POV DANISHA
Aku pandangi lebih lama benda berbentuk lempengan putih di tanganku. Menunggunya dengan cermat bersama rasa hati yang tak menentu.
Tak sampai hitungan tiga menit, tertorehlah dua garis merah di bagian oval yang berada di bagian tengah benda pipih putih itu. Bola mataku terbelalak demi memperjelas penglihatanku.
Yap, benar. Tak salah lagi. Indikator di testpack itu menghasilkan dua garis merah yang sangat jelas.
Positif.
Seketika, tubuhku serasa tak bertulang. Lemah, lunglai dan lemas, sepertinya sendi-sendi ini tak sanggup lagi menopang ragaku. Dan tanpa terasa tubuh ini merosot bagai sehelai kain sutera, jatuh terduduk tersandar pada sisi bathtub kamar mandi.
Pikiranku berkecamuk, mulai dari rasa tak percaya, gelisah, gusar, takut, kecewa, marah dan sesal, lengkap semua teraduk menjadi satu. Tangisku pun pecah. Bahuku terguncang hebat menahan isak. Semua rasa itu tertumpahkan sudah mengalir melalui air mata.
Membayangkan masa depanku akan seperti apa nantinya. Masa mudaku yang tak akan lagi sama. Mimpi yang tak lagi seindah mimpi yang dipunyai teman-teman sebaya, dan cita-cita yang terpaksa ditinggal di bagian terbelakang asa.
Aku. Danisha Freyandri. Gadis usia 22 tahun yang sudah tak gadis lagi. Di usiaku yang masih belia ini kini harus menghadapi kenyataan terpahit dalam hidupku. Hamil. Akibat hubungan terlarangku dengan laki-laki yang sudah menjalin hubungan asmara denganku selama satu tahun.
Aku anak tunggal dari seorang pengusaha ritail hypermarket ternama yang mempunyai ratusan cabang yang tersebar di seluruh negeri ini.
Andri Putra Bintang nama papaku. Seorang laki-laki berusia lima puluh lima tahun yang baik hati dan sangat memanjakan aku. Dan Freya Hasan nama Mamaku, seorang wanita blasteran Jerman dan Jawa.
Mama seorang wanita yang sangat cantik di usianya yang ke empat puluh tujuh tahun namun banyak orang bilang wajah mamaku tampak jauh lebih muda dari usianya.
Tak heran, karena mamaku adalah wanita yang sangat menjaga penampilannya demi karirnya sebagai seorang perancang busana yang cukup terkenal di negeri ini.
Hampir semua rancangan mamaku di pakai oleh kalangan sosialita level atas, mulai dari artis, pejabat, bahkan istri-istri para pemangku kuasa di negeri ini sangat mengidolakan produk rancangan mamaku.
Jika memandang siapa papaku dan siapa mamaku, jelas aku anak yang serba berkecukupan. Terutama soal materi, papa dan mamaku selalu mengabulkan apapun yang aku minta, berapapun harganya.
Namun ada satu permintaanku yang tak bisa di kabukan oleh kedua orang tuaku. Perhatian. Mama dan papaku terlalu terlena dengan kesibukan mereka masing-masing atau mungkin terlalu asyik menyibukkan diri dengan profesi mereka.
Entah kekayaan duniawi apa lagi yang mereka cari. Hingga aku anak tunggalnya merasa sangat terabaikan. Waktu yang mereka sediakan untukku pun nyaris tak pernah tersedia.
Aku beruntung mempunyai dua orang sahabat yang cantik dan ceria. Rara dan Viona. Mereka selalu setia menemaniku. Selalu punya waktu mendengar segala keluh kesahku dan selalu hadir di saat-saat kesepian menyergapku.
Namun ternyata itu saja belum cukup untuk mengisi kekosongan hatiku. Aku juga membutuhkan cinta.
Hingga suatu hari, di pesta ulang tahun kakaknya yang diadakan di sebuah club malam elite, Viona memperkenalkan aku pada Freddy, pria tampan yang usianya empat tahun lebih tua dariku.
Seorang pria yang bekerja sebagai Asisten Manager di sebuah hotel bintang lima ternama di ibukota. Pria yang mempunyai senyum terindah di pandanganku. Dengan tutur kata yang sangat menenangkan dan tatapan mata yang menyejukan.
Aku suka. Dan akhirnya menemukan cintaku pada dirinya. Begitu pun dia yang tampak sekali terpesona dan tergila-gila padaku.
Tiga bulan masa perkenalanku dengannya, kami memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dari sekedar pertemanan. Kami berpacaran.
Sejak saat itu hari-hariku tak sepi lagi, hatiku tak sunyi lagi. Ada Freddy. Perlakuannya selalu menyenangkan aku. Dengan kedewasaannya dia selalu memanjakan aku. Dan kapanpun aku butuh waktu dia berusaha sebisa mungkin hadir untuk aku.
Aku terbuai oleh cintanya. Aku terlena oleh perhatiannya. Dan aku terpesona dengan semua yang ada di dirinya.
