POV DANISHA
Kini aku berdiri tepat di muka pintu apartement Freddy. Sejenak ku tatap lama pintu besar berwarna silver itu. Tanpa ragu ku pencet kenop bell yang berada di sampingnya. Namun sepertinya tak ada tanda-tanda pergerakan dari pintu itu.
Ku lirik jam tangan sporty di pergelangan tanganku. Masih jam delapan lewat lima belas menit. Pikirku, Freddy belum berangkat ke tempat kerjanya.
Ku pencet bell itu lagi lebih lama. Dan kali ini terdengar suara kunci dibuka. Yes, dia masih ada. Daun pintu terkuak, Dan....Sesosok wanita dewasa yang sangat cantik berbalut dress biru sebatas lutut dengan rambut terurai indah di kedua bahunya tampil di balik pintu yang hanya terkuak setengahnya.
Aku terkejut dan terkesima menatapnya. Tanda tanya beserta prasangka buruk seketika melingkupi benakku. Seorang wanita cantik berada di dalam apartement Freddy?
“Cari siapa ya?” sapa wanita itu dengan ramah.
“Eh, Tante ini siapa?” Aku balik bertanya dengan Tatapan ku yang penuh curiga padanya.
“Saya pemilik apartement ini,” jawab nya.
Aku memicingkan mata ku menatapnya dengan segudang rasa tak percaya.
“Loh, Ini apartement Freddy, kan?“ bantahku lekas.
Wanita cantik itu malah tersenyum padaku, dan membulatkan bibir merahnya seraya mengangguk samar.
“Sayaaang, sini sebentar....” panggil nya kemudian pada seseorang di dalam unitnya.
Sayang? Dia memanggil sebutan mesra itu pada seseorang di dalam sana. Apa ini? Apa jangan-jangan Freddy yang dia panggil itu. Dada ku rasa bergemuruh karena curiga ku mulai merasuki benakku.
Tiba-tiba pintu dihadapan ku terkuak lebih lebar. Dan tampak seorang laki-laki yang cukup berusia dewasa berdiri tepat di samping wanita cantik itu. Ah, Lega...Ternyata bukan Freddy.
“Ada apa?” tanyanya pada wanita itu.
“Ini loh, adek ini nanyain Freddy.”
Pria dewasa itu menoleh padaku dan menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala ku.
“Freddy?“ tanya nya pada ku.
Aku mengangguk cepat. Tak sabar menunggu jawaban dari dua orang dewasa ini.
“Freddy sudah gak tinggal disini lagi, Dek. Dia sudah pindah. Apartemen ini punya saya. Selama ini dia menyewa,“ beritahu pria itu kemudian dengan nada suara nya yang ramah dan santun.
Aku terperangah mendengarnya.
“Pindah? Dari kapan, Om?” tanyaku di sela kebingunganku.
“Tiga hari yang lalu. Dia gak lanjutkan sewa nya lagi.”
Tiga hari lalu?
Tiga hari lalu aku bertemu Fredy di coffe shop dekat kampus ku. Seperti biasa sikapnya hangat dan mesra padaku. Bahkan Freddy ingin mengajakku ke apartement ini untuk bercinta lagi, namun aku menolak karena tiba-tiba Papa meneleponku dan memintaku untuk datang ke kantornya saat itu juga untuk makan siang bersama.
Tapi selama bersamanya saat itu, sedikitpun Freddy tak pernah menyinggung mengenai kepindahannya dari apartement ini. Tapi sekarang, dia pergi tanpa pesan. Ada apa ini?
"Maaf, Om. Apa Freddy bilang pindah kemana?" tanyaku penasaran.
"Tidak bilang apa-apa, Dek. Dia cuma titip key card nya pada reseptionis di lobby dan kirim pesan WA ke saya bahwa dia tak lanjutkan sewa, begitu aja dan tak ada pesan lainnya," jawab pria itu lagi dengan lugas.
Aku terdiam seketika, darah ku mengalir deras menuju ke batang otak ku. Emosi ku menanjak cepat hingga ke ubun -ubun kepalaku.
“Baik, permisi.“ Hanya itu yang bisa aku ucapkan pada kedua orang di hadapanku. Lalu ku balikkan badan ku cepat dan setengah berlari menyusuri lorong apartement itu menuju jajaran kamar lift.
Aku bersandar pada dinding dan membiarkan tubuhku merosot terduduk dengan lutut terlipat di depan dada.
