POV Author
Bu Asih tersenyum puas dan menghela nafasnya lega setiap kali selesai membereskan kamar tidur Danisha.
Menurut asisten rumah tangga yang sudah mengabdikan diri pada keluarga Bapak Andri Putera Bintang selama lima belas tahun itu, merapikan kamar tidur Danisha adalah bagian yang paling menguras tenaganya.
Bu Asih sering berseloroh pada sesama asisten rumah tangga lain yang juga bekerja di rumah itu. Jika ada kompetisi untuk kategori kamar paling berantakan di dunia, kemungkinan besar Danisha adalah pemenangnya.
Terlebih lagi kamar mandinya, Bu asih pasti mengawalinya dengan berdoa semoga di beri kekuatan fisik untuk membereskan kamar mandi Danisha.
Seperti saat ini, Bu asih geleng-geleng kepala ketika membuka pintunya, Terpampang pakaian-pakaian kotor yang berserakan di lantai, alat-alat mandi yang berserakan tidak lagi pada tempatnya dan tumpahan cairan shampo dan sabun yang membuat Bu Asih sering terpeleset ketika memasukinya.
Satu persatu dipungutnya pakaian kotor yang berceceran itu lalu dimasukannya ke dalam keranjang khusus baju kotor.
Diwarnai decakan sebal, Bu Asih merapikan alat-alat mandi Danisha dan di letakkan di tempat yang sebagaimana mestinya.
Tiba-tiba matanya tertuju pada benda pipih berwarna putih yang tergeletak di samping bathtub. Dipungutnya perlahan lalu di teliti nya lamat-lamat benda itu.
“Astaghfirullah.... “
Seketika benda itu terjatuh dari tangan Bu asih. Wanita empat puluh tahun itu terkejut bukan main ketika menyadari itu adalah alat penguji kehamilan, terlebih lagi dengan dua garis merah yang tertera di kolom indikatornya.
“Punya siapa ya?” gumam nya seraya memungut kembali testpack yang terjatuh tadi.
“Apa punya si non? Ah, gak mungkin. Pasti punya Bu Freya ni? Dia mau ngasih adek untuk Non Sha kali,” terka nya.
“Asiiiihhhh.....! Sihhhh....!” teriakan Bu Freya dari depan pintu kamar Danisha memanggil namanya membuyarkan lamunannya.
“Ya Buuuuu....” Bu Asih tersentak kaget, lalu bergegas keluar dari kamar mandi Danisha dan masih dengan menenteng Testpack di tangannya.
“Sih, tolong nanti rapihin ruang kerja saya ya, dan jangan lupa semuanya di lap yang bersih jangan sampe ada debu sedikitpun. Saya alergi,“ perintah Bu Freya sembari memasangkan anting jepit ke ujung telinganya.
“I---Iya, Bu.” jawab Bu Asih gugup.
Bu Freya melihat kegugupan di wajah Bu Asih. Lalu beralih pada benda pipih putih di tangan asisten rumah tangga nya itu.
“Apa itu, Sih?” lekas di rebutnya testpack itu dari tangan Bu Asih.
Seketika kelopak mata cantik milik Bu Freya terbelalak lebar. Bibirnya yang merah merona menganga bulat sempurna setelah mengamati benda itu.
“Ya Tuhan, Positif? Kamu hamil lagi, Sih? Aiiiihhh Selamat ya, Sih. Akhirnya cita-cita kamu mau punya anak lima terkabul juga. Tenaaaang, nanti saya kasih hadiah dan bonus yang besar untuk kelahiran anak kamu, oke,“ cerocos Bu Freya dengan wajahnya yang full sumringah.
“Bu___Bu___Bukan punya saya, Bu,” sela Bu Asih tergagap setelah dirasanya mendapat kesempatan untuk bicara seraya menunjuk testpack di tangan Bu Freya.
“Testpack ini bukan punya kamu?“
“Bu___Bukan, Bu. Saya dapet itu dari kamar mandi Non Sha.”
“APA????” seketika raut wajah Bu Freya berubah. Keningnya berkerut turun dengan kedua alisnya bertautan tegang.
