...[Music of This Story]...
...Rahmania Astrini - Karenamu...
...[]...
Ira masih memainkan penanya di atas kertas folio bergaris yang sampai saat ini masih saja kosong. Pikirannya menerawang untuk mencari kata-kata yang pas untuk dituliskan di kertas. Sedangkan Aldan sudah membuat kertas itu menjadi alas untuknya tidur.
Ira masih saja memikirkan alasannya menerima Aldan jadi pacarnya. Ya karena ia gak tau apa yang jadi alasannya. Menjadi pacarnya saja Ira tidak tahu, yang ia tahu kalau mereka berdua mempunyai hubungan, entah pacaran atau apapun.
"Kak," panggil Ira.
Aldan membuka matanya dan menatap kearah Ira tetap dengan menyilangkan tangannya diatas kertas miliknya dan posisi tertidur.
"Hmm?"
"Udah selesai?"
Aldan mengangguk.
"Cepet banget?"
Pak Daniel masih saja mondar-mandir di belakang mereka berdua sambil memperhatikan jam miliknya. Sedangkan Pak Handoko, wali kelas Ira, sibuk membenarkan kumisnya yang mulai panjang. Dan Ibu Wirna, wali kelas Aldan, sibuk menambahkan make ip yang sebenarnya sudah terlalu menor untuk usianya.
"Kalian nulis apa sih lama banget?" ucap Pak Daniel.
"Belum nulis apa-apa Pak," jawab Ira.
"Kan saya nyuruh kamu nulis alasan kamu nerima Aldan jadi pacar kamu 'kan?" ucap Pak Daniel.
Ira mengangguk.
"Lalu, kenapa nggak nulis apa-apa?"
"Bingung, Pak."
"Sini! Coba bapak lihat, nggak percaya bapak kalau kamu belum nulis apa-apa."
Ira bangkit berdiri, diserahkannya kertas yang memang benar-benar kosong itu kepada Pak Daniel.
"Lah beneran kosong," ucap Pak Daniel sambil membolak-balikkan kertas itu. Berusaha mencari secuil saja goresan tinda di sana.
"Ya kan tadi saya bilang gak nulis apa-apa," balas Ira dengan wajah datarnya.
"Terus maksud kertas kosong ini apa? Kamu coba mempermainkan bapak?"
Ira menggeleng.
"Cinta itu tanpa alasan, aku nerima Aldan karena hati."
Bu Wirna melongo mendengar ucapan Ira. Anak kecil aja udah bicara perasaan. Bu Wirna menggelengkan kepalanya. Lipstik merah yang sedang menggores bibirnya itu juga meninggalkan bekas di mulut dan pipinya. Namun sayang, Bu Wirna tak meenyadarinya. Sedangkan Pak Handoko sudah tertidur dengan koran yang menutupi mukanya.
"Kamu sedang mengajari saya soal cinta?"
"Enggak Pak, saya bicara apa adanya."
"Terus kenapa kertas kamu ko-"
"Karna cinta gak akan bisa diungkapkan dengan kata-kata. Cinta itu murni dari hati ke hati, tanpa harus melalui alasan. Cantik dan tampan itu relatif, semua orang pasti mencari yang sempurna untuk pendampingnya, tapi cinta itu beda, cinta itu membingungkan," ucap Aldan sambil menyerahkan kertas hasil tulisannya.
Pak Daniel menerima kertas milik A;dan dan kembali terkejut saat ternyata kertasnya sama dengan milik Ira. Kertas kosong tanpa tulisan apapun.
"Kenapa kosong juga?"
"Ya seperti yang saya bilang, karena cinta saya ke Ira memang tak dapat diucapkan dengan kata-kata dan alasan."
Aldan menggenggam tangan Ira kemudian ia menundukkan kepalanya.
"Permisi," ucap Aldan.
Aldan membawa Ira berjalan keluar ruangan BK. Membuat Pak Daniel melongo dengan sikap kurang ajar Aldan.
Ada ya murid kurang ajar sama gurunya? Yang **** saya atau mereka?
"Terus, kelanjuannya bagaimana, Pak?" tanya Bu Wirna kepada Pak Daniel.
"Bagaimana apanya?"
"Itu, bapak baru saja melepaskan dua anak yang harusnya di hukