Hari ini benar-benar bencana bagi seorang Renata. Hari libur yang sudah dirancangnya hanyalah tinggal rencana karena kehadiran tamu tidak diundang di rumahnya. Belum lagi berita besar yang disampaikan oleh sang tamu berhasil mengusik ketenangan seorang Renata.
Renata mondar mandir di dalam kamarnya sambil memegang ponsel yang sejak tadi diletakkan di telinganya. Saat ini Renata sedang mencoba menghubungi Mitha. Namun sampai panggilan yang ke lima, teleponnya tidak ada yang diangkat sama sekali oleh sahabatnya itu. Hal itu membuat Renata semakin merasa gusar.
Segala pikiran negatif mulai bermunculan di otaknya. Bahwa berita yang dibawa Calief benar adanya sehingga sang sahabat berusaha menghindarinya. Pasalnya selama mereka menjalin hubungan persahabatan, Mitha tidak pernah seperti ini. Kalaupun Mitha sedang sibuk dan tidak bisa menjawab telepon darinya, dia pasti akan langsung mengirim pesan.
"Kamu telepon siapa Ren?" tanya Rara tiba-tiba setelah masuk ke kamar Renata tanpa permisi. Kebiasaan Rara yang sering diprotes oleh Renata selama ini, namun karena Rara orang yang keras kepala makanya dia tidak mengindahkan omongan Renata. Tapi untuk saat ini Renata tidak ada keinginan untuk mendebat sang sahabat yang selalu setia disampingnya itu, karena dia masih memiliki urusan yang jauh lebih penting dari pada adu mulut dengan Rara.
"Telepon Mitha. Aku perlu penjelasan dari dia Ra, tapi dari tadi telepon aku enggak diangkat sama Mitha. Jangan bilang ini anak sengaja menghindar dari aku!" Ucap Renata dengan emosi. Bagaimana tidak emosi kalau akhirnya dirinya menjadi korban kedzaliman dari mantan pacar Mitha karena kesalahan sang sahabat.
"Kak Heppy sudah cerita semua sama aku Ren," ucap Rara sambil menghela nafas panjang dan menatap sahabatnya itu lekat dengan pandangan penuh arti.
"Ck ... Kakak kamu mulai gesrek kan otaknya. Masak mereka yang putus aku yang dimintai pertanggung jawaban, kan enggak masuk akal. Kalau perkara Mitha dapat selingkuhan gara-gara medsos aku, itu kan aku enggak tahu Ra. Dan bukan aku juga yang nyuruh." Ucap Renata masih dengan emosi yang meledak-ledak.
"Ya Tuhan ... ini anak masih enggak diangkat juga." Teriak Renata karena gemas. "Satu kali lagi aku telepon masih enggak diangkat juga, beneran aku samperin kamu ke Malang Mitha," lanjutnya lagi.
"Beneran kamu mau nyamperin Mitha?" tanya Rara penasaran. Renata cuma melirik sang sahabat sekilas tanpa menjawabnya, karena dia masih berkonsentrasi menunggu Mitha mengangkat telponnya.
"Fix ... Ra kita ke Malang sekarang, cepat kamu siap-siap nanti—"
"Kita? Kamu ngajak aku Ren?" sela Rara karena kaget dan hal itu sukses menghentikan segala kata-kata Renata.
"Ya iyalah, kamu tega apa biarin aku berangkat sendiri? Anggap saja aku ngajakin kamu jalan-jalan akhir pekan. Tenang, nanti aku yang bawa motornya," ucap Renata sambil berjalan menuju lemarinya untuk mengambil baju ganti. Sementara itu kening Rara menjadi berkerut dalam.
"Kenapa mesti naik motor Ren, kita kan bisa—" kata-kata Rara tidak berlanjut karena disela oleh Renata langsung.
"Ya terus mau pakai apa Radeya? Disini adanya motor. Masak mesti pulang dulu ke Pacitan buat ambil mobil, baru berangkat ke Malang? Kejauhan Ra, jadinya kita muter-muter." Jawab Renata tanpa menatap sang sahabat, karena dia sibuk menyiapkan keperluannya.
"Tapi Ren maksud aku itu—"
"Udah Ra yang penting siap-siap dulu, perkara kendaraan nanti lah kita pikir sambil jalan. Kalau kamu memang enggak mau pakai motor, enggak apa-apa nanti kita pesan taksi online aja. Sekali-sekali mengeluarkan uang berlebih enggak apa-apa lah." Sela Renata cepat sambil masuk ke dalam kamar mandi, karena dia tidak ingin berdebat dengan Rara lagi. Hal itu benar-benar membuat Rara semakin kesal, karena sejak tadi dia tidak diberi kesempatan untuk bicara.