“I___Iya Bu. Saya kirain itu punya Ibu.”
Tiba-tiba tubuh Bu Freya meluruh lunglai jatuh terduduk di lantai.
Dengan sorot mata kosong wanita itu menatap testpack yang masih di genggamnya. Hatinya terus berusaha menepis dugaan buruk yang muncul di benaknya.
“Bu?“ panggil Bu Asih gugup.
Dia khawatir melihat nyonya besar nya duduk terkulai di lantai yang beralaskan karpet tebal itu dengan sekujur tubuh yang gemetaran.
“Sih, ambilin telepon itu,“ perintah Bu Freya dengan suara lemah menunjuk dengan dagunya pada pesawat telepon di meja nakas samping ranjang Danisha.
Tanpa menunggu perintah dua kali Bu Asih bergegas mengambilkan apa yang diminta majikannya itu.
Dengan jemarinya yang lemah, Bu Freya menekan nomor telepon yang sangat dia hapal. Lalu menempelkan gagang telepon itu ke telinganya dan menunggu sambutan dari seberang.
“Halo?” Suara berat Pak Andri terdengar dari ujung sambungan telepon.
“Pah ___“ sahut Bu Freya dengan suara yang lemah.
“Mah? Kenapa? Kok loyo gitu suaranya? Kamu sakit? Ke dokter lah. Makanya jangan diet-diet mulu 'kan jadi sakit begitu deh. Tapi aku gak sempet anterin ke dokter, kamu aja ya sendiri. Kerjaan aku masih banyak banget nih. Asisten ku juga gak masuk lagi hari ini,“ cerocos Pak Andri tanpa memberi jeda.
“Pah, kamu harus pulang sekarang, Pah. Penting. Ini darurat.” potong Bu Freya kemudian.
“Hah? Ada apa, Mah? Darurat apa?”
“Pokoknya kamu harus pulang. SEKARANG!” Suara Bu Freya mulai meninggi dan bergetar menahan emosinya.
“O___ Oke, Oke. Aku pulang sekarang.“
*****
Pak Andri terkulai lemas terduduk di sofa. Lidah nya kelu tak sanggup berkata-kata ketika di beritahu oleh istrinya perihal hasil testpack yang di temukan di kamar mandi putri tunggalnya, Danisha.
Dengan sorot mata penuh amarah dia menatap tespack yang di sodorkan istrinya ke hadapannya.
“Semoga ini bukan punya dia, Mah,” desisnya lirih.
Tak berbeda dengan istrinya, dia mencoba menepis segala dugaan buruk yang hinggap di benaknya.
“Iya Pah, semoga aja begitu. Tapi tolong nanti papa bicara baik-baik sama Sha. Jangan di omelin. Mama takut dia kabur. Janji ya Pa?” pinta Bu Freya seraya mengusap bahu kokoh suaminya.
Pak Andri mengangguk lemah dengan pandangan tertunduk ke lantai. “Iya, aku janji gak akan omelin Sha. Tenang aja kamu, Mah.”
Tak lama, anak gadis yang ditunggu- tunggu itu pun pulang.
Begitu memasuki ruang keluarga wajah Danisha mendadak memucat seketika mendapati kedua orang tua nya yang duduk terpaku persis menghadap ke arahnya.
Dia menelan salivanya dengan susah payah. Tenggorokannya rasa tercekat hebat. Bola matanya bergerak-gerak bergantian menatap keduanya.
Perlahan langkah Danisha menghampiri tempat kedua orang tuanya yang masih lekat menatapnya. Kian dekat kian tampak kilatan kemurkaan di wajah keduanya. Danisha makin bergidik melihat raut angker mama dan papanya itu.
“Pa? Ma?” panggil Danisha pelan.
“Duduk, Sha!” perintah Pak Andri lekas. Sorot matanya tajam menatap wajah cantik putri nya itu.
Danisha menurut, dia henyakkan dirinya persis disamping papanya itu.
“Ini punya siapa?”
