POV AUTHOR
Jantung Satria berpacu cepat, darahnya berdesir kencang, segala bentuk nafsu nya seolah terkalahkan dengan satu gairah yang sudah bergumpal padat di benaknya manakala menatap pemandangan menggiurkan di depan matanya.
Tubuh Anna yang polos tanpa sehelai benangpun berdiri tepat di hadapannya.
Mungkin bagi pria lain yang seumuran dengan Satria hal itu bukan lah pemandangan yang luar biasa lagi.
Namun bagi Satria, apa yang tampak di hadapannya itu adalah sesuatu yang super luar biasa.
Dimana selama ini dia cuma bisa melihat itu di dalam video khusus pasutri atau pun hanya dalam khayalannya saja ketika tengah bercinta dengan sabun mandi.
Dengan gerakan seduktif Anna mendekati Satria yang masih menganga menatap dirinya.
Di bukanya satu persatu kancing kemeja putih Satria kemudian menguaknya lekas dan melemparkan kemeja yang tak bersalah itu ke sembarang tempat.
Sorot mata Anna makin liar ketika penampakan dada bidang yang tebal milik pria idamannya itu dan barisan kotak otot di perutnya terpampang di depan matanya.
Tak sia-sia bertahun-tahun Satria mengolah tubuhnya untuk membentuk tubuh ideal seperti yang dia miliki sekarang.
Anna menempelkan bibirnya yang masih terolesi lipstik merah menyala pada bibir tipis Satria.
Dikulum nya lembut seraya jari jemari lentiknya perlahan mempereteli ikat pinggang dan celana panjang Satria, dan dengan satu gerakan cepat celana hitam itu meluncur turun menampilkan boxer hitam nan sexi menutupi Si Jeki milik Satria.
Tak puas, kembali Anna memainkan jemarinya dan berhasil menurunkan boxer hitam itu.
Satria pun membalas mellumat bibir Anna dengan lembut dan penuh gairah. Tanpa terasa, keduanya pun sudah berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang sama-sama polos seperti bayi yang baru lahir.
Saling berpagutan, saling meraba, saling mengecup, mengabsen setiap bagian tubuh pasangannya. Dan tanpa terlewatkan juga saling memberikan kissmark di beberapa bagian sensual di tubuh polos mereka.
Deru nafas mereka pun saling berpacu seolah-olah memperebutkan oksigen yang sama.
Detik demi detik berlalu, menit demi menitpun berjalan. Hingga mendekati menit ke tiga puluh akhirnya segenap gairah kelaki-lakian Satria yang sudah dibendungnya begitu lama tersalurkan sudah untuk pertama kalinya pada sosok wanita yang dia cintai. Yana Maryanah alias Anna Fransiska.
Anna mengerang halus ketika mencapai moment klimaksnya, begitu juga Satria nyaris melolong panjang ketika sesuatu tercurah dari dedek emeshnya membasahi liang inti Anna.
Bagi Satria itu adalah kenikmatan dunia yang luar biasa yang baru saja dia rasakan.
Dia rubuhkan tubuhnya tepat di samping tubuh Anna ketika permainan nya berhasil diselesaikan dengan skor dua satu atas kemenangan dirinya.
Benar-benar permainan yang cukup menguras tenaganya.
Matanya dibiarkan terpejam merasakan gairah dan nafsunya yang mulai mereda perlahan seiring dengan pacuan nafasnya yang mulai melemah dengan teratur.
POV SATRIA
Mataku terpejam merasakan gairah dan nafsu ku yang perlahan mulai mereda. Begitu nikmatnya ku rasakan apa yang orang sebut bercinta.
Namun ada sesuatu yang menjadi ganjalan di benakku ketika menggarap tubuh kekasih ku yang baru saja menjadi Istri kedua ku.
Aku tak merasakan ada halangan sama sekali ketika menerobos liang inti milik Anna. Dan sedikitpun aku tak merasakan perjuangan keras untuk menyelinap ke dalamnya. Sangat lancar jaya dan lolos begitu saja.
Begitupun dengan Anna, tak tampak ringisan kesakitan ataupun linangan air mata karena menahan perih di bagian intinya.
Justru sepanjang permainan dia benar-benar sangat mendominasi dan begitu lihainya dia melayani aku yang masih bodoh untuk urusan ranjang ini.
Apakah Anna sudah tak....?
Ku toleh Anna yang masih menyisakan letih di wajah nya, tepat di sisi ku.
Matanya terpejam dan buliran keringat sisa-sisa lelahnya masih tampak di kening dan lehernya.
Sekilas tampak senyum kecil di bibir nya. Pasti dia terpuaskan dengan permainan kami tadi.
