Surga dunia. Itulah dua kata yang bisa menggambarkan kebahagiaan Renata selama seminggu ini. Tidak ada teror ataupun gangguan dari makhluk menyebalkan bernama Heppy Calief Pratama.
Calief benar-benar menepati janji yang dia ucapkan kepada Renata seminggu yang lalu. Bahwa laki-laki itu tidak akan mengganggu Renata sampai ujian proposal nya selesai. Sehingga Renata bisa benar-benar fokus menyiapkan materi untuk sidangnya yang akan berlangsung hari ini.
“Rena kamu baik-baik aja? enggak nervous gitu?” tanya Rara yang duduk di samping Renata. Saat ini Rara menemani sang sahabat yang sedang mengantri menunggu giliran masuk ke ruang sidang. Padahal sebenarnya jadwal sidangnya sendiri masih minggu depan. Tapi demi solidaritas antar teman, Rara rela meluangkan waktunya untuk menunggui Renata yang sedang berjuang meluluhkan hati para penguji.
“Sedikit.” Rara tersenyum aneh mendengar jawaban sahabatnya itu.
“Kalau ditembak Kak Heppy nervous juga nggak?” tanya Rara dengan alis naik turun yang bertujuan untuk menggoda Renata. Mendengar itu Renata hanya melirik malas sang sahabat.
"Bukan nervous Ra, tapi takut dan aku pasti langsung lari. Soalnya entah itu kakak kamu atau laki-laki lain yang nembak, akunya pasti mati Ra. Kalau nggak mati, minimal masuk rumah sakit lah!" jawab Renata cuek. Jawaban Renata sukses membuat senyum jail dibibir Rara hilang seketika digantikan dengan wajah jengkel.
"Maksud aku itu bukan nembak pakai pistol Rena, tapi mengungkapkan perasaan cintanya sama kamu!" ucap Rara dengan gemas. Rara paling sebal kalau Renata sudah berubah menjadi orang yang sok lemot. Karena Rara tahu itu hanya salah satu cara Renata untuk mengalihkan perhatiannya supaya tidak membahas hal yang dia tidak suka.
"Oh ... makanya kalau bicara yang jelas Radeya, biar orang yang dengar enggak salah tafsir."
"Kurang jelas apanya sih Rena, kamu aja yang memang mau mengalihkan pembicaraan!" jawab Rara sambil merajuk. Melihat sang sahabat yang bertingkah memalukan didepan umum, Renata hanya menggelengkan kepalanya pelan. Seharusnya dia tadi melarang Rara untuk ikut menemaninya sidang. Bukannya mempelajari lagi materi yang akan dipresentasikan, Renata justru harus meladeni omongan sang sahabat yang ngawur.
"Tapi beneran Rena aku jadi penasaran, misal nanti Kak Heppy menemui kamu langsung dan meminta kamu jadi pacarnya apa jawaban kamu? Kakak sepupu aku itu memang dingin dan cenderung kaku tapi bukan berarti dia nggak bisa manis juga kan? Tinggal kamu aja nanti yang—Aw ... sakit!" Pekik Rara ketika ada sebuah buku yang lumayan tebal telah mendarat mulus di kepalanya. Rara menatap horor sang pelaku sambil mengelus kepalanya yang lumayan sakit. Sedangkan sang pelaku yang tidak lain adalah Renata hanya memberikan senyuman lebar kepada sang sahabat. Renata merasa bangga karena ide briliannya ternyata berhasil menghentikan mulut cerewet Rara.
"Enggak sekalian aja ini kepala aku, kamu pukul pakai batu biar lebih terasa sakitnya?" tanya Rara dengan kesal.
"Ide kamu boleh juga Ra, nantilah aku coba lakukan kalau kamu bertingkah menyebalkan lagi," ucap Renata sambil terkekeh senang.
"Renata!" Teriak Rara yang kekesalannya sudah mencapai level maksimal.
"Maaf Ra, aku cuma bercanda. Enggak mungkin juga aku menganiaya kamu secara berlebihan, nanti yang ada Mama Sari malah berterima kasih sama aku karena membantu memberi pelajaran pada anaknya yang bandelnya nggak ketulungan ini," goda Renata lagi sambil tertawa.
"Renata!" Teriak Rara lagi. "Kamu beneran hari ini nyebelin banget."
