Lean On Me
Kira Clariscia
Gadis berambut hitam lebat sebahu, kulit putih bersih dan tinggi 168 cm itu merupakan anak kesayangan Bima. Bukan saja karena Kira termasuk anak yang cerdas dan selalu berprestasi, Kira juga termasuk anak yang mandiri. Sejak awal masuk kuliah, Kira meminta ijin kepada ayahnya untuk bekerja paruh waktu.
"Nanti kamu capek, Kira. Kamu ga usah kerja paruh waktu gitu, ayah masih bisa penuhin semua kebutuhan kamu meskipun penghasilan ayah enggak banyak" kata Bima memberi penjelasan kepada anaknya.
"Yah, ini itung-itung Kira belajar jadi guru. Jadi kalo besok Kira ada praktik ngajar, Kira udah ga gugup lagi. Nanti kalo Kira udah wisuda, Kira udah punya pengalaman mengajar juga. Dan lebih lagi, Kira pengen ngerasain punya penghasilan sendiri, Yah"
Bima menghelas nafasnya kasar. Apa selama ini dia masih belum bisa mencukupi kebutuhan anaknya sehingga anaknya tersebut sampai harus bekerja paruh waktu?
"Ya sudah, terserah kamu. Tapi ayah minta itu ga akan ganggu kuliahmu, kebutuhan kuliah tetap ayah yang tanggung. Uang semester, uang saku, uang buku, apapun itu yang menyangkut biaya kuliah, itu urusan ayah. Gajimu, pakai saja untuk keperluanmu"
Dengan cepat, Kira menganggukkan kepalanya. "Terimakasih, ayah" ucapnya sembari memeluk ayahnya.
Kata-kata itu selalu ingat oleh Kira. Dia selalu menghemat uang yang didapatnya dari bekerja paruh waktu itu. Memang hasilnya tidak seberapa, namun ia merasa bangga dengan dirinya sendiri yang sudah mampu menghasilkan uang sendiri.
Sudah 3 semester berlalu, dan Kira masih menikmati pekerjaan paruh waktunya sebagai guru les. Suka duka telah ia hadapi, dari muridnya yang susah diajak belajar, kepanasan dan kehujanan saat akan menuju rumah muridnya, bahkan diberikan bonus saat muridnya mengalami peningkatan nilai. Semuanya butuh pengorbanan, termasuk waktu Kira yang harus berkurang untuk berkumpul dengan teman-temannya, walaupun untuk sekedar mengerjakan tugas kelompok.
"Ra, bengong aja!" ucap Raksha.
Raksha Aryasetya
Cowok dengan tinggi 180 cm, berhidung mancung dan tampan ini adalah teman dekat Kira sejak di semester awal. Kedekatan keduanya bermula saat mendapat tugas kelompok untuk menganalisis silabus. Raksha memang populer dikalangan mahasiswi. Ya, semua terpesona dengan ketampanan dan kebaikan Raksha.
"Tumben lo masih di kampus? Biasanya langsung cus ngelesin" sambung Raksha.
"Hari ini ga ngelesin, Edward pergi liburan sama keluarganya"
"Wiihhh... enak dong! Jarang-jarang kan lo ada waktu luang gini. Trus ngapain malah bengong disini?"
"Pengennya langsung balik, tapi ojol lagi rush hour jadinya mahal. Makanya nunggu dulu biar agak murah"
"Emang lo ga bawa motor?"
Kira menggelengkan kepalanya. "Bannya bocor, jadi tadi pagi dianterin ayah"
"Yaudah, yuk gue anter balik" ucap Raksha sembari beranjak dari duduknya.
"Gausah, Sha. gue naik ojol aja"
"Kenapa sih? Lo takut diomelin sama Alin dan kawan-kawannya lagi? Ga usah dipikirin, ntar gue yang ladenin. Lagian mereka juga bukan siapa-siapa gue kok"
Alina Maharani
Mahasiswi sekelas dan seangkatan dengan Kira dan Raksha. Dia menaruh perasaan terhadap Raksha sejak semester satu, namun selalu mendapat penolakan dari Raksha. Ya, dia dan teman-temannya menduga Kira-lah penyebab Raksha selalu menolaknya. Gadis keluarga kaya ini dan cantik ini selalu menjadi pusat perhatian mahasiswa, tidak hanya dari jurusannya saja tapi dari fakultas lain juga. Tapi hatinya, tetap tertuju pada Raksha yang tetap tidak tertarik dengannya.
"Enggak gitu, Sha. Beneran gapapa, gue naik ojol aja. Lagian rumah kita kan juga ga searah"
"Gue ga terima penolakan, Ra" jawabnya dengan menarik tangan Kira dan menggandengnya menuju parkiran mobil Raksha.
Mobil segera melaju, menyusuri jalanan ramai menuju rumah Kira. Keduanya tidak saling berbicara, hanya suara musik pada mp3 player yang terdengar diantara mereka.