Tiba-tiba Pak Andri bangkit dari duduknya menghadapi Danisha, seraya menyodorkan tespack yang di laporkan istrinya tadi ke hadapan Danisha.
Wajah Danisha seketika memutih, pucat pasi seperti tanpa darah yang mengalir ke setiap pembuluh di wajahnya .
Jantungnya berdegub kencang, tangannya bergetar hebat, hingga tak terasa kunci mobil yang di pegangnya pun terjatuh ke lantai.
Lidah nya seketika kelu, hanya bola matanya yang membelalak panik menatap alat uji kehamilan miliknya yang kini ada di genggaman papanya.
Apa yang dikhawatirkannya tadi siang bersama Viona ternyata terbukti. Alat itu diketemukan Bu Asih dan kini menjadi barang bukti persidangan untuknya dihadapan kedua orang tuanya.
“Jawab, Sha.” Suara Pak Andri masih datar meminta penjelasan Danisha.
“Punya kamu?“ tanya nya lagi.
Merasa tak ada celah lagi untuk mengelak akhirnya Danisha mengangguk. Walaupun pelan namun terlihat jelas. Dan itu menjadi jawaban yang cukup menyentakkan bagi Pak Andri dan Bu Freya.
Plaaaakkkk....!!!!
Tamparan yang sangat keras dari telapak tangan Pak Andri mendarat di pipi mulus Danisha.
“Pah...!” cegah Bu Freya yang terkejut menyaksikan perlakuan suaminya terhadap putri kesayangannya itu.
Telapak tangan Pak Andri kembali terangkat bersiap-siap mendaratkannya sekali lagi ke pipi Danisha.
“Jangan, Pah....!” Bu Freya menahan lengan kokoh Pak andri yang sudah menegang.
“Lepasin, Mah. Biar tau rasa ini anak. KURANG AJAR!!!"
“Jangan, Pah. Please. Tadi papa janji gak akan omelin Sha,” mohon Bu Freya.
Air mata nya pun menetes beberapa bulir di pipinya.
“Iya, aku gak ngomel kok. Liat kan?”
“Ngomel sih gak, tapi nampar iya. Podo wae, Pah,” protes Bu Freya di sela isaknya.
Bu Freya berlutut dengan bertumpu pada kedua lututnya dihadapan Danisha. Ditangkupnya wajah Danisha yang tertunduk di depannya. Perlahan dia mengangkatnya. Tampak jelas bekas gambar telapak tangan suaminya yang memerah di pipi putrinya itu.
Air mata Danisha pun sudah merebak mengucur deras dari sudut matanya. Isaknya terdengar walaupun pelan tapi sangat memilukan.
Dengan lembut jemari Bu Freya menghapus air mata putri cantiknya itu.
“Siapa laki-laki itu, Sha?” tanya Bu Freya pelan seraya menatap wajah Danisha dengan kilau maniknya yang meredup sayu.
Danisha memberanikan diri menatap wajah Bu Freya, mamanya. Dia benar-benar tak kuat menatap wajah sendu wanita yang telah menghadirkan dirinya ke dunia ini.
Sejenak dia ragu mengatakannya terlebih kenyataan yang dia dapat hari ini sangat menyakitkan. Keberadaan Freddy tak tau lagi dimana rimbanya.
“Siapa, Sayang? Bilang sama mama. Kita harus bicara sama dia,” desak Bu Freya lagi.
Danisha menarik nafas nya dan menghelanya lagi dengan berat di tengah isaknya yang masih lirih terdengar.
“Pacar Sha, Mah.” Akhirnya Danisha buka suara.
“Iya pastinya pacar kamu laki-laki, kan. Tapi Siapa orangnya? Siapa namanya? dan dimana tinggalnya. Itu yang harus papa dan mama tau, Sha.” Pak Andri menyahut dengan suara menggelegar.
Nyali Danisha kian menciut menghadapi kemarahan papanya itu.
“Namanya Freddy, Pah. Tadinya Dia kerja di hotel Ritz Ocean dan tinggal di apartement Horison Park___”
“Tadinya? Maksud kamu apa dengan kata ‘tadinya’?” selidik Pak Andri memotong kalimat Danisha.
