POV SATRIA
Dua minggu setelah pertemuanku dengan Danisha dan membuat satu kesepakatan dengannya, sekarang disinilah aku berada.
Di sebuah lounge hotel mewah yang khusus di sewa oleh Bapak Andri Putera Bintang, yang disulap dengan sangat cantik dan elegant sebagai tempat akad nikahku dengan putri tunggalnya, Danisha.
Dengan mengenakan setelan beskap putih lengkap dengan kopiah warna senada, aku duduk di hadapan bapak penghulu, menunggu calon mempelai wanitaku.
Jika di tanya bagaimana perasaanku. Aku gugup. Ya, sangat gugup. Karena ini pengalaman pertama untukku.
Terlebih di bawah tatapan puluhan pasang mata yang menjadi saksi pelepasan status bujanganku hari ini, membuat tanganku terasa gemetar dan keringat dingin mengucur deras di sisi kening dan leher belakangku.
Apa aku bahagia seperti pengantin-pengantin lain?
Boleh ku jawab?
Tentu tidak.
Mungkin jika calon mempelai yang aku tunggu sekarang adalah Anna, pasti aku bahagia saat ini.
Aku lirik sekilas ke arah Ibu yang duduk di kursi yang berada beberapa meter di samping kananku, tampak Ibu melemparkan senyum manisnya padaku.
Aku tak berdaya melihat senyum Ibu yang mampu merubah hatiku yang sekeras batu bisa jadi selembut mentega.
Ibu, wanita yang paling aku sayang. Ibu yang selalu memberiku kekuatan sekaligus ketenangan. Dan karena Ibu jugalah salah satu alasan aku akhirnya bersedia duduk di sini.
Sejak kecil Ibu selalu berpesan padaku untuk menjadi anak yang tahu berterima kasih, tahu berbalas budi, dan jangan sekalipun melupakan kebaikan seseorang, walaupun kebaikan itu hanya sekedar menyingkirkan duri yang menghalangi perjalananku.
Begitulah pesan Ibu yang selalu terngiang-ngiang di telingaku hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengabulkan permintaan ayah angkatku.
Suasana seketika hening. Alunan dentingan piano dari sang pianist di ujung ruangan berubah menjadi alunan yang sendu mendayu -dayu.
Semua yang hadir berdiri dan menoleh ke arah pintu. Aku ikut berdiri dan ikut menoleh ke arah yang sama.
Seperti terhipnotis, semua mata tertuju pada Danisha di sana. Bergeming dan terpaku menatap kagum padanya. Sejujurnya, termasuk aku.
Adik angkatku ini memang sangat cantik. Terlebih saat ini dengan kebaya modernnya yang berkerah rendah menampakkan leher jenjang dan bahu putih mulusnya.
Diapit papa dan mamanya, Danisha melangkah dengan anggun menuju tempatku.
Danisha di bimbing mama Freya menempatkan dirinya persis di sebelah ku. Dan Papa Andri duduk di seberang ku, untuk menjadi wali nikah bagi putrinya.
Sekilas Danisha melirikku dan melemparkan senyum manisnya untukku. Aku pun membalas, walaupun dengan rasa gugup yang menyergap.
Rangkaian acarapun di mulai. Aku tak terlalu serius mendengarkan sepatah dua patah kata yang disampaikan bapak penghulu di hadapanku. Aku terlalu sibuk menjinakkan kegugupanku yang sedari awal menyerangku.
Hingga Papa Andri mengulurkan telapak tangannya ke hadapanku dan aku pun membalas menjabatnya.
Gugup ku kian melanda, tanganku gemetar, pasti Papa Andri pun merasakan getaran tanganku.
Ku tatap wajah teduhnya yang tengah mengucapkan kalimat ijabnya untuk menyerahkan puteri tercintanya kepadaku. Dan aku pun mulai membalas dengan ucapan Kobul ku bahwa aku menerima putrinya untuk menjadi istriku beserta mas kawin yang disebutkan. TUNAI.
Sah....!
Kini aku menjadi suami dari adik angkatku. Dan Papa Andri yang selama ini aku anggap sebagai papaku sendiri sekarang menjadi mertuaku.
Ya Tuhan.
Walaupun aku dan Danisha tidak ada pertalian darah setitikpun tapi rasanya aku seperti menikahi adik kandungku sendiri.
Terbayang ‘kan bagaimana perasaanku?
Tak terasa tiba-tiba pipi ku terasa basah. Ada buliran air yang keluar dari sudut mataku. Danisha melihat itu ketika aku menyematkan cincin emas putih dengan beberapa butiran berlian di jari manisnya. Dia pun menyematkan bentuk cincin yang sama ke jari manisku.
Dia terus menatap mataku yang sudah berkilau karena air mata. Tapi tidak dengannya. Aku melihat dia begitu tenang menghadapi ini seolah tanpa beban.
Ya iya lah, pantas kamu begitu santainya, Sha. Kamu yang mencorengkan aib dan sekarang aku yang menutupinya.
Papa Andri menghampiri ku dan memeluk tubuhku. Aku pun demikian.