"Ra, kita mampir makan dulu ya. Gue laper belum makan siang tadi" ucap Raksha memecah keheningan.
"Eh? Kalo anterin gue balik langsung aja gimana, Sha? Elo... makannya habis anterin gue balik gitu"
"Lo kenapa sih, Ra? Segitu takutnya sama Alin, kan ada gue"
"Eee... bukan gitu, Sha. Gue... gue cuma... pengen langsung pulang aja"
"Alasan doang elo mah, dari dulu tiap gue ajakin pergi atau makan sering nolaknya. Kalo gue yang ngajak, berarti gue yang bayarin Ra"
"Eee... Raksha... ga usah, kalo mau makan gue bisa bayar sendiri kok"
"Udahlah, udah kubilang kalo gue yang bayar. Gaji lo disimpan aja, gue tau gajimu ga seberapa, dan elo coba nabung semua uangnya kan?"
Kira hanya menunduk dan memainkan jari-jarinya. Memang benar selama ini ia menghemat uangnya, bukannya pelit tapi karena ia tidak ingin merepotkan ayahnya dikemudian hari. Kira sudah mempersiapkan tabungannya untuk kebutuhan mendesak yang mungkin akan terjadi. Seperti mempersiapkan baju dan sepatu untuk praktik mengajar, fotokopi dan menjilid skripsinya kelak, bahkan untuk baju dan make up wisudanya. Ia tidak ingin ayahnya dipusingkan akan hal itu.
"Elo masih muda, Ra. Jangan mikirin kerjaan dan uang mulu, elo juga butuh waktu untuk nyenengin diri sendiri. Sesekali beli makanan yang enak dan banyak atau beli baju yang mahal kan ga masalah, anggap aja itu sebagai penghargaan untuk diri lo sendiri yang telah bekerja keras"
Raksha memarkirkan mobilny di sebuah restoran, mematikan mesin mobil dan melepaskan seatbelt-nya.
"Ayo turun! Kita makan siang dulu, gue yang traktir sebagai hiburan karena pagi tadi ban motor lo bocor dan susah balik karena kena tarif rush hour" sambungnya sambil tersenyum menatap Kira.
Keduanya segera masuk ke dalam restoran. Raksha memesankan beberapa makanan untuk mereka santap bersama.
"Kenapa sih Ra? Elo kayak ga nyaman gitu"
"Eh? Gapapa kok, Sha"
"Ga usah sungkan, aku cuma pengen ngajarin elo aja gimana caranya menikmati hidup hehehehe" ucapnya santai.
Tak berapa lama, pelayang datang dan menghidangkan makanan yang dipesan. Kira terlihat begitu tergoda, matanya menatap salah satu hidangan.
"Masih suka udang asam manis kan?" ucap Raksha mengagetkan Kira.
Kira menoleh malu ke arah Raksha, bagaimana dia masih mengingat makanan kesukaannya? Padahal mereka berdua sudah jarang makan bersama.
"Tiap gue makan udang, gue pasti inget elo. Masih inget ga, dulu lo dimarahin bundamu karena ga mau berbagi udang sama aku dan keluargamu yang lain? Hahahaha... bisa-bisanya udang sekilo lo lahap sendiri"
"Namanya juga demen, Sha. Udah boleh makan sekarang atau belum nih?" tanya Kira dengan mata yang berbinar, tak sabar ingin segera menyantap udang.
Raksha mengangguk dan menyodorkan piring berisi udang itu kehadapan Kira.
"Habisin, jangan sampai ada sisa. Gue sengaja pesen itu buat lo, gue makan ikan bakarnya aja"
Kira tersenyum bahagia. "Nanti kalo gue udah gajian, gantian gue traktir kamu deh ya. Gue janji!"
"Yes! Tempatnya boleh gue yang milih kan?"
Kira mengangguk. "Boleh, asal bukan restoran yang mahal banget. Maksimal all you can eat masih bisalah hahahaha...."
"Ga nabung dong lo?"
"Nabung, Sha. Buat makan kita berdua di restoran all you can eat yang itu sama dengan gaji ngelesin satu murid, masih ada 3 murid yang lain kok hehehehe..."
"Wiiihhh... asik deh bisa diajakin makan sepuasnya sama Kira, jadi ga sabar nungguin lo gajian"
Kira tersenyum mendengar perkataan Raksha. Untuk sesaat, dia masih terus mengingat perkataan Raksha. Harus ada penghargaan untuk diri sendiri. Ya, harusnya dia terlalu ngoyo.
"Gue menyesal tiga semester ini selalu jadi kupu. Kuliah langsung pulang, tanpa pernah menikmati indahnya suasana kampus dan pertemanannya setelah jam kuliah usai" gumamnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Anonymous
br gabung thor...
2022-09-14
1
Agustin
Aq baru tau klo ada karya mu lg thor
Baiklah akan aq baca
Krn karya sebelumnya ceritanya bagus2 aq suka, semoga yg ini jg demikian..
2021-04-18
2