Danisha kembali tertunduk takut. Dia tahu kemana arah pertanyaan papanya itu.
“Freddy sudah resign dari kantornya dan sudah pindah juga dari apartement itu tiga hari lalu. Sha gak tau kemana pindahnya. Alamat keluarganya pun Sha gak tau. Seharian ini Sha cari dia, Pa,” tutur Danisha pelan masih dengan wajah tertunduk dan berlinang air mata.
“Jadi laki-laki itu menghilang setelah menghamili kamu?” Giliran Bu Freya yang menginterogasinya.
Danisha menjawab dengan mengangguk lemah.
“Errrrgghhhh !!!! B4JING4N...!!!.” Teriak Pak Andri karena geram yang tak terbendung lagi
Dan .... Praankkkk !!!
Meja kaca di hadapannya menjadi sasaran amukannya. Permukaannya pecah dan hancur dihajar oleh kepalan tangan pria setengah baya itu. Darah segar pun mengucur dari sela-sela buku-buku jemarinya.
Bu Freya mendekap tubuh Danisha erat dan membenamkan kepala putrinya itu ke dadanya. Dia takut berikutnya adalah Danisha yang menjadi sasaran hantaman suaminya yang sedang kalap itu.
Pak Andri menghempaskan tubuhnya ke atas sofa di seberang kedua wanita tercintanya yang saling berdekapan. Dan menjatuhkan wajahnya tertunduk lemah. Bahunya terguncang hebat. Isak lirihnya terdengar sampai ke telinga Bu Freya dan Danisha.
Kedua Ibu anak itupun mengurai pelukan mereka dan menatap sang kepala keluarga yang tenggelam dalam tangisnya.
Pak Andri Putera Bintang, seorang pengusaha sukses, kaya raya, gagah dan namanya patut di sejajarkan dengan para pengusaha berkaliber top level di negara ini. Kini hanya tertunduk layu meratapi kegagalannya dalam mendidik putri tunggalnya, Danisha.
Menyesali perhatiannya yang tak pernah dia berikan sepenuhnya untuk Danisha dan menyesali waktu yang hanya dia gunakan untuk mengejar dunia.
Namun kini penyesalan itu tak ada artinya lagi. Sia-sia dan percuma.
Putri tunggalnya telah mengoyak kehormatannya, merusak nama besar keluarganya dan meruntuhkan harga dirinya sebagai kepala keluarga.
Pria bertubuh tinggi kekar itu bangkit dari duduknya. Perlahan mendekat menghampiri kedua wanita tercintanya.
Dengan gontai dia menjatuhkan diri, berjongkok dengan bertumpu pada kedua lututnya di hadapan istri dan putrinya. Lalu merentangkan kedua tangannya dan meraih tubuh dua wanitanya dan memeluk mereka dengan erat.
Danisha dan Bu Freya pun menyambut pelukan Pak Andri. Ketiganya menangis menumpahkan segala rasa sesal yang menghimpit hati mereka.
“Maapin Sha ya, Pa, Ma. Sha udah merusak nama baik keluarga. Sha anak durhaka. Sha rela menerima apapun hukuman dari papa dan mama,” lirih Danisha di sela isaknya yang masih tersisa.
“Maapin Papa juga, Sha. Kita akan hadapi masalah ini sama-sama. Nanti Papa pikirkan jalan keluar yang terbaik untuk kamu. Ya, Sayang,” ucap Pak Andri lirih di telinga Danisha.
Pak andri menggeleng lemah seraya mengusap lembut punggung Danisha dan Bu Freya berusaha menyurutkan isaknya sambil membelai rambut putri tercintanya.
Haiiii, Readers....Happy Reading.
Jangan lupa, like, vote, komeng nya yah...
semangat nge-gasss....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Widia Aja
Eh, kok mengandung bawang...🥺😭
2023-02-23
0
Laras Kasih
lihat papa andri nangis jadi ikut2 an kan 😭
2021-01-12
4
Marta
masih nyimak
2020-11-13
2