“Freddy.... Kamu sengaja menghindar dari aku? Sialan!” Amarah ku bergejolak. Kalau saja bukan di tempat umum pasti sudah ku tendang tempat sampah di seberang ku untuk meluapkan kekesalanku ini.
Ku rogoh Iphone ku dari saku belakang celana jeans ku. Ku cari nama ‘my Love’ di daftar kontak ku dan ku geser logo dialling.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.” Hanya suara mesin operator dari provider yang ku dengar. Dua-tiga kali ku ulangi lagi, masih suara itu yang menjawab.
Ku putuskan untuk menghubungi Viona. Nama sahabat ku itu yang kucari di layar Iphone ku.
“Halo, Sha....” suara cempreng Viona dari ujung sambungan telepon menyambutku riang seperti biasanya.
Tiba-tiba air mata ku tak terbendung lagi. Tangis ku pun pecah dengan raungan yang tertahan.
“Sha? Wooyy, lo kenapa cekikikan? Kesambet?" Viona benar-benar tak tahu waktu untuk mencandai aku. Cewek ber otak setengah ons itu masa tak bisa membedakan antara suara isak dengan suara tawa ku. Kebangetan.
“Vi, gue lagi nangis Vi, bukan cekikikan. Lo jangan gila, dong. Please,” ucapku ditengah isak tangis ku yang masih tertahan agar tak menggema di sekitar ruangan yang sepi ini.
“Hah? Kenapa lo nangis? Tumben. Ternyata bisa nangis juga lo. Itu yang keluar air mata apa duit gobanan, Sha?” Masih tanpa perasaaan cewek gila itu mencandaiku.
“Vi, serius Vi. Gue lagi di apartement Freddy sekarang. Cowok kampret itu udah pindah, Vi. Hikkksss....Hiikkss....”
Tak terdengar suara cempreng Viona, hanya hembusan nafasnya yang terdengar jelas di telingaku.
“Ya udah deh, gue ke sana nyusul lo. Tunggu di lobby ya, Sha."
Seketika Viona mematikan sambungan teleponnya. Aku hanya mengangguk seraya mengusap kasar pipi ku yang sudah basah oleh air mata.
Aku bangkit dari duduk ku lalu melangkah memasuki kamar lift yang kebetulan terbuka persis di hadapan ku.
Aku menuruti permintaan Viona untuk menunggunya di Lobby apartement ini. Masih dengan suasana hati yang berkecamuk hebat, aku henyakkan diriku yang serasa tak bertulang lagi di sofa bulat yang tersedia di bagian samping Lobby yang cukup luas ini.
Menunggu tak lebih dari dua puluh menit, tampak Viona setengah berlari menghampiri tempat ku.
“Sha? Ada apa, Sha?” tatapan Viona serius meneliti wajah ku yang sembab. Tampak sekali sahabatku ini begitu panik melihat keadaan ku. Lalu menempatkan dirinya persis di sebelah ku.
“Freddy, Vi. Si kampret itu pindah gak bilang-bilang sama gue.“
Viona menghela nafasnya namun yang terdengar helaan nafas lega seraya mengerucutkan bibir tipisnya.
“Gue kirain ada apa. Freddy pindah apartement aja lo sampe nangis gini. Ya udah sih, kita tanyain Mas Vicky aja. Dia kan temen kerjanya Freddy, pasti dia tau kemana si kampret itu pindah.“
Iiih, dasar cewek gila. Begitu tenangnya dia bicara. Kalau tak ada sesuatu yang serius untuk apa aku menangis begini.
‘Lo belom tau aja, Vi. Kenapa gue nangis bombay begini.’ ucapku dalam hati.
“Sebentar gue telpon kakak gue, ya,“ ucap Viona lagi seraya menepuk-nepuk bahu ku berusaha memberi ketenangan padaku.
Aku perhatikan Viona mengeluarkan Iphone nya dari dalam tas tangannya lalu mencari nomor kontak Mas Vicky untuk menghubunginya.
Mas Vicky adalah kakak satu-satunya Viona yang bekerja di hotel yang sama dengan Freddy, walaupun berbeda divisi. Perkenalan ku dengan Freddy juga ada andil besar dari Mas Vicky ketika aku diundang ke acara pesta ulang tahunnya.
“Halo Mas Vicky? Ma___“
Tak sabar, aku langsung menyambar batangan Iphone dari tangan Viona.
“Halo Mas Vicky, ini Sha. Mas, aku sekarang lagi di apartement Fredy ternyata dia udah pindah. Apa Mas Vicky tau dia pindah kemana?"
“Sha, maaf aku gak tau Freddy pindah kemana. Hari ini pun aku baru denger kabar dari direktur ku kalo Freddy sudah resign tiga hari lalu. Dan gak ada yang tau Freddy pindah kerja kemana.”
“HAH? Resign?“ Seketika tubuhku serasa Bagai tersambar petir berkekuatan ratusan juta volt. Saraf otak ku serasa mati, aliran darahku serasa terhenti, dan jantungku serasa tak berfungsi lagi.
Tanpa sadar Iphone milik Viona yang ku genggam terjatuh ke lantai.
“Wooooy Sha. Kalo pecah gantiin sama tipe terbaru Loh ya!" teriakan Viona hanya sayup-sayup yang mampu ku dengar. Walaupun suara cemprengnya berbunyi tepat di samping telingaku. Yang ku tampak dari ekor mataku Viona menunduk memungut Iphone nya yang terlentang di lantai.
Seketika tangisku pun kembali pecah. Air mata ku merebak kembali, kali ini lebih deras dan raunganku tak tertahankan lagi. Aku tutup wajah ku dengan kedua telapak tangan ku.
“Sha? Sha? Kok heboh banget sih nangisnya. Ya ampun, Sha. Ada apa sih?” Viona mengguncang-guncangkan bahuku pelan. Kali ini suaranya terdengar lebih serius dan perhatian.
Viona membawa tubuh ku ke dalam pelukannya. Dan mengusap-usap punggungku dengan lembut.
“Ada apa, Sha? Cerita sama gue, dong. Gue bingung nih. Lo gak pernah pernah kayak gini.“
Masih didalam pelukan Viona, aku menarik tangan Viona dan menempelkan telapak tangannya pada perutku. Viona mendorong bahu ku perlahan meminta jarak untuk menatap wajah ku.
“Sha? Kenapa? Lo laper?” tanya nya dengan raut wajah khawatir menoleh ke arah tangannya yang ku tempel di perutku.
“Ck....Vi\, gue___positif.”
Viona makin membelalakan kelopak matanya lebih lebar menatapku tajam seolah tak percaya dengan ucapanku.
“Lo hamdun, Sha?” tanyanya meminta kepastian ku.
Aku hanya mengangguk sambil menatap nya dengan bola mata ku yang sudah banjir air mata.
“Astaghfirullah....Serius, Sha?“
Kembali aku mengangguk lemah.
“Gara-gara si kampret Freddy?”
Aku mengangguk lagi.
“Lo yakin hamdun? Udah cek ke dokter belum?”
“Kayaknya sih iya, Vi. Mens gue udah telat dua minggu. Dan tadi pagi gue testpack hasilnya garis dua,” jawab ku lirih di sela tangisku yang mulai mereda. Viona meraih jemari tanganku dan mengelus nya lembut.
“Lo bawa test pack nya, kan? Ayo kita ke dokter sekarang, gue anter.”
Testpack ku? Ya Tuhan....
Ingatan ku kembali pada Testpack yang tergeletak di lantai kamar mandi di dalam kamar ku. Dan aku yakin benda itu masih di sana saat ini.
“Mati gue, Vi. Ketinggalan di kamar mandi.”
“Ah, b3go banget sih Lo, Sha. Ntar kalo ada yang nemuin gimana?”
Seketika wajahku memucat, tanganku gemetar, aku ketakutan. Membayangkan Bu Asih asisten rumah tanggaku yang rutin membereskan kamarku dan menemukan itu
lalu mengadu pada Mama dan Papa.
“Ohhh My God...!!!!!” Tanpa sadar aku berteriak, hingga menggema ke seantero Lobby apartement ini. Beberapa pasang mata yang melintas di sekitar kami menoleh pada ku kaget dan bingung.
Viona lekas mendekap ku kembali ke dalam pelukannya. Aku menangis sejadi-jadinya di bahunya.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Happy Reading Gaesss....
jangan lupa like, favorit, vote, komen nya yah
lanjutttt....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Siti Fajar Herlina
Lanjut... ya
2022-01-30
1
Heni Sumiyang
pelajaran ya jangan sampai memberikan sesuatu yang paling berharga buat para gadis dengan alasan atas dasar cinta, yang ujung-ujungnya merugikan perempuan itu sendiri kalau sudah begini kan bingung. Reminder good Thor. Ambil hikmahnya dari cerita ini.
2021-04-21
2
Laras Kasih
duhhh..gak tau deh gmn rasanya hamidun diluar nikah trs si cowonya ngilang, auto semaput 7 minggu 😆😆😆
2021-01-12
3