"Siapa tadi yang mulai nyebelin duluan? Aku itu cuma ikut alur kamu aja. Sekarang malah kamu yang jadi emosian," cibir Renata kearah Rara.
“Aku itu niatnya bercanda Ren, biar kamu nggak tegang.”
"Walaupun bercandaan kamu garing banget Ra, tapi lumayan juga buat menghilangkan gugup. Terima kasih sahabatku yang cantik." Ucap Renata dengan nada lebay di akhir kalimatnya. Sementara Rara hanya berdecih sinis melihat sahabatnya berubah alay untuk menggodanya.
Tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka berdua sampai nama Renata dipanggil untuk masuk ruang sidang. Rara langsung menyemangati sang sahabat. Rara selalu berdoa semoga sahabatnya itu berhasil mempresentasikan proposal miliknya dan bisa menjawab segala pertanyaan dari penguji.
Butuh waktu sekitar satu jam sampai pintu ruangan sidang Renata terbuka lagi. Renata keluar dengan senyum yang terkembang sempurna. Pasalnya sidangnya berjalan dengan lancar. Tidak sia-sia kerja kerasnya selama ini karena saat presentasi dia sangat menguasai materi yang disampaikannya. Sehingga pertanyaan dari penguji menjadi sesuatu yang mudah dia jawab. Dan revisi yang diminta para penguji pun tidak terlalu banyak.
Melihat sang sahabat yang sudah keluar dari ruang eksekusi bagi para mahasiswa itu, Rara langsung menghampiri Renata dan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan seputar sidang yang dijawab Renata dengan senang hati.
“Traktiran dong Ren, kan sidangnya lancar.” Rayu Rara sambil menunjukkan wajah memelas yang dibuat-buat. Melihat sang sahabat dengan wajah memelas andalannya bukannya kasihan, Renata malah mendengus jijik.
“Ayolah Rena, lagi pula kayaknya pesanan kamu bulan ini banyak deh, pasti untungnya kan lumayan.” Bujuk Rara lagi tidak putus asa.
“Dari mana kamu tahu?” tanya Renata sambil menyipitkan matanya memandang sang sahabat.
“Noh ... pesanan kamu yang dari suplier tadi datang pas kamu sidang, makanya aku tadi sengaja pulang dulu buat terima barang kamu.” Mendengar itu Renata hanya menjawab dengan membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Renata memang mahasiswa jurusan kesehatan, tapi otak bisnisnya tetap berjalan. Sejak awal masuk kuliah dia memang sudah mulai memanfaatkan aplikasi jual beli online. Dan sekarang online shop yang didirikannya sudah berkembang pesat dengan penghasilan yang lumayan. Bahkan hasilnya cukup untuk membiayai kuliahnya kalau dia mau. Tapi karena bapak Ibrahim Hadi Wardana yang berkedudukan sebagai ayahnya masih bertanggung jawab seratus persen atas biaya hidup dan biaya sekolahnya, jadi uangnya dia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan sisanya dia tabung.
“Oke, karena hari ini aku lagi senang, aku akan traktir kamu apapun yang kamu mau. Bagaimana?” Renata pikir tidak ada salahnya menyenangkan hati Rara sambil sedikit berjalan-jalan untuk melepaskan stress. Cukup seminggu ini otak dan tenaganya terpusat sepenuhnya untuk proposal nya.
“Yes!" Teriak Rara dengan hebohnya. "Kalau begitu kita pulang ganti baju dulu, terus langsung berangkat!” lanjutnya lagi sambil dengan semangatnya menarik lengan Renata agar berjalan lebih cepat. Renata hanya pasrah sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah sang sahabat yang berlebihan.
Ya Tuhan kenapa aku punya sahabat macam begini?
...* * *...
Restoran Jepang di Kediri Town Square jadi pilihan Rara untuk makan siang. Renata sebenarnya tidak mempermasalahkan mau makan dimana dan dengan menu apa. Yang menjadi masalah ketika Rara lapar mata sampai memesan banyak makanan di restoran ini. Melihat itu Renata mengernyitkan dahinya, sahabat nya itu terlihat seperti orang yang sudah tidak makan berhari-hari sampai memesan makanan secara gila-gilaan.
“Ra kamu yakin pesan makanan sebanyak itu? Aku bukannya mau perhitungan, cuma kalau nggak kemakan kan mubazir nantinya,” ucap Renata ketika pelayan sudah selesai mencatat makanan yang mereka inginkan dan pergi.
