POV AUTHOR
Sesaat dipandanginya cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya, lalu dilepasnya perlahan dan diselipkan ke dalam saku celananya.
Hal itulah yang nanti akan terus dia lakukan setiap kali akan bertemu kekasihnya, Anna.
Ada terbetik perasaan bersalah di hati Satria ketika dia pergi begitu saja meninggalkan Danisha yang baru beberapa jam lalu di nikahinya, untuk menjemput kekasihnya.
Walaupun Danisha dengan entengnya mengijinkan tapi Satria tahu kepergiannya di malam pengantinnya ini membuat hati Danisha tergores meskipun ditutupi dengan sikap cuek dan masa bodonya. Satria tahu dan menyadari itu.
Wanita mana yang tak tersinggung mengetahui suaminya menjemput wanita lain tepat di malam pengantinnya.
Terlebih dengan Danisha yang tengah berbadan dua, pasti emosional nya makin berlipat ganda di banding wanita yang tidak sedang dalam keadaan dirinya.
Namun rasa cinta dan kangennya pada Anna, membuat Satria mengabaikan semua perasaan itu.
Dan disinilah dia sekarang. Di lobby terminal tiga pintu kedatangan luar negeri menunggu untuk menjemput kekasih hatinya. Menunggu Anna yang sudah satu minggu tak dijumpainya.
Rasa kangennya yang membuncah membuatnya berdiri tegak namun gelisah. Tak melihat wajah kekasihnya hanya tujuh hari saja sudah membuatnya begitu resah.
Selama kepergian Anna ke Italia untuk sesi pemotretan sebuah merk produk apparel ternama, setiap hari tak terlewatkan oleh Satria untuk menghubunginya. Dia tak tahan untuk tak mendengar kabar Anna barang seharipun.
Ya, begitulah cinta yang dirasakan Satria untuk Anna. Seperti seorang anak kemarin sore yang baru pertama kali mengenal cinta.
Padahal Anna bukanlah wanita pertama yang mengisi hatinya. Namun karena ada niat untuk berlabuh pada satu hati lah yang membuat cintanya untuk Anna terasa berbeda dari para wanita terdahulunya.
Senyum Satria seketika mengembang begitu tampak olehnya seorang wanita cantik bertubuh tinggi langsing berkulit kuning langsat dengan rambut tergerai indah, melangkah cepat menghampiri tempatnya dengan mendorong sebuah troli yang didalamnya berisi dua buah koper besar berwarna hijau dan merah.
Anna sudah berdiri tepat hadapannya tersenyum lebar seraya merentangkan kedua tangannya.
“Hai, Hun....” Serta merta Anna menghambur memeluk Satria yang sejak sepuluh menit tadi berdiri di pintu lobby menunggu kedatangannya.
Tanpa sungkan dengan keadaan yang begitu ramai di sekitarnya, Anna berjinjit menyejajarkan dirinya dengan Satria lalu mengecup bibir pria itu dengan mesra. Satria pun membalas dengan mengecup bibir merekah itu beberapa kali.
“Aku kangen, Mas,” ucap Anna masih melingkarkan lengannya di leher Satria.
“Sama, aku juga kangen, Yank.”
“Aku bawain sesuatu loh untuk kamu,”
“Apa?” Satria memicingkan matanya penasaran.
“Ada deeehh, pulang dulu yuk. Ntar aku kasih tau,” ajak Anna seraya meraih lengan kokoh Satria lalu bergelayutan manja menuju mobil Satria yang terparkir khusus tak jauh dari pelataran Lobi.
Satria membuka pintu mobilnya untuk Anna lalu memasukan dua buah koper milik Anna ke bangku bagian belakang.
Setelah selesai, dia bergegas memasuki mobil dan menempatkan dirinya di balik kemudi.
Tak lama Jeep hitamnya pun melaju cepat membelah jalan raya yang mulai lengang menuju apartement Anna.
****
Anna memencet kode pasword di keybox depan pintu, dan terdengar suara kunci otomatisnya terbuka.
Dengan cepat Anna mendorongnya. Lalu melangkah masuk ke dalam unit apartementnya, diikuti oleh Satria yang menyeret dua buah koper besar milik Anna.
Ruangan apartement yang begitu tertata apik dan sangat elegant. Dengan ukuran yang cukup besar untuk di huni seorang diri oleh Anna.
Sudah hampir satu tahun Anna menempati apartement milik Satria, sejak pria itu meminjamkannya sebagai fasilitas hunian yang nyaman dan aman untuknya.
Karena Satria melihat kesibukan Anna yang sangat mobile dan terkadang menuntutnya harus pulang tengah malam bahkan menjelang dini hari.
Satria menghempaskan dirinya di atas sofa panjang berwarna merah yang berada di tengah ruangan.
Sejenak meluruskan punggung dan pinggangnya yang terasa menegang. Lalu merebahkan tubuhnya membujur di sepanjang sofa itu, hingga kakinya yang panjang pun jauh melewati sandaran lengan di ujung sofa.