Hingga malam itu, malam dimana aku dan dia menghabiskan waktu hanya berdua. Candle light dinner di apartementnya dan berkencan merayakan satu tahun kebersamaanku dan dia yang tepat jatuh di hari Valentine. Aku rela menyerahkan satu-satunya mahkota daraku yang selama dua puluh dua tahun aku jaga baik-baik. Bagiku itu sebagai bukti besarnya cintaku pada dirinya. Terdengar naif dan bodoh, bukan.
Tapi begitulah cinta yang aku rasakan. Begitu dalam padanya hingga aku membiarkan diriku tenggelam dalam pergumulan ‘cinta yang begitu hangat’ bersamanya.
“Sayang, maafkan aku ya, aku benar-benar gak tau kalo kamu ternyata masih....” ucap Freddy memotong kalimatnya setelah mengecup keningku yang berpeluh. Bola mata teduhnya menatap wajahku dengan sayu dan penuh kilauan kasih sayang.
Aku hanya mengangguk pelan dengan menahan rasa perih seperti luka tersayat yang terasa di bagian intimacy-ku. Aku menggigit bibirku sejenak, lalu tersenyum padanya.
“Terima kasih ya, ini hadiah terindah untukku,” ucapnya lagi masih dengan nada suara lembutnya.
Kembali aku mengangguk. “Aku cinta sama kamu, Fred,” desisku seraya membalas tatapan teduh matanya. Freddy tersenyum. Sangat manis menyunggingkan kedua sudut bibirnya padaku. Lalu mengecup keningku lagi. Kali ini lebih lama. Aku suka.
Aku mendongakkan wajahku untuk menjangkau bibirnya yang sangat kenyal kurasa. Freddy paham maksudku. Dia kecup bibirku beberapa kali, lalu mengulumnya lembut. Ciuman yang tidak rakus namun demikian memabukkan.
Aku terbuai kembali ketika jemarinya mulai merambah menyusuri setiap lekukan di tubuh polosku yang terkungkung di bawah selimut bersama tubuhnya yang juga tanpa sehelai benang pun.
Demikian juga dengan ciumannya yang perlahan turun ke cerukan leher dan dadaku di sertai gigitan-gigitan kecil di bahu dan gundukan besar di dadaku. Aku merasakan sensasi gelenyar di seluruh kulit tubuhku. Namun aku suka.
Gairahku kembali bangkit. Hasratku pun meronta kembali menagih. Tak aku indahkan lagi rasa sakit yang masih tersisa di bagian intiku akibat permainan yang pertama kali tadi.
Freddy sangat paham dengan bahasa dan arti getaran di tubuhku. Perlahan dan dengan begitu lembutnya dia membuatku melayang kembali. Merasakan nikmatnya penyatuan hasrat dan gairah bercinta untuk kedua kali. Hingga cairan hangat milik Freddy pun kembali mengalir deras di dalam liang intiku.
Mata kami saling menatap disertai hembusan nafas yang saling menerpa wajah kami. Wajah yang menyiratkan kepuasan. Freddy mengecup pipiku seraya membisikkan kata 'I love you, Sha.' Dan ingin selalu bersama denganku.
Aku hanya tersenyum di sela deru nafasku yang mulai aku atur perlahan dan berkata dalam hati bahwa aku juga ingin selalu bersama dia.
Dan kini, hasil pergumulan cintaku bersama Fredy sebulan yang lalu menghasilkan dua garis berwarna merah di alat uji kehamilan ketika pagi ini aku celupkan ke cairan urineku.
Aku memberanikan diri membeli alat itu di sebuah apotik karena aku menyadari setelah dua minggu aku tak lagi kedatangan tamu bulananku.
Aku panik. Aku bingung. Aku takut dan gemetar. Takut jika papa dan mama tahu. Pasti mereka sangat kecewa dan murka. Putri semata wayang mereka tidak bisa menjaga kehormatan dan nama besar keluarga yang dibangun susah payah oleh papa dan mama selama ini.
Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?
“Freddy....” sebutku. Ya, pastinya dialah orang pertama yang harus tahu soal ini.
Perlahan aku beranjak dari dudukku di lantai kamar mandi yang kering dan dingin. Lututku masih terasa lemas namun aku paksakan berdiri dan melangkah menuju walk in closet. Aku ganti pakaian tidurku dengan celana jeans dan t-shirt warna merah.
Dengan tubuhku yang masih gemetaran, aku langkahkan kaki perlahan menapaki anak tangga satu per satu menuju lantai satu.
Tampak Papa dan Mama di sana duduk berdampingan di meja makan. Walaupun posisi duduk mereka memunggungi aku namun tetap saja membuatku tersentak dan nyaliku menciut seketika. Karena yang aku harapkan untuk saat ini aku tidak ingin kedua orang tuaku melihat keadaanku yang pucat dan lemah seperti ini.
Apa aku harus urungkan saja niatku untuk keluar rumah dan kembali ke kamarku?
Ya, nanti saja aku keluar ketika mama dan papa sudah berangkat ke tempat aktifitas mereka masing-masing.