“Terima kasih, Sat. Kamu penyelamat nama baik keluarga kita. Kamu memang anak yang baik. Papa bangga sama kamu,” bisik Papa Andri di telingaku, suaranya terdengar bergetar dan lirih.
Aku tahu dia tengah bersusah payah meredam emosionalnya. Dia tak mau terlihat lemah di mata kerabat dan keluarga besarnya yang hadir saat ini.
Begitulah Papa Andri menjaga wibawanya selama ini. Pantang terlihat lemah di mata orang lain.
“Iya Pa,“ jawab ku seraya menepuk-nepuk punggungnya yang masih tampak kokoh di usianya yang sudah melewati angka lima puluh tahun itu.
Begitupun Mama Freya yang bergandengan tangan dengan Ibu menghampiri aku dan Danisha.
Ibu memelukku dengan perasaan haru. Dia mengusap-usap punggungku dengan lembut.
“Ibu bangga sama kamu, Nak. Jadilah suami yang baik dan bertanggung jawab untuk Sha,” pesan Ibu berbisik di telingaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada ‘pintu surga’ ku itu.
Giliran Mama Freya yang merengkuh tubuhku dengan erat. Wanita cantik yang aku panggil mama itu pun terisak-isak. Air matanya terasa hangat membasahi bahuku.
“Mama titip Sha sama kamu, Nak. Tolong jaga dan bimbing adikmu. Dan kamu sabar-sabar ya menghadapi kelakuan dia.”
“Iya, Ma. Mama tenang aja. Sha pasti baik-baik aja sama aku.”
Aku hapus air mata Mama Freya yang membasahi pipi mulusnya. Aku tak tega melihat wanita yang baik ini menangis.
Aku tahu hatinya sangat terluka dengan perbuatan Danisha yang telah menorehkan aib di keningnya.
Dan kini aku hanya bisa pasrah menerima dan menjalani apa yang sudah aku putuskan untuk menyelamatkan nama baik keluargaku. Menikahi Danisha. Walaupun hatiku tetap terpatri untuk sebuah nama. Anna.
****
POV AUTHOR
Di kamar hotel yang super mewah yang tampak terhiasi dengan taburan dan rangkaian aneka bunga, pasangan yang baru saja melepas status kesendirian nya itu kini berada di dalamnya.
Keduanya duduk saling menjauh. Danisha duduk berhadapan dengan cermin besar seraya melepaskan satu persatu hiasan di kepalanya. Dan Satria duduk di sofa di sudut kamar, sibuk berkutat dengan gawainya.
Keduanya belum menanggalkan pakaian pengantin yang mereka kenakan. Masih lengkap. Hanya Sha yang sudah selesai dengan urusan sanggul dan hiasan di kepalanya dan membiarkan rambut panjangnya tergerai indah menjuntai di sisi kiri kanan bahunya.
“Makan yuk, Bang. Sha lapar banget nih,” ucap Danisha seraya menghenyakkan dirinya di kursi makan yang tak jauh dari posisi sofa yang di duduki Satria.
Satria menoleh padanya. Memperhatikan Danisha yang sibuk melahap hidangan makan malamnya yang sudah diantarkan oleh petugas hotel sepuluh menit setelah mereka memasuki kamar.
“Silahkan kamu duluan, aku belum lapar,” sahut Satria, kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada gawai yang masih berada di genggamannya.
“Bang....” panggil Danisha setelah mengunyah halus irisan daging bersaus barbeque dan menelannya.
“Hm....”
“Abang udah punya pacar?”
“Udah.”
Hanya dengan secuil jawaban itu, mampu membuat Danisha menghentikan kunyahannya seketika.
Lalu menoleh pada Satria dan menatapnya dengan sorot mata penuh penyesalan dan rasa bersalah.
“Abang serius sama pacar abang?”
“Banget, tadinya aku ada niat mau nikahin dia, Tapi yaaaa.... Akhirnya begini ceritanya,” lirih Satria seraya menarik nafasnya panjang dan menghelanya kembali dengan sedikit tersendat.
“Maaf...” Hanya kata itu yang keluar dari bibir Danisha.
Satria mengangguk pelan dan menghela kembali nafasnya berat. Lalu beranjak dari duduknya dan melangkah menghampiri meja Danisha.
“Makan yang banyak, supaya dedek di dalam perut kamu itu sehat,” ucap Satria datar. Sekilas senyumnya mengembang tipis pada Danisha. Gadis cantik itupun menjawab dengan anggukan lemah.
“Kamu udah periksa kehamilan kamu, Sha? Apa kata dokter?”
“Kata dokter, sehat, Bang. Udah masuk minggu ke lima,” jawab Danisha seraya mengusap-usap perutnya yang masih tampak rata.
“Di jaga baik-baik, jangan terlalu cape kamu tuh, Sha.”
Kembali Danisha hanya mengangguk menanggapi saran Satria untuknya.
“Bang....” panggilnya lagi.
“Hm...”
“Sha bener-bener merasa bersalah, Bang. Gara-gara kelakuan Sha, Abang jadi berkorban begini.“ Danisha menunduk terpekur, hanya memainkan alat makannya saja. Nafsu makannya mendadak sirna.