Dia pejamkan matanya demi merasakan letih di sekujur tubuhnya. Setelah seharian menjalani hari sakralnya dengan Danisha kemudian menyetir selama satu jam untuk menjemput Anna.
Tiba-tiba sesuatu yang kenyal dan hangat menyergap bibirnya, memaksa kelopak mata Satria untuk terbuka.
Di dapatinya Anna duduk bersimpuh tepat menghadap wajahnya setelah mendaratkan kecupan di bibirnya. Senyum Satria mengembang tipis dan menatap wajah kekasihnya dengan mesra.
“Ini oleh-oleh untuk kamu.” Anna meletakkan sebuah kotak berwarna hitam berukuran sepuluh kali dua puluh centimeter di atas dada Satria.
“Apa ini?” Satria meraih kotak itu lalu bangkit dari rebahannya.
“Buka aja,” suruh Anna disertai kerlingan genitnya.
Satria membukanya dengan hati-hati. Senyumnya pun tampak mengembang ceria melihat isi kotak tersebut.
Gulungan selembar dasi berwarna biru tua berbahan saten dengan tag merk dari designer terkenal Italia.
Ya, Satria memang sedang mengidamkan dasi berwarna biru dengan merk tersebut. Dan Anna sangat tahu itu.
“Terima kasih ya, Sayang. Aku suka,“ ucap Satria seraya menyentuh dagu Anna dengan ujung jarinya.
“Cuma bilang terima kasih aja?“ rajuk Anna manja.
“Terus?“
“Gak ada yang lain gitu?”
“Yang lain apa dong? Apa jangan-jangan aku disuruh gantiin duit untuk dasi ini, gitu ya?” canda Satria sembari tersenyum lebar pada Anna, menampilkan deretan giginya yang putih dan berbaris rapi.
“Iiihhh, gak peka banget sih jadi cowok. Kesel.” Anna makin merajuk manja membuat Satria tertawa kecil.
Tanpa menunggu ke-peka-an Satria, Anna mendongakkan wajahnya lalu menyorongkan bibir merekahnya ke arah Satria seraya merapatkan kelopak matanya yang masih terhiasi dengan eye shadow berwarna ungu muda.
Satria sudah pasti mengerti apa yang diminta kekasihnya itu.
Di tangkupnya wajah Anna untuk lebih mendekati wajahnya, lalu dengan sedikit menunduk dan memiringkan kepala dia menempelkan bibirnya pada bibir Anna yang sudah sedikit terbuka, kemudian mengulumnya lembut dan menyesapnya perlahan penuh perasaan, Anna pun membalasnya.
Dengan lihainya bibir merah itu melummat bibir satria yang terasa hangat dan kenyal. Menyapu bagian dalamnya dengan lidahnya yang bergerak sensual. Membuat Satria pun terhanyut dengan ciuman yang memabukkan itu.
Anna melepaskan ciumannya lalu bangkit dari simpuhnya tanpa melepaskan tatapannya ke arah bibir Satria dengan kilauan nafsu yang sudah membara.
Perlahan dia menempatkan bok0ng sekssi nya di atas paha kokoh Satria dengan kedua kakinya yang terlipat di sisi kiri kanan pria itu.
Di buka nya blusnya dengan gerakan slow motion lalu dilemparnya ke sembarang tempat.
Terpampanglah kulit dada Anna yang putih mulus dengan sepasang gundukan besar yang terbalut bra putih berenda.
Satria menelan salivanya berat melihat pemandangan yang sangat menggiurkan di depan matanya.
Sementara Anna perlahan mendekatkan lagi bibirnya meraih bibir satria yang terkatup menahan nafsunya.
Di lumattnya kembali bibir satria dengan penuh gairah. Dan menuntun kedua tangan Satria untuk menjelajahi punggungnya. Satria pun menurut.
Tanpa melepaskan pagutan bibirnya, Anna melepaskan kancing celana jeans Satria dan berusaha menurunkan resletingnya dengan susah payah. Dan Satria menyadari itu.
Satria melepaskan ciumannya dan menarik bibirnya perlahan. Dia tatap wajah Anna dengan binar mesra, lalu menggeleng lemah. Memberi isyarat agar Anna menghentikan aksinya.
Anna mengerti maksud Satria. Tampak sekali raut wajah Anna yang sangat kecewa.
“Kenapa sih, Mas? Nolak mulu. Sebel!” sungut Anna kesal.
Satria menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman samar.
“Nanti aja, kalo kita udah nikah. Biar sensasi nya gimanaaaa gitu,” alasan Satria kemudian, seraya membelai pipi Anna dengan punggung jemarinya.
“Terus, kita kapan dong nikahnya? Kamu PHP-in aku mulu,“ rajuk Anna menjepit hidung lancip Satria dengan gemas.
“Tunggu yah, Sayang. Bulan Desember tahun ini, Oke.”