Pelan tanpa suara aku membalikkan badan untuk kembali menapaki anak tangga menuju kamarku.
“Morning, Sha....”
Ups, terlambat untuk menghindar. Mama beranjak dari duduknya dan menoleh ke arahku. Terpaksa aku memutar lagi tubuhku dan berjalan menghampiri tempat mereka.
“Morning, Ma.” Aku kecup pipi mulus mama sekilas.
“Morning, Pa.” Tak aku lewatkan juga mengecup pipi papa. Pria kesayanganku yang masih terlihat tampan di usianya yang sudah lewat setengah abad.
“Kamu mau sarapan apa, Sha? Mau sandwich atau nasi goreng?” tanya Mama disertai dengan senyum manisnya.
Aku henyakkan diriku persis di seberang mereka. Dan aku hanya menggeleng malas. Aku pandangi satu per satu hidangan makan pagi yang terhampar di hadapanku.
Entahlah, tak terbit sedikitpun seleraku ketika mengamati semua hidangan itu. Aku bergedik sejenak.
“Lagi malas makan. Susu aja, Ma,” jawabku singkat.
Mama menyodorkan segelas susu putih hangat yang memang sudah di persiapkan untukku. Kebiasaanku sejak kecil ketika sarapan dan hendak tidur malam, susu putih hangat selalu menjadi minuman favoriteku.
“Anak cantik papa lagi diet?“ tegur Papa setelah menuntaskan suapan nasi goreng terakhir dari piringnya.
“Gak, Pa. Lagi malas aja.”
“Papa gak suka kamu ikut-ikutan diet kayak mama kamu ini. Kamu lagi masa pertumbuhan jadi jangan ditahan-tahan. Makan yang banyak. Biar gembul kayak dulu kamu kecil,“ ujar papa lagi seraya tersenyum padaku.
“Ehhh, Pa. Mama diet juga karena kebutuhan. Kalo mama gendut apa kata orang? Masa perancang busana ternama bodynya gendut, malu dong.“ Mama protes namun tetap dengan suara lembut nya. Jemari lentik dan putihnya mendaratkan cubitan gemas ke bahu papa.
“Kalo mama jadi gendut ya bikin rancangan busana untuk kalangan Big size. Dan mama jadi model pertamanya. Gampang, kan. Gitu aja kok repot,” celetuk Papa ringan tanpa mempedulikan manik mama yang mendelik sebal pada papa.
Aku yang menyaksikan obrolan absurb kedua orang tuaku ini hanya tersenyum kecil.
Ya begitulah papa dan mama. Walaupun keduanya jarang bertemu karena kesibukan, namun moment-moment kecil kebersamaan mereka selalu diwarnai dengan canda mesra.
Teringat lagi tujuan awalku, ke apartement Freddy, menemui kekasihku untuk memberitahukan perihal penting yang terjadi pada diriku.
Aku beranjak dari dudukku setelah aku tenggak habis segelas susu putih di tanganku.
“Aku berangkat, Ma, Pa,” ucapku seraya menghampiri tempat papa dan mama. Aku raih punggung tangan mereka dan kukecup dengan takzim.
“Ya, hati-hati. Uang bensin masih ada gak?” tanya Papa menghentikan langkahku yang beberapa meter sudah berlalu.
“Masih, Pa. Tenang....” jawabku ringan sambil mengedipkan sebelah kelopak mataku dan mengacungkan jempol ke arah Papa.
“Hati-hati, Sha. Jangan ngebut!” Terdengar seruan Mama. Aku hanya mengangkat telapak tangan tanpa menoleh lagi pada mereka.
Lalu bergegas aku hampiri mobil sedan warna merah maroon buatan eropa keluaran terbaru yang dua minggu lalu dibelikan oleh papa ketika aku merengek karena bumper belakang mobil lamaku ringsek menabrak batang kayu dipelataran parkir kampusku.
Aku pacukan sedan mewahku membelah jalan raya yang sudah tampak begitu padat dan tersendat karena volume kendaraan pagi ini yang tumpah ruah menuju ke tempat aktifitas masing-masing.
Sesekali aku berdecak kesal dan melirik jam digital pada dashboard di depanku, lima belas menit menuju pukul delapan pagi. Aku takut terlambat menuju apartement kekasihku karena aku tahu rutinitasnya. Dia berangkat ke kantornya setiap jam delapan lewat tiga puluh menit.
Baru mulai yah gaesss.... nanti lanjut lagi.
Silahkan yang suka untuk like, vote, komen, rate nya bintang lima yah gaess, kalo bintang tujuh namanya puyer.
Happy Reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
gk enak banget thor . bilang bang .. sat
satria
2020-10-31
1
Kini Wulandari
bagus thor,,,,kosa katanya n susunan katanya enak dibaca þokoknya kereen dech
2020-10-29
3
Me Shien
Keren. aku baru nemeuin ini cerita. pas aku baca plrolog nya. dan lanjut sampai sini cerita nya bagus👍
2020-10-25
2