“Udahlah, Sha. Semua udah terjadi. Gak guna lagi menyesali diri. Makanya kalo main begituan tuh pake APD, Alat Pelindung Diri. Kebablasan gini deh jadinya....” seloroh Satria tanpa mengindahkan perasaan bersalah yang Danisha rasakan.
“Ah, Rese!” hardik Danisha mendelik kesal pada Satria. Pria itu hanya tersenyum lebar menanggapi kekesalan adik angkatnya itu yang kini telah resmi menjadi istrinya.
Sejenak Danisha kembali sendu menatap Satria. “ Bang....” panggilnya kembali.
“Apa, Sha?”
“Nanti setelah kita cerai Abang pasti akan nikahin pacar Abang, kan? Tapi untuk sementara ini suruh dia sabar sebentar. Kasih alasan apa kek supaya dia mau nunggu Abang,”
“Udahlah, jangan dipikirin dulu soal itu. Yang penting Sha sehat, nanti melahirkan anak yang sehat dan tak kurang satu apapun,” ucap Satria dengan bijaksana.
DRRRTT....DRRRTTT.....
Getaran gawai Satria di atas meja. Nama dan foto wajah Anna terpampang di layarnya. Lekas Satria meraihnya dan membawanya menjauh dari Danisha.
“Hallo, Sayang....” sapa Satria dengan mesra.
“Mas, aku udah sampe Soetta nih, baru aja landing, jemput aku di Bandara, ya. Sekarang,” sambut suara manja Anna dari ujung telepon.
“Hah? Kata kamu minggu depan baru balik?”
“Iya, jadwal pemotretanku di Milan di cancel klien. Jadi nya aku ikut satu sesi yang di Roma aja. Udah selesai aku pulang aja, ngapain lama-lama di sana.”
Satria melirik arloji di pergelangan tangannya. Sudah jam sembilan malam.
“Mas, jemput ya. Aku tunggu di lobby terminal tiga. Sekarang ya. Jangan pake lama.” seru suara Anna lagi yang terdengar tak sabar.
Dan tanpa menunggu jawaban dari Satria, sambungan telpon diakhiri.
Tanpa ingin buang waktu lagi, Satria bergegas menuju lemari dan mengambil celana jeans yang sudah dia siapkan sebelumnya.
Dia tanggalkan pakaian pengantinnya dan lekas dia kenakan celana jeans birunya.
Satria menghampiri Danisha yang masih berkutat dengan hidangan makan malamnya.
“Sha...” panggilnya.
“Awww....Roti sobek! Jadi lapar aku....!” Jerit Danisha ketika menoleh pada Satria dan terkesima pada penampakan perut Satria yang datar dengan tiga pasang otot yang berjajar rapi.
Buru-buru Satria menutupinya dengan kedua telapak tangannya. Lalu segera meraih polo shirt nya yang tergeletak di sofa lalu mengenakannya cepat.
“Awas napsu!” omelnya mendelik pada Danisha.
“Kagaaaakk! Masih kerenan punya si kampret, kok,” kelit Danisha lekas.
“Kampret? Maksudnya siapa tuh?” tanya Satria tak mengerti.
“Bapaknya anak ini,” tunjuk Danisha pada perutnya.
Satria tersenyum lebar menanggapi jawaban Danisha yang seolah tanpa beban.
‘Ooo, si laki-laki hit and run itu.’ ucapnya dalam hati.
“Sha.... Sorry aku tinggal dulu, mau jemput___“
“Ya, udah sana pergi, buruan. Sha mau tidur....Ngantuk.”
Tanpa Satria beritahupun Danisha sudah paham siapa yang membuat Satria tampak tergesa-gesa saat ini.
“Oke lah.... Met tidur ya, Sha. Bye.”
Dengan langkah bergegas Satria meraih ponsel dan kunci mobilnya dari atas meja nakas lalu keluar dari kamar itu meninggalkan Danisha sendirian di malam pengantinnya demi menjemput wanita yang dicintainya.
Perlahan Danisha mengelus perut nya yang masih tampak rata. Benaknya kembali mengingat wajah tampan Freddy, laki-laki yang menanamkan benih di dalam perutnya yang kini entah berada dimana.
Walaupun rasa kecewanya masih jauh lebih membuncah, namun Danisha mengakui bahwa masih terselip rasa cinta dan pengharapan di hatinya untuk laki-laki itu.
Setiap hari dia membuka media sosial Freddy berharap ada kabar dari laki-laki itu melalui berandanya. Tapi tak ada.
Dan kini tinggallah dirinya sendirian menghadapi masa-masa kehamilannya dengan menyandang status istri dari kakak angkatnya.
Haiiii.....Readers....
Jangan lupa : Like, Vote, Kritik, Saran diKomeng yah...
Thank you
Happy Reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Yessyka June
buat satria cinta mayi donk sm sha donk thor....
kasian juga shaa.... 🥺
2021-05-29
0
Nanna Mappe Mansyur
aqupun jadii Mewek..huhuhuuu...
2021-02-28
2
Laras Kasih
gak kebayang gmn perasaanya bang sat..auto mewek 😢
2021-01-13
2