Kebenaran

Waktu....

terasa cepat bagi yang bahagia,

terasa lambat bagi yang tersiksa.

🍀

Hari ini adalah hari terakhir ujian semester dilaksanakan. Dan sepuluh hari lagi, Raksha dan Kira akan mengucap janji suci sebagai pasangan suami istri. Pesta resepsi akan digelar, orangtua Raksha tetap memaksa diadakannya resepsi meskipun banyak gosip yang beredar jika pernikahan keduanya dilakukan karena Kira tengah mengandung. Bagi mami Ina, ini adalah pembuktian. Orang-orang akan dengan jelas mengingat kapan pesta itu digelar dan menghitung waktu saat akhirnya Kira melahirkan nanti.

What? Melahirkan? Kata itu jelas membuat Kira pusing. Apakah nanti pernikahannya akan berjalan seperti pernikahan lain pada umumnya? Pernikahan yang ia tahu, semuanya selalu diawali dengan cinta, pasangan yang saling mengasihi dan mencintai. Sementara dirinya masih belum mampu menerima Raksha masuk memenuhi relung hatinya. Entah karena ketakutannya pada Alin, atau karena hal lain.

"Kira! Gue ngomong dari tadi ga lo dengerin?" keluh Dewi sambil menepuk bahu Kira yang tengah melamun.

"Ehh sorry, kenapa Dew?" Kira menoleh ke arah Dewi.

"Iiihhh... lo kenapa sih? Sampai ngelamun kayak gitu. Gue mau pesen Rina mau beli batagor dibawah, lo mau ga?"

"Iya, boleh deh"

"Bentar, gue ke kamar Rina dulu" Dewi beranjak keluar kamarnya.

Kira menghela nafasnya, menyandarkan kepalanya pada ranjang kayu di kos Dewi.

"Lo lagi ada masalah sama Raksha?" tanya Dewi yang masuk ke dalam kamar dengan membawa 2 gelas. "Gue pesenin es dawet sekalian hehehehe" sambung Dewi.

"Enggak, gue enggak ada masalah sama Raksha"

"Trus, lo ngapain dari tadi ngelamun mulu?"

Kira menatap Dewi dengan menggigit bibir bawahnya, wajahnya sendu seakan sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Cerita aja, biar lo ngerasa plong. Kalo gue bisa, pasti gue bantuin Ra"

"Gue takut, Dew" ucap Kira lalu menunduk.

"Takut kenapa? Takut mau malam pertama sama Raksha?" goda Dewi.

Kira menggelengkan kepalanya, lalu kembali menghela nafasnya dengan berat.

"Pernikahan itu kan sakral, Dew. Sementara... gue masih belum bisa nerima Raksha. Bukan dia sosok orang yang pengen gue jadiin teman hidup"

"Hadeeehhh, gue pikir apaan" Dewi berpindah duduk di sebelah Kira dan menyandarkan punggungnya diranjang.

"Lo tau, Sujiwo Tejo bilang menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Lo bisa berencana pengen nikah sama siapa, tapi lo ga bisa rencanain cinta lo itu buat siapa" sambung Dewi.

Kira menatap Dewi, dahinya mengernyit seakan meminta penjelasan lebih lanjut akan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Dewi.

"Sekarang gue tanya, alasan lo nerima lamarannya Raksha apaan? Jangan bilang karena Alin"

"Ya... awalnya emang karena Alin. Tapi, sejak ketemu dengan orangtua Raksha, hati gue jadi goyah. Trus Raksha juga bilang keputusannya itu bukan main-main kan? Orangtua gue juga yakin sama Raksha. Karena itu semua, gue akhirnya mau nerima lamaran Raksha. Entah kenapa gue ngerasa yakin aja dia bakal bisa ngelindungin dan bertanggung jawab atas gue"

"Yaudahlah, itu berarti secara ga langsung lo udah nerima Raksha. Hanya saja lo masih belum cinta. Atau hmm... lo masih bingung sama perasaan lo sendiri ke Raksha"

Kira terdiam. Kepalanya menunduk mengamati jari-jari tangannya yang saling bertautan.

"Ga usah ragu, Ra. Gue yakin Raksha enggak akan asal-asalan ngambil keputusan ini, dia pasti udah mempertimbangkan segala sesuatunya. Begitu pula dengan lo. Lo mikir keras alasan yang bisa ngebuat lo nerima lamaran Raksha, lo coba buat ngeyakinin diri lo sendiri meskipun itu susah, lo udah berkompromi sama diri lo sendiri. Ga ada yang perlu ditakuti lagi Ra, gue yakin kalian akan bahagia nantinya"

Tangan Dewi terulur, menepuk pelan bahu Kira. "Pelan-pelan, Ra. Raksha pasti ngertiin elo" imbuh Dewi.

🍀

Sebelum mulai pingitan yang akan dilakukan seminggu sebelum menikah, Raksha mengajak Kira untuk makan siang diluar.

"Kok sepi sih" gumam Kira saat menuruni anak tangga dari kamarnya ke lantai bawah.

Kira mencoba mencari ayah dan bundanya di kamar, ia mendorong pintu yang terbuka separuh itu, namun hasilnya nihil. Begitu pula dengan di dapur dan ruang makan, ia tetap tidak menemukan ayah dan bundanya. Lalu Kira melangkahkan kakinya ke arah balkon belakang rumahnya. Terdengar sayup-sayup isak tangis bundanya.

Kira memperlambat langkahnya, mencoba untuk menguping pembicaraan ayah dan bundanya. Ia penasaran, perihal apa yang membuat bundanya menangis. Apakah karena pernikahannya beberapa hari lagi?

"Selama ini Kira kan juga belum tau, Nda. Sejak orangtua Raksha kesini untuk melamar Kira, aku udah mikir gimana kalo tiba-tiba Heru datang kesini terus jadi wali nikahnya. Tentu semuanya akan bertanya-tanya. Jangankan Kira, Arka saja ga tau siapa itu Heru" ucap ayah Bima.

"Tapi Heru beneran ga mau datang kesini kan, Yah? Aku takut Kira akan mengetahui yang sebenarnya. Aku... belum siap menghadapinya"

"Enggak, Heru menolak datang. Dia menyerahkan semuanya kepada kita karena kitalah yang telah mengasuhnya sedari bayi. Tapi, mungkin Heru akan meminta kerabatnya datang kesini untuk menyaksikan pernikahan Kira sebagai gantinya"

Mata Kira membelalak mendengar perkataan ayahnya, air matanya mulai menggenang dimatanya. Kenapa ayah bilang mereka yang mengasuhnya Kira sedari bayi? Tentu saja mereka, aku kan anaknya. Lalu, siapa Heru? Apa mungkin... aku bukan anak ayah dan bunda?

"Bagaimana pun, Kira tetap anak kita. Meskipun Heru ikut menanggung biaya kuliah Kira yang kita simpan untuk tabungan masa depannya, bunda ga mau kalo Heru akan mengambil Kira kembali. Dia udah nyerahin Kira dari bayi pada kita, kitalah orangtuanya"

"Tenang, Nda. Heru ga akan melakukan itu, Kira tetap akan selalu bersama kita disini"

Dan air mata yang ditahan sedari tadi, akhirnya jatuh juga bersamaan dengan suara klakson dari mobil Raksha. Kira segera mengusap air matanya, lalu berjalan mundur beberapa langkah sebelum akhirnya dia berteriak untuk berpamitan tanpa menyalami ayah bundanya.

🍀

"Kamu kenapa?" tanya Raksha ditengah perjalanan. Ia begitu penasaran sedari tadi Kira terlihat sedih dan sesekali mengusap pipinya. Seperti sedang mengusap air mata.

"Ra... kamu nangis?" tanyanya lagi.

"Aku gapapa" jawab Kira dengan suara yang sedikit serak.

Raksha begitu penasaran, akhirnya ia memilih untuk segera menepikan mobilnya.

"Ra..." ucap Raksha sembari menarik tangan kanan Kira dan menggenggamnya.

"Aku gapapa, Sha" jawab Kira dengan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang bercucuran air mata.

Raksha menghela nafasnya, lalu ia memberanikan diri untuk menarik tubuh Kira dalam pelukannya.

"Aku tau kamu ga mau cerita ke aku. Menangislah, itu akan membuatmu menjadi lebih lega" ucap Raksha sambil mengelus rambut dan punggung Kira.

Dalam pelukan Raksha, Kira menangis sejadi-jadinya. Hatinya begitu sakit mengetahui hal yang selama ini dirahasiakan oleh ayah dan bundanya. Ia merasa seperti dibohongi. Entahlah, yang jelas hatinya benar-benar sakit.

