sarah bukan sejarah!" wanita yang dijambak Rara tidak lain adalah Sarah. Sarah masih terus meronta supaya cengkraman Rara di rambutnya segera terlepas. Rasanya Sarah ingin menangis sekarang juga kalau tidak ingat tempat dimana dia berada sekarang, karena kulit kepalanya serasa mau lepas dari tempatnya. Sakit sekali.

"Masa bodoh sama nama kamu yang asli. Aku bicara pakai mulut aku sendiri enggak minjam mulut kamu, kenapa kamu yang repot?" ucap Rara dengan nada yang menyebalkan. Mendengar itu rasanya Sarah benar-benar ingin mencakar wajah adik Calief itu.

"Ada apa ini?" suara bernada dingin itu menghentikan segala argumen dari mulut Sarah. Wajahnya mendadak pias dengan tubuh yang mulai gemetar.

"Calief tolong aku, adik kamu menganiaya aku," ucap Sarah sambil memelas seperti orang teraniaya.

"Heh, wanita gila tolong jangan putar balikan fakta!" timpal Rara sambil berteriak karena kesal.

"Rena kamu kenapa?" tanya Calief panik ketika melihat sang kekasih berdiri dengan rambut yang acak-acakan dan sedang mengelus kepalanya. Calief tidak memperdulikan kedua wanita yang sedang jambak-jambakan itu.

"Ini perempuan gila, tiba-tiba nyerang Rena Kak. Enggak tahu apa alasannya!" ucap Rara sebal sambil melepaskan cengkraman tangannya pada rambut Sarah dengan kasar. Hal itu sukses membuat Sarah tersungkur ke tanah.

"Benar apa yang dibilang Adik saya Sarah?" tanya Calief dengan nada dingin. Wajahnya sudah merah padam menahan emosi. Selama ini dirinya sangat menjaga dan melindungi Renata, dan sekarang ada orang yang menyakiti wanitanya. Calief melirik Renata yang tidak bersuara sejak tadi, dia hanya mengelus kepalanya sambil menatap Sarah datar. Calief sendiri tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Renata.

"Aku cuma mau ngasih pelajaran aja sama wanita yang sudah berani merebut kamu dari aku Cal!" ucap Sarah dengan suara bergetar sambil mencoba berdiri. "Aku yakin kamu tahu aku mencintai kamu sejak dulu, tapi kenapa kamu enggak pernah menoleh kearah ku Calief? kamu enggak pernah anggap aku ini ada? Dan sekarang dengan teganya kamu membawa wanita sialan ini?" teriak Sarah sambil menangis. Sarah benar-benar merasa sakit hati dengan Calief. Dia bahkan sudah menanggalkan rasa malunya dengan mengamuk diparkiran kantor, yang pasti dapat dilihat banyak orang.

"Hati kamu urusan kamu sendiri dan bukan urusan saya Sarah. Saya tidak bisa melarang orang jatuh cinta pada saya, tapi jangan pernah berharap mendapatkan balasan apapun!" ucap Calief tanpa perasaan sambil memeriksa kondisi Renata.

"Kamu jahat Cal. Dengan tanpa perasaan kamu menyakiti aku," ucap Sarah dengan tangis pilu.

"Kamu yang menyakiti diri kamu sendiri dengan menggantungkan harapan pada saya terlalu tinggi, padahal saya tidak pernah memberikan harapan apapun padamu Sarah. Sejak awal hubungan kita hanya sebatas profesional kerja."

"Pulanglah Sarah, dan tunggu polisi menjemputmu!" lanjut Calief lagi dan sukses membuat Sarah terkejut. bukan hanya Sarah bahkan Rara dan Renata pun spontan menoleh kearah Calief.

"Ap-apa maksud kamu Cal?" tanya Sarah dengan terbata dan suara parau.

"Awalnya saya hanya akan melakukan pemecatan diam-diam terhadap kamu, mengingat kamu sudah bekerja lama di perusahaan ini. Tapi karena kamu mengusik calon istri saya, maka saya akan tetap mengambil jalur hukum untuk kasus penggelapan uang kantor yang kamu lakukan. Dan jangan lupa kasus penganiayaan terhadap Renata barusan!" setelah mengatakan itu Calief menggenggam tangan Renata lembut dan menariknya agar berjalan mengikutinya.

"Kita pulang!" ucap Calief sambil berjalan kearah mobilnya. Renata hanya diam pasrah saja dengan apa yang mau dilakukan oleh Calief.

"Kamu tidak bisa melakukan itu Cal!" teriak Sarah lagi dan itu sukses membuat langkah Calief terhenti. Dia membalik tubuh nya dan menatap Sarah dengan tajam.

"Kenapa tidak bisa? Siapa pun yang berani menyakiti milik saya akan mendapatkan hukuman yang tak akan bisa dia lupakan, tak terkecuali kamu Sarah!" ucap Calief lagi dengan yakin.

"Kamu jahat Calief, ini semua gara-gara wanita sialan ini!" teriaknya sambil berlari kearah Renata berniat ingin menghajar nya lagi. Namun Calief langsung pasang badan berdiri di depan Renata dan menghalau serangan Sarah.

Karena keadaan yang mulai tidak terkendali, Calief akhirnya meminta satpam mengamankan Sarah untuk sementara waktu, sampai pihak berwajib datang menjemputnya. Karena tadi dia sudah menyuruh Ardhan dan salah satu pengacaranya untuk membuat laporan ke polisi. Calief menyayangkan sikap Sarah yang bar-bar, sehingga menyebabkan dirinya harus mendekam di balik jeruji besi. Karena demi Tuhan, Calief tidak akan membiarkan orang yang telah menyakiti wanitanya bebas berkeliaran begitu saja.

"Kamu baik-baik saja sweetie? Perlu periksa ke rumah sakit?" tanya Calief lembut ketika mereka sampai di dalam mobil dan Renata tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak tadi.

"Nggak perlu Mas, aku cuma mau pulang." Jawab Renata pelan sambil melihat keluar jendela. Hati dan tubuhnya terasa lelah, dan pikirannya mendadak blank setelah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan sejak kemarin. Dia hanya ingin pulang dan istirahat.

"Kamu yakin?" tanya Calief lagi, dan hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Renata. Setelah itu tidak ada pembicaraan apapun diantara mereka berdua, karena Calief lebih memilih diam dan membiarkan sang kekasih beristirahat. Mungkin Renata membutuhkan istirahat sejenak guna menenangkan dirinya.

Sesampainya di rumah Calief, Renata langsung keluar mobil dan berjalan memasuki rumah Calief untuk mencari Rara tanpa memperdulikan Calief yang memanggilnya sejak tadi.

"Ayo pulang Ra!" ajak Renata langsung ketika berada di depan Rara. Memang Rara sudah sampai duluan di rumah kakak sepupunya itu, karena entah kenapa Renata merasa Calief membawa mobilnya sangat lelet seperti keong.

"Hah?" tanya Rara bingung dengan mulut yang penuh dengan makanan. Karena kini Rara memang sedang menyantap pizza pesanannya tadi. Perutnya langsung terasa lapar setelah bertengkar dengan wanita bar-bar tadi.

"Ayo pulang sekarang!" ucap Renata sambil menekan setiap kata yang diucapkan nya.

"Tapi Rena ka—"

"Kalian tidak akan kemana-mana!" ucapan bernada dingin itu sukses membuat kata-kata Rara terhenti seketika. Rara menoleh kearah kakaknya yang terlihat kesal.

"Kalian berdua selesai kan masalah kalian dulu!" ucap Rara dengan nada lelah.

Tanpa menimpali kata-kata Rara, Calief menarik tangan Renata untuk mengikuti nya menuju ruang kerjanya. Renata hanya menghela nafas panjang dan mengikuti langkah Calief tanpa perlawanan.

Setelah menutup pintu ruang kerjanya Calief membawa Renata untuk duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini.

"Kenapa mau langsung pulang?" tanya Calief langsung ketika dirinya sudah duduk nyaman di samping Renata. Renata mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Calief namun tidak berhasil, karena tangan Calief semakin erat menggenggamnya.

"Aku lelah Mas, aku benar-benar ingin pulang dan istirahat," jawab Renata sambil menghela nafas panjang.

"Kamu bisa istirahat disini dulu. Pulang ke Kediri besok saja Mas yang antar!" ucap Calief dengan tegas tidak bisa dibantah. Renata langsung menoleh cepat kearah Calief, karena kaget dengan ide spontan pria itu.

TTB

Terpopuler

Comments

soenaryati

soenaryati

renata perlu ekstra sabar untuk menjalani hubungan ini

2020-12-31

0

Mommy Rara

Mommy Rara

5 like sampe sini thor 😍

2020-12-22

0

lihat semua
Episodes
1 Awal Semuanya
2 Tamu Tak Diundang
3 Hari Penuh Kesialan
4 Pengkhianat
5 Teror
6 Ketenangan Sementara
7 Kesepakatan
8 Maaf dan Terima Kasih
9 Denial
10 Kejutan
11 Berbicara
12 Keributan
13 Hujan
14 Jangan Pergi
15 Beri Aku Sekeping Hatimu
16 Kedatangan Bunda
17 Mother and Daughter
18 Liburan
19 Ucapan Manis Ditengah Malam
20 Kejutan Spesial
21 Jawaban Renata
22 Lamaran
23 Sebuah Rahasia
24 Calon Mertua
25 Cemburu
26 Pengganggu
27 Masa Lalu yang Mengganggu
28 Kata Cinta yang Tertunda
29 I Love You
30 Acara Dadakan
31 Dia, Siapa?
32 Penjelasan
33 Perubahan Rencana
34 Rencana Renata
35 Bertemu
36 Berbagi Beban
37 Tetap Disampingku
38 Kenyataan
39 Pamitan
40 Firasat
41 Belahan Jiwa
42 Tangisan Renata
43 Duka
44 Deja Vu
45 Keributan
46 Tetap Setia
47 Bukan Akhir
48 Mengamuk
49 Alasan
50 Masa Lalu Ratih
51 Meyakinkan Calief
52 Rindu Mama
53 Hari Penuh Emosi
54 Kejutan dari Renata
55 Wedding Day
56 Suami
57 Larangan Calief
58 Takut
59 Honeymoon
60 First Night
61 Menghisap Madu
62 Beban
63 Sharing
64 Masalah yang Serupa
65 Keras Kepala
66 Keputusan Renata
67 Maaf
68 Obat Alami
69 Insiden Pagi
70 Terbuka
71 I Trust You
72 Ada Aku
73 Masalah lagi
74 Mengembalikan Semuanya
75 Kembali Dekat
76 Taruhan
77 Anugerah
78 Reuni Masa Lalu
79 Tangisan 3 Hati
80 Women's Talk in Night
81 Minta Izin
82 Keputusan Calief
83 Titipan Tuhan
84 Tanggung Jawab
85 Persahabatan
86 Agresif dan Sensitif
87 Mood Bumil
88 Pertemuan yang Tak Diharapkan
89 Kecelakaan
90 Kejadian Sebenarnya
91 Aku Memaafkan Kamu
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Awal Semuanya
2
Tamu Tak Diundang
3
Hari Penuh Kesialan
4
Pengkhianat
5
Teror
6
Ketenangan Sementara
7
Kesepakatan
8
Maaf dan Terima Kasih
9
Denial
10
Kejutan
11
Berbicara
12
Keributan
13
Hujan
14
Jangan Pergi
15
Beri Aku Sekeping Hatimu
16
Kedatangan Bunda
17
Mother and Daughter
18
Liburan
19
Ucapan Manis Ditengah Malam
20
Kejutan Spesial
21
Jawaban Renata
22
Lamaran
23
Sebuah Rahasia
24
Calon Mertua
25
Cemburu
26
Pengganggu
27
Masa Lalu yang Mengganggu
28
Kata Cinta yang Tertunda
29
I Love You
30
Acara Dadakan
31
Dia, Siapa?
32
Penjelasan
33
Perubahan Rencana
34
Rencana Renata
35
Bertemu
36
Berbagi Beban
37
Tetap Disampingku
38
Kenyataan
39
Pamitan
40
Firasat
41
Belahan Jiwa
42
Tangisan Renata
43
Duka
44
Deja Vu
45
Keributan
46
Tetap Setia
47
Bukan Akhir
48
Mengamuk
49
Alasan
50
Masa Lalu Ratih
51
Meyakinkan Calief
52
Rindu Mama
53
Hari Penuh Emosi
54
Kejutan dari Renata
55
Wedding Day
56
Suami
57
Larangan Calief
58
Takut
59
Honeymoon
60
First Night
61
Menghisap Madu
62
Beban
63
Sharing
64
Masalah yang Serupa
65
Keras Kepala
66
Keputusan Renata
67
Maaf
68
Obat Alami
69
Insiden Pagi
70
Terbuka
71
I Trust You
72
Ada Aku
73
Masalah lagi
74
Mengembalikan Semuanya
75
Kembali Dekat
76
Taruhan
77
Anugerah
78
Reuni Masa Lalu
79
Tangisan 3 Hati
80
Women's Talk in Night
81
Minta Izin
82
Keputusan Calief
83
Titipan Tuhan
84
Tanggung Jawab
85
Persahabatan
86
Agresif dan Sensitif
87
Mood Bumil
88
Pertemuan yang Tak Diharapkan
89
Kecelakaan
90
Kejadian Sebenarnya
91
Aku Memaafkan Kamu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!