...* * *...
Ternyata benar apa yang orang bilang 'bila kamu sudah tertimpa kesialan di pagi hari, makan kamu bakalan sial terus sepanjang hari.' Dan itulah yang tengah dirasakan Renata saat ini, ketika melihat di halaman rumah ada seorang laki-laki yang tidak ingin dia temui lagi sedang bersandar dengan santai didepan mobilnya.
"Ck ... Ra itu kenapa heppy new year masih disitu?" tanya Renata sambil berbisik di samping telinga Rara. Rara mengerutkan keningnya sambil melihat sahabatnya itu dengan tatapan bingung.
"Kakak kamu maksud aku Ra." lanjut Renata dengan nada malas ketika menyadari bahwa Rara tidak paham dengan ucapannya.
"Oh ... Kamu itu kebiasaan Rena, kalau lagi kesal sama orang suka ganti nama orang itu sembarangan." Ucap Rara dengan sebal. "Kak Heppy masih disini karena dia memang sedang menunggu kita Rena," jawaban Rara santai dan berhasil membuat Renata menoleh kearahnya. Kali ini giliran Renata yang mengerutkan kening dan menatap Rara dengan tatapan bingung.
"Aku minta tolong Kak Heppy buat mengantar kita ke Malang Rena. Aku tadi mau bilang sama kamu pas di kamar tapi kamu menyela terus pas aku mau ngomong!" Ucap Rara sambil cemberut.
"WHAT?" Teriak Renata tanpa sadar. Gadis itu memandang Rara dengan tatapan horor. "Ra kamu kan tahu aku lagi males ketemu sama kakak kamu, terus sekarang kamu malah menyuruh dia mengantar kita? Aku beneran enggak ngerti sama jalan pikiran kamu. Mending aku enggak usah jadi pergi aja!" ucap Renata dengan ketus karena tersulut emosi. Setelah mengatakan itu Renata membalikkan badannya berniat untuk masuk rumah kembali, tapi Rara menahan pergelangan tangannya.
"Tunggu Ren ... kamu dengarkan dulu penjelasan ku, kenapa aku minta Kak Heppy buat mengantar kita!" Ucap Rara dengan serius sambil menatap lekat mata sang sahabat. Untuk beberapa saat mereka berdua hanya saling menatap dalam diam.
"Oke, apa alasan kamu?" tanya Renata sambil menghela nafas berat.
"Masalah yang kamu hadapi saat ini, bukan hanya menyangkut Mitha sama kamu saja, tapi Kak Heppy juga terlibat. Maksud aku akan lebih baik kalau kalian bertiga berbicara langsung, jadi nggak akan ada kebohongan lagi Rena. Masalah ini harus segera diselesaikan karena aku enggak mau persahabatan dan persaudaraan kita rusak Ren. Please," ucap Rara dengan nada memohon.
Renata diam di tempatnya masih memandang Rara lekat sambil berfikir, sepertinya apa yang diungkapkan Rara ada benarnya. Dalam masalah ini ada tiga orang yang terlibat, dan berbicara bertiga memang solusi terbaik bagi mereka. Renata juga tidak ingin persahabatannya hancur gara-gara masalah ini.
"Lagi pula lumayan Ren kamu enggak perlu keluar uang, jadi kita bisa hemat ongkos." Tambah Rara sambil berbisik di samping telinga sang sahabat.
"Oke, tapi aku duduk di belakang!" jawab Renata dengan pasrah. Renata langsung berjalan menuju mobil Calief tanpa mau repot menyapa atau melihat pada si pemilik mobil. Dia langsung membuka pintu mobil dan duduk di kursi belakang. Sebenarnya Renata tahu hal itu tidak sopan, tapi dia sudah tidak perduli lagi. Renata berpikir akan jauh lebih baik kalau Calief illfeel melihat sikapnya yang tidak sopan itu dan membatalkan niatnya untuk menjadikan dirinya pacar pengganti.
Sementara itu diluar dugaan melihat sikap Renata yang cenderung cuek dan tidak menganggapnya ada, kedua sudut bibir Calief terangkat sedikit. Kemudian Calief menatap sang adik sepupu dengan tatapan penuh arti. Karena memang ini semua merupakan rencana seorang Calief. Benar apa yang dipikirkan Renata, bahwa seorang Calief bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Nrfhdilh
Likenya sudah mendarat..🤗🤗
TERJERAT CINTA SATU MALAM menunggu kedatangan kk semuanya ayo mampir!.
#MariSalingMendukung❤
2021-07-14
0
Kas Gpl
lahh heppy new year
2021-06-21
0
Dwisya12Aurizra
aku suka karakter Renata
2021-02-05
0