“Tenang Ren, pasti habis kok!” Jawab Rara santai sambil nyengir lebar menampilkan deretan giginya yang putih dan tertata rapi. Renata hendak menanggapi ucapan Rara, tapi urung saat mendengar ponselnya meraung-raung minta disentuh. Renata menatap horor layar ponselnya ketika melihat nama si penelepon. Dirinya lupa kalau masih mempunyai janji dengan si penelepon.
"Kenapa enggak diangkat telepon dari Kak Heppy?" tanya Rara ketika mengintip nama penelepon di ponsel sang sahabat.
"Dasar kepo!" balas Renata sambil meletakkan kembali ponselnya di atas meja.
"Bukan kepo Ren, tapi aku kan perduli sama kalian berdua. Demi kemakmuran semua umat, mending kamu angkat dulu telepon dari Kak Heppy!" ucap Rara menasehati sang sahabat.
"Ra, aku itu beneran lagi malas meladeni Kakak kamu. Jangan rusak kebahagiaan aku hari ini dengan menyuruh aku berbicara dengan dia." Ujar Renata dengan nada lelah yang kentara.
"Bicara sebentar sama dia juga nggak masalah kan Ren? Dari pada itu ponsel kamu enggak berhenti berdering? lagi pula bukannya memang kamu sudah janji sama Kak Heppy?" Diingatkan tentang janjinya seminggu yang lalu kepada Calief, Renata hanya bisa menghela nafas panjang.
"Oke, aku angkat teleponnya. Puas kamu?" Mendengar jawaban ketus dari sang sahabat, bukannya tersinggung Rara malah tertawa cekikikan. Rara sadar bahwa kakaknya sudah benar-benar membuat Renata sebal dengan segala terornya. Tapi untuk Rara sendiri ini menjadi sebuah hiburan tersendiri.
“Assalamualaikum Mas.” Akhirnya setelah 6 kali panggilan, Renata menjawab telepon dari si peneror yang tidak lain adalah Calief.
“Wa'alaikumsalam, akhirnya bisa denger suara kamu lagi. Kamu lagi dimana sweetie?” Renata memutar bola matanya saat mendengar panggilan sayang dari Calief yang menurutnya sangat menggelikan. Coba bayangkan laki-laki yang biasanya dingin dan cenderung berbicara dengan nada datar, sekarang berubah berbicara manis.
“Aku lagi makan siang sama Rara, jadi bisa kita bicaranya nanti saja Mas? Assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawaban dari Calief, Renata langsung mematikan sepihak panggilan itu. Renata merasa harus mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Calief, karena dia yakin akan membutuhkan tenaga ekstra untuk berdebat dengan pria keras kepala itu.
Ya Tuhan kenapa aku harus terjebak urusan dengan makhlukmu yang model begini, keluh Renata dalam hati.
Untunglah tidak berapa lama pesanan mereka datang, sehingga hal itu bisa mengalihkan sedikit pikiran Renata. Kedua sahabat itu langsung menyantap hidangan yang ada di atas meja mereka dengan lahap, sampai tidak memperhatikan keadaan sekitar.
Tiba-tiba ada yang menarik tempat duduk disebelahnya. Karena merasa terganggu, Renata hendak melabrak siapapun yang sudah dengan lancang duduk di sebelahnya. Namun ketika menoleh, semua kata-kata pedas yang sudah ia siapkan tidak bisa keluar dari mulutnya. Mulutnya hanya terbuka lebar dengan mata yang melotot sempurna. Kalau mata bukan buatan Tuhan, mungkin matanya sudah menggelinding ke lantai karena terlalu lebar Renata membuka mata.
"Hai sweetie." Dua kata yang diucapkan dengan nada datar oleh laki-laki yang Renata hindari entah mengapa membuatnya merinding. Apalagi kata itu diucapkan sambil menampilkan sebuah senyuman tipis yang dimata Renata terlihat seperti sebuah seringaian. Entah kenapa Renata merasa bahwa ketenangan hidupnya akan hancur mulai saat ini.
TTB
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
semenakutkan itu kah heppy dimata rena🙄🙄🙄
2021-02-05
0
soenaryati
hadeh heppy muncul lagi
2020-12-31
2
Mommy Rara
5 like mendarat, thor sayang 😍 suka!
2020-12-19
1