Sejenak Anna berpikir menghitung-hitung jumlah bulan menuju waktu yang disebut Satria.
“Berarti sembilan bulan lagi, dong?” serunya dengan raut wajah merengut.
Satria mengangguk mantap. “Gak lama lagi kok, Yank.“
“Kelamaan, Mas. Aku jadi kayak ibu-ibu yang lagi hamil nunggu persalinan sembilan bulan lagi,” sungut Anna Kesal.
Deg....!
Seketika Satria terkesiap dan tersentak mendengar kata-kata Anna barusan.
‘Ibu hamil? Danisha.’ sebutnya tiba-tiba di dalam hati.
Teringat pada istrinya yang baru saja dia nikahi dan dia tinggal seorang diri di kamar hotel.
“Aku maunya bulan depan,” pinta Anna menangkup wajah Satria lalu mengecup bibirnya sesaat.
“Ya gak bisa buru-buru juga, Yank. Nikah itu kan butuh persiapan,” jelas Satria berusaha menenangkan suasana hatinya.
“Yaaaah, sambil mempersiapkan, kita nikah siri aja dulu, Mas,“ usul Anna kemudian.
Satria menautkan kedua alis tebalnya. Bingung mendengar usul Anna itu.
"Nikah siri? Gak mau, ah. Ntar gigi kita jadi pada merah. Malu, Yank. Pas senyum di depan orang nanti kita disangka abis makan orok,” seloroh Satria namun dengan ekspresi polos seolah olah tak mengerti apa maksudnya Nikah siri.
“Huuh! kamu tuh selalu gini, gak pernah serius ngomongin pernikahan.” Anna semakin kesal menanggapi candaan Satria.
Pria itu tertawa renyah, lalu mencubit kedua pipi Anna dengan gemas.
“Justru aku serius, Ann. Ngapain sih pake nikah nikah siri segala. Nikah resmi aja langsung. Makanya tunggu bulan Desember aja, Oke.”
“Ga papa, Mas. Aku mau kita nikah siri aja dulu bulan depan, nanti di bulan Desember baru deh kita resmikan secara negara. Gimana?“
Satria menatap manik Anna yang masih berada dekat sekali dihadapannya. Dia mencari keseriusan di dalam ucapan kekasihnya itu.
Karena baru kali ini dia dengar ada wanita yang di tawari nikah resmi justru maunya nikah siri. Aneh, pikirnya.
Apa susah nya menunggu sembilan bulan lagi, setelah Danisha melahirkan. Sesuai dengan kesepakatannya dengan Danisha sebelum menikah.
“Udah ngebet yah pengen begituan?” goda Satria lagi seraya menunjuk hidung Anna yang seketika memerah karena malu.
“Iisshhh, Maass, jangan terang-terangan gitu dong nuduhnya,” protes Anna, lalu menyembunyikan wajahnya ke cerukan leher Satria.
Satria makin terkekeh mendengarnya. “Nikah kok cuma karena pengen begituan, Yank. Cantik-cantik mesum, ih.”
“Abis kamunya nolak mulu sih. Ribet,” cicit Anna seraya mencubit gemas dagu Satria.
“Ya, terserah kamu deh, atur aja. Aku sih sebagai cowok oke oke aja. Di kasih enak ya pasti gak nolak.“
Akhirnya Satria mengiyakan apa yang diminta Anna walaupun benaknya masih terganjal dengan pernikahannya dengan Danisha.
‘Apa aku harus ijin dulu sama Danisha? Tapi aku takut dia kaget terus kenapa napa dengan kandungannya. Berabe, aku bisa di gantung sama papa nanti. Lebih baik diam-diam aja lah, namanya aja nikah siri, ya diam-diam.’ ucap bathin Satria dengan pergulatannya.
Annapun tersenyum lebar, tersirat seperti sebuah senyum kemenangan yang tampak karena Satria mau mengabulkan apa yang dia minta.
‘Walaupun hanya nikah secara siri yang penting aku bisa segera memiliki dirinya, menguasai tubuhnya, dan hartanya. Jika aku menunggu sembilan bulan lagi? Hadeeeuhh keburu ditikung cewek lain. Persaingan ketat, Boss. Apalagi yang direbutin ini laki-laki kayak kamu, Mas. Cakar-cakaran sama cewek lain pun aku mau.’ pikirnya bersama fantasi liarnya.
Happy Reading, Gaesss...
Jangan Lupa jejaknya, yank.
Like
Vote
Koment
5 Rate
Favorite
Thank you
Happy Reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Siti Fajar Herlina
Ternyata ada udang di balik bakwan. kirain beneran cinta si Markonah ama bang Sat...
2022-01-30
0
Yessyka June
hehhh🙄, dah lah aku tetep team satria sha....
buat satria cemburu dg sha donk thorr.... 😁🤭
2021-05-29
0
Nanna Mappe Mansyur
eaa thor semoga gk jadi Nikah thu si Anna sama sat..
2021-02-28
0