Renata menghela nafas panjang ketika selesai berbicara dengan Calief lewat telepon. Hubungan mereka sudah berjalan hampir dua bulan, meskipun menurut Renata hubungan ini serasa jalan ditempat. Renata merasa hubungan ini adalah hubungan satu arah, karena dalam hubungan ini Calief yang lebih aktif melakukan pendekatan baik itu lewat pesan, telepon atau bahkan datang langsung menemuinya di Kediri. Meskipun intensitas pertemuan mereka tidak terlalu sering karena mereka memiliki aktifitas di kota yang berbeda.
Renata mengakui bahwa dirinya masih enggan menerima Calief secara utuh, karena dia masih belum berani mempercayai laki-laki itu sepenuhnya. Hal ini tidak luput karena pengalaman traumatis yang dialaminya saat menjalin kasih dengan pacarnya terdahulu.
Pacar pertama yang memberikan kesan mendalam untuk seorang Renata. Bukan hanya memberikan pengalaman yang menyenangkan dan membuat jantung berdesir menyenangkan, namun juga memberikan pengalaman bagaimana sakitnya sebuah pengkhianatan di saat dirinya merasa seluruh hatinya sudah ia serahkan pada laki-laki itu.
Sampai saat ini pun belum pernah ada kata cinta yang terucap dari mulut laki-laki itu, yang membuat Renata sering bertanya-tanya bagaimana perasaan laki-laki itu saat ini terhadapnya. Meski di awal laki-laki itu mengakui kalau tertarik terhadapnya, tapi Renata merasa sebuah hubungan yang kuat membutuhkan dasar lebih dari rasa ketertarikan.
Renata menyadari semakin kesini sedikit demi sedikit dia mulai merasa nyaman berada di dekat Calief. Dirinya mulai terbiasa dengan kehadiran laki-laki itu di setiap aktifitasnya, meskipun cuma mendengar suaranya. Calief meskipun kadang menyebalkan, namun Renata tahu bahwa laki-laki itu memiliki prinsip yang kuat. Dia juga memperlakukan Renata dengan baik, tidak sekalipun selama mereka bertemu dan jalan bersama laki-laki itu kurang ajar terhadap dirinya. Skinship yang dilakukan laki-laki itu pun masih dalam tahap wajar, tidak menyalahi kesepakatan mereka diawal. Tapi dia tidak berani menyimpulkan semua hal yang dirasakannya lebih dari ketertarikan semata. Dia juga tidak mau berharap terlalu banyak pada hubungan yang ia jalani ini, karena dia belum siap untuk terluka lagi.
Renata tersentak kaget ketika pintu kamarnya dibuka tiba-tiba dan suara Rara melengking memanggilnya namanya. Renata mendengus jengah melihat kelakuan sang sahabat yang tidak berubah sama sekali. Rara yang bar-bar, batin Renata.
“Ada apa?” tanya Renata dengan malas.
“Kamu lupa apa benar-benar nggak tahu Ren?” tanya Rara sambil melipat tangannya di depan dada. Renata mengernyitkan keningnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.
“Aku benar-benar enggak ngerti apa yang kamu maksud Ra.” Rara menghela nafas panjang.
“Kamu beneran pacaran sama Kakak sepupu aku atau enggak sih Rena?” tanya Rara dengan gemas.
“Walaupun diwarnai dengan paksaan, berdasarkan kesepakatan dengan Kakak kamu, status kami memang pacaran sampai saat ini.” Jawab Renata dengan wajah yang polos, saat ini dirinya benar-benar clueless.
“Dan kamu lupa besok hari apa?”
“Besok hari sabtu, hari ini kan hari Jum’at.”
“Ya ampun Renata anaknya bapak Ibrahim.” Pekik Rara gemas sambil menepuk jidatnya sendiri. Melihat tingkah sang sahabat yang aneh kening Renata semakin berkerut dalam.
“Kamu itu kenapa sih Ra kayak orang frustasi begitu? Kamu tanya hari, aku jawab, kamu nya malah marah-marah. Aneh!”
“Bagaimana enggak frustasi, kalau pacar Kakak ku sendiri aja lupa besok hari ulang tahun pacarnya hah?” Mendengar ucapan Rara yang menggebu-gebu, Renata hanya melongo ditempatnya dengan wajah bodoh.
Renata bukannya lupa tapi memang tidak tahu kapan tepatnya hari ulang tahun Calief. Apa sebegitu tidak perduli nya dia pada laki-laki yang memiliki status sebagai kekasihnya itu. Sedikit rasa bersalah hinggap di hati Renata, selama ini memang hanya Calief yang terlihat berjuang untuk hubungan mereka. Sedangkan dirinya lebih memilih diam dan membatasi diri, karena takut akan sakit lagi.
“Nggak usah pasang wajah bodoh begitu Renata, aku tahu kamu bukannya lupa tapi memang tidak tahu,” ucap Rara dengan nada lelah. “Berhenti bersikap Denial sama hubungan kamu dan Kak Heppy Ren!”
"Kamu ngomong apa Ra? Kalau aku bersikap denial, aku nggak akan setuju menjadi kekasih nya." Jawab Renata berusaha setenang mungkin. Mendengar itu Rara mendengus jengah.
"Mulut kamu memang bisa bilang menerima, tapi sikap kamu justru menunjukkan sebaliknya Renata. Cobalah lebih menerima kehadirannya dan jalani hubungan ini dengan semestinya. Aku bisa jamin kalau Kakak aku enggak akan menyakiti kamu seperti mantan brengsek mu itu." Renata diam sejenak sambil menatap sang sahabat yang berdiri didekat pintu.
“Apa jaminannya Ra? Aku cuma mau melindungi diri ku sendiri dari rasa sakit, apa itu salah?” tanya Renata dengan mata yang menatap Rara dalam. Rara berjalan mendekat dan duduk di samping Renata.
“Keinginan kamu untuk terhindar dari rasa sakit tidak salah Rena. Tapi mau sampai kapan kamu seperti ini? Aku membela Kak Heppy bukan hanya karena kami saudara, tapi memang karena aku tahu sifatnya luar dalam.” Ucap Rara serius sambil menatap mata sang sahabat. Renata hanya diam, tapi Rara tahu masih ada keraguan di pancaran mata Renata.
“Kamu jangan lupa Rena, ketika kita mencoba mempercayakan hati kita kepada seseorang ada dua kemungkinan yang akan terjadi, terluka atau bahagia. Itu semua tergantung apa kita sudah tepat dalam memilih pasangan atau belum,” lanjut Rara lagi mencoba meyakinkan sang sahabat.
“Dan menurut kamu mas Calief adalah seseorang yang tepat buat aku?” Rara mengangguk semangat mendengar pertanyaan sang sahabat.
“Aku jaminannya Ren, kalau suatu saat Kakak aku menyakiti kamu, aku sendiri yang akan menghajar dia. Walaupun dia saudara ku, aku enggak akan menutup mata kalau dia berani menyakiti kamu!” Ucap Rara dengan yakin.
“Tapi bahkan belum ada ucapan cinta dari dia Ra, bagaimana mungkin kamu dengan yakin menyuruh aku menerimanya? Aku hanya takut hati aku bergeser dari tempat nya kalau aku membuka sedikit celah untuk dia.”
“Astaga Renata! Kak Heppy itu termasuk laki-laki yang kaku dan tidak pandai mengungkapkan isi hatinya. Apa selama ini kamu tidak bisa merasakan ketulusan cintanya lewat segala tindakannya sama kamu?” Renata diam mencerna segala ucapan Rara.
“Terkadang laki-laki menunjukkan cintanya bukan dengan lisan tapi dengan tindakan Ren. Dan menurut aku itu jauh lebih valid, dari pada hanya bualan di mulut tapi tindakannya nol besar.” Renata masih diam tidak menjawab. Tapi perlahan-lahan Renata menyadari kebenaran dari semua ucapan Rara. Tindakan Calief terhadapnya memang berbeda jika dibandingkan saat Calief berpacaran dengan Mitha dulu.
Calief memang masih dingin dan irit bicara kepada orang lain, tapi jika hanya berdua dengannya laki-laki itulah yang justru banyak berbicara untuk mencairkan suasana. Sikapnya juga jauh lebih hangat kepadanya. Selain itu laki-laki itu benar-benar berusaha melindungi dan menjaganya dari apapun.
“Aku—“
“Cobalah Ren. Coba tanya sama hati kamu apakah kamu tidak ada rasa sama sekali sama Kakak aku walau cuma sedikit? Kalau cinta mungkin terlalu jauh, minimal sayang lah.” Renata diam tidak melanjutkan kata-katanya. Dia mencoba merasakan arti kehadiran seorang Calief selama ini.
“Entahlah Ra, Tapi tidak bisa aku pungkiri kehadiran Mas Calief sedikit banyak sudah berpengaruh dalam hidup ku. Aku mulai terbiasa dengan eksistensinya di sekitarku,” ucap Renata sambil menghela nafas panjang.
“Kamu menyayanginya?” tanya Rara lagi karena masih tidak puas dengan jawaban sang sahabat. Renata tidak menjawab, dirinya hanya diam membisu ditempatnya. “Diam mu aku anggap sebagai jawaban iya Rena. Karena aku tahu kamu orang paling tegas dalam hal sikap dan bicara.” Ucap Rara sambil tersenyum senang.
“Oke itu sudah cukup buat Aku Rena. Sekarang kamu siap-siap!” ucap Rara sambil bangkit dari ranjang Renata dan hendak keluar.
“Kemana?” tanya Renata bingung.
“Ya memberi kejutan untuk pacar kamu lah Renata!” Ucap Rara gemas.
“Kejutan? Jangan bilang kita akan ke Solo?” tanya Renata dengan tatapan horor kepada sahabatnya itu.
“Nah itu tahu. Kakak aku lagi sibuk sama kerjaannya dan enggak mungkin kesini, jadi kalau kita mau kasih kejutan kita harus nyamperin dia.” Ucap Rara dengan semangat.
“Tapi Ra—"
“Stop!” sela Rara pada sahabatnya yang terlihat keberatan. “Aku sudah menyiapkan semuanya Rena, aku sudah minta Pak Min kesini bawa mobil Papa buat nganterin kita ke Solo. Setidaknya kan kita tidak capek karena harus menyetir. Nanti dijalan kita tinggal beli kado dan kue aja. Aku juga udah janjian sama asisten rumah tangganya nya Kak Heppy, dan mereka mau bantu kita kasih kejutan.”
“Kamu apa?” tanya Renata dengan syok. Renata benar-benar tidak menyangka bahwa sang sahabat akan senekat ini demi menyiapkan kejutan untuk kakak sepupunya itu.
“Enggak usah banyak bicara, kamu tinggal siap-siap aja.” Karena gemas melihat sahabatnya yang hanya diam ditempat, akhirnya Rara menyeret sang sahabat ke kamar mandi agar segera membersihkan diri.
Rara tersenyum puas melihat rencananya berjalan dengan lancar, meskipun harus mendengar mulut Renata yang tidak berhenti menggerutu karena dipaksa mandi olehnya.
TTB
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
sampai segitunya rara
2021-02-05
0
soenaryati
kira2 calief yrtkejut nggak yaa
2020-12-31
0
soenaryati
yang heboh rara
2020-12-31
0