Episodes
1 KuPu
2 Cemburu
3 Keserempet
4 Dipaksa
5 Ragu
6 Takdir
7 Restu
8 Ancaman
9 Pertemuan
10 Lamaran
11 Percaya
12 Ancaman lagi
13 Planing
14 Sembunyi
15 Mami
16 Kebenaran
17 Persiapan
18 Arka & Alika
19 The Day
20 Diatur
21 First Day
22 Nafkah
23 Menggoda
24 Memulai
25 Promise
26 Obrolan
27 Arka Alika
28 Fitnah
29 Ketahuan
30 Pengganggu
31 Terabaikan
32 Lambaian Tangan
33 Masa Kecil
34 Pakaian Dalam
35 Menunggu
36 Saran
37 Bersambut
38 Cerita (Part 1)
39 Cerita (Part 2)
40 Senewen
41 Kedinginan
42 Menyerah
43 Kakak Ipar
44 Ngambek
45 Sial
46 Curhat
47 Pengganggu
48 Dia Lagi
49 Kantor
50 Penawaran
51 Ayah
52 Kesepakatan
53 Terjerat
54 Pengakuan
55 Rencana
56 Masa Sulit
57 Sebuah Nama
58 Wisuda
59 Shock
60 Penjelasan
61 Penjelasan (2)
62 Demi Janin
63 Butuh Waktu
64 Tinggal dengan Ayah
65 Kehilangan
66 Kehilangan (2)
67 Mama
68 Menolak
69 Menolak (2)
70 Terkuak (1)
71 Terkuak (2)
72 Alin
73 Ponsel
74 Pamit
75 Waktu
76 Oleh-Oleh
77 Lupa Nama
78 Bertemu
79 Tangis Bahagia
80 Terima kasih
81 Terima kasih (2)
82 Diusir
83 Stempel
84 Kembali
85 Jalan-Jalan
86 Menginap
87 Bertiga
88 Keluarga
89 Jumat
90 Mami
91 Rumah
92 Tidak Akan Berhenti
93 Bonchap 1
94 Bonchap 2
95 Bonchap 3
96 Bonchap 4
97 Bonchap 5
98 Bonchap 6
99 Bonchap 7
100 Bonchap 8
101 Bonchap 9
102 Bonchap 10
103 Bonchap 11
104 Bonchap 12
105 Bonchap 13
106 Bonchap 14
107 Bonchap 15
108 Bonchap 16
109 Bonchap 17
110 Bonchap 18
111 Bonchap 19
112 Bonchap 20
Episodes

Updated 112 Episodes

1
KuPu
2
Cemburu
3
Keserempet
4
Dipaksa
5
Ragu
6
Takdir
7
Restu
8
Ancaman
9
Pertemuan
10
Lamaran
11
Percaya
12
Ancaman lagi
13
Planing
14
Sembunyi
15
Mami
16
Kebenaran
17
Persiapan
18
Arka & Alika
19
The Day
20
Diatur
21
First Day
22
Nafkah
23
Menggoda
24
Memulai
25
Promise
26
Obrolan
27
Arka Alika
28
Fitnah
29
Ketahuan
30
Pengganggu
31
Terabaikan
32
Lambaian Tangan
33
Masa Kecil
34
Pakaian Dalam
35
Menunggu
36
Saran
37
Bersambut
38
Cerita (Part 1)
39
Cerita (Part 2)
40
Senewen
41
Kedinginan
42
Menyerah
43
Kakak Ipar
44
Ngambek
45
Sial
46
Curhat
47
Pengganggu
48
Dia Lagi
49
Kantor
50
Penawaran
51
Ayah
52
Kesepakatan
53
Terjerat
54
Pengakuan
55
Rencana
56
Masa Sulit
57
Sebuah Nama
58
Wisuda
59
Shock
60
Penjelasan
61
Penjelasan (2)
62
Demi Janin
63
Butuh Waktu
64
Tinggal dengan Ayah
65
Kehilangan
66
Kehilangan (2)
67
Mama
68
Menolak
69
Menolak (2)
70
Terkuak (1)
71
Terkuak (2)
72
Alin
73
Ponsel
74
Pamit
75
Waktu
76
Oleh-Oleh
77
Lupa Nama
78
Bertemu
79
Tangis Bahagia
80
Terima kasih
81
Terima kasih (2)
82
Diusir
83
Stempel
84
Kembali
85
Jalan-Jalan
86
Menginap
87
Bertiga
88
Keluarga
89
Jumat
90
Mami
91
Rumah
92
Tidak Akan Berhenti
93
Bonchap 1
94
Bonchap 2
95
Bonchap 3
96
Bonchap 4
97
Bonchap 5
98
Bonchap 6
99
Bonchap 7
100
Bonchap 8
101
Bonchap 9
102
Bonchap 10
103
Bonchap 11
104
Bonchap 12
105
Bonchap 13
106
Bonchap 14
107
Bonchap 15
108
Bonchap 16
109
Bonchap 17
110
Bonchap 18
111
Bonchap 19
112
Bonchap 20

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!