Sebenarnya aku ragu untuk menanyakan kejanggalan itu padanya. Namun aku merasa berhak untuk tau karena aku sekarang adalah suaminya.
“Yank....” panggilku lembut.
Dia pun membuka kelopak matanya dan menoleh padaku.
“Hmm....” dehamnya seraya tersenyum manis padaku.
“Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?”
“Apa, Mas?”
“Tolong jangan tersinggung ya, Ann.”
Aku menarik selimut untuk menutupi bagian bawahku lalu bergerak bangkit dari rebahku untuk duduk bersandar pada punggung ranjang. Anna pun melakukan hal yang sama denganku.
“Tanya apa?” justru Anna yang penasaran dengan apa yang akan aku tanyakan padanya.
“Aku minta maaf sebelumnya. Sewaktu kita bercinta tadi___Ehmm___ Aku sama sekali gak merasakan ada halangan di dalam itu kamu.“
Belum sempurna pertanyaanku, Anna menundukkan kepalanya menatap jari jemarinya yang saling menyilang.
Wajahnya sendu dan senyumnya seketika menghilang.
Apa dia sudah mengerti apa yang akan aku tanyakan padanya?
“Aku yang harusnya minta maaf sama kamu, Mas. Kamu memang bukan laki-laki yang pertama....”
Jreng....Jreng....!
Seketika benakku terasa panas mendidih dan jantungku seperti hendak loncat keluar dari tempatnya.
“Siapa yang pertama?” Walaupun tak suka namun hal ini wajib sekali aku tanyakan.
“Manager pertama ku. Aku tak suka menyebut namanya,“ jawabnya menggantung rasa penasaranku yang tak tuntas.
“Kamu menikah sama dia?”
Anna menggeleng lemah. ”Gak, Mas. Aku menyerahkan keperawananku sebagai imbalan untuknya karena dia berhasil mendapatkan kontrak iklan pertama untuk aku. Dari situlah awal karir ku sebagai model,” kisahnya dengan suara lirih.
Aku menarik nafasku dan menghelanya berat.
Berat. Sangat berat ku mendengar pengakuan Anna.
Hanya demi sebuah kontrak pekerjaan dia rela melepas sesuatu yang berharga miliknya pada pria lain yang tega memanfaatkan ambisinya.
Jika dia melakukannya atas dasar cinta mungkin aku bisa memahami. Tapi ini cuma karena sebuah kontrak iklan? Alasan yang sangat materialistis.
“Lalu dengan siapa lagi?” Entah kenapa aku ingin tahu jawaban atas pertanyaanku ini.
Ada keyakinan yang tiba-tiba datang menghampiri hatiku bahwa ada lagi pria lain yang menjamahnya selain manager pertamanya itu, pastinya sebelum aku.
Anna mengangkat wajahnya dan menoleh padaku dengan sorot mata redup, lalu mengangguk lemah.
“Pemilik perusahaan produk underwear,” jawabnya singkat namun lebih menohok hatiku lagi.
“Untuk sebuah kontrak juga?”
Anna hanya mengangguk, namun cukup bagi ku menjawab pertanyaanku itu. Lagi-lagi karena alasan materialistis.
Aku menggaruk kepalaku yang sama sekali tak terasa gatal. Kenapa tiba-tiba rasa jengah menghampiri diriku sekarang. Di saat yang seharusnya aku menikmati penyatuan cinta kami, namun justru kenyataan pahit yang aku terima.
“Kapan itu terjadi?”
Anna terdiam. Dia hanya menatapku. Tampak olehku di kedua sudut matanya tergantung genangan air bening yang siap bergulir dipipinya.
“Kapan, Anna? Aku berhak tau.” desakku tak sabar.
“Yang pertama sekitar empat tahun yang lalu. Dan yang kedua setahun setelahnya.”
“Selama kita pacaran, apa ada lagi?” Sepertinya tak henti-hentinya rasa penasaran itu menggelayuti benakku.
Walaupun setiap jawabannya sangat melukai ku. Wajar 'kan aku tanyakan sedemikian jauh tentang hal itu?
“Gak, Mas. Selama dua tahun aku berhubungan sama kamu, aku benar-benar berusaha untuk setia. Dan tak tergoda untuk melakukan itu dengan siapapun. Aku cuma menunggu kamu.” akunya kemudian.
Anna meraih tanganku dan menggenggam jemariku. Dia remas jemariku dengan lembut dan membawanya ke dadanya.
“Aku cinta sama kamu sejak pertama kali kita ketemu, Mas. Karena itu aku yang nembak kamu duluan, kan. Karena aku emang benar-benar pengen serius sama kamu,” tuturnya lagi dengan nada penuh permohonan yang kudengar.
Benar saja, buliran air mata itu akhirnya tumpah juga membasahi pipinya. Aku tatap wajahnya yang kembali tertunduk, bersama tanganku yang masih di dekapnya erat.
Aku memang bukan orang suci, bukan laki-laki yang sempurna. Aku seorang laki-laki yang mungkin jauh dari kata 'Baik'.
Tapi wajar 'kan jika aku merasa kecewa mendapati kenyataan bahwa aku bukanlah laki-laki pertama yang meruntuhkan benteng dara dari wanita yang aku cintai.
Apa aku terlalu naif?
Terlalu kolot?
Terlalu bodoh?
Seharusnya sejak awal aku bisa membaca gelagatnya ketika setiap kali Anna merengek padaku untuk berhubungan badan dengannya.
Dan seharusnya aku sadar dan paham bahwa hal itu adalah hal yang lumrah untuk seorang Anna dengan pekerjaan yang dimilikinya.
Namun aku selalu menampik kesadaranku itu karena alasan kepercayaan dan cinta.
Ya, aku ternyata sangat naif dan bodoh untuk urusan yang satu itu.
Ibu, aku jadi teringat semua ucapan Ibu. Betapa Ibu sangat tidak menyukai profesi Anna dan menentang keinginanku untuk menikahinya.
Dan ternyata Ibu benar. Apa yang dikatakan ibu tidak meleset sedikitpun. Aku jadi merasa sangat berdosa pada Ibu. Maafkan anakmu yang tak patuh ini, Bu.
Tapi kini apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang bagaimana aku harus mengolah bubur itu menjadi bubur yang enak untuk di makan.
Aku sudah menikahi Anna, walaupun hanya pernikahan siri, tapi aku sudah terikat dengannya secara agama. Aku harus menjalani pernikahan ini dengan sebaik-baiknya, dan berusaha menerima Anna sepaket dengan masa lalunya. Karena aku cinta.
Perlahan ku tarik tanganku dari genggamannya. Bola matanya semakin mendung menatap wajahku. Ada ketakutan di sana. Namun aku hapus ketakutan di matanya dengan sebuah kecupan lembut di keningnya. Lama dan dalam.
“Maapin aku, Mas. Aku pasti berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu. Aku gak akan bikin kamu menyesal menikahi aku,” tekadnya pada ku setelah aku sudahi kecupanku dan menatap wajahnya yang tampak sungguh-sungguh ketika dia mengatakan itu.
“Ya sudah. Aku cukup tau aja. Aku gak akan permasalahkan soal masa lalu kamu. Setiap orang pasti punya masa lalu, kan?” ujarku berusaha bijak untuk menenangkan hatinya, dan tentunya hatiku juga yang sejujurnya masih terselip rasa kecewa.
Anna mengangguk lalu menghambur memelukku erat dan menumpahkan air matanya di dadaku.
Ya, aku harus menerima masa lalunya dengan lapang dada. Seperti saat aku harus menerima dengan ikhlas tanggung jawab yang diserahkan oleh Papa Andri dan Mama Freya untuk menyelamatkan nama baik keluarga dengan menikahi Danisha.
Danisha? Lagi apa anak itu sekarang? Kenapa tiba-tiba bayangan wajah centil Sha menari-nari dibenakku?
Drrrrttt.....Drrrrrtttt....Drrrttttt.....
Terdengar getaran gawaiku di atas meja samping ranjang ku. Ku lepas perlahan kedua lengan Anna yang melingkar di leherku.
“Maaf, Ann. Aku terima telepon dulu. Mungkin dari Alex.” permisi ku pada Anna yang di jawab dengan anggukan.
Ku raih gawaiku yang belum berhenti bergetar. Ku tengok layarnya, terpampang nama dan wajah ceria Danisha di sana.
Bergegas aku kenakan boxer ku dan melangkah sedikit menjauh dari Anna yang ku lihat kembali merebahkan dirinya di ranjang.
Haiiii..... Jumpa lagi di novel kedua Othor ini.
Jangan lupa untuk Like, Vote, Favorite.
Dan untuk kritik dan saran silahkan di komen ya.
**Happy Reading. **
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Yessyka June
dah lah satuin sha dan satria....
putusin anna nyaaaa🥺🙄
2021-05-29
0
r1z4 y
kan wes dielingno toh "jgn dtrima bila segel rusak"..🤔😀
2021-04-07
1
Laras Kasih
haha emang bang sat itu terlalu naif jd orang, aq aja sll feeling kalo model pasti ada 'imbalan setiap ada barang' 😎😋😋
hahahyy jadi org ke 3 😂😂😂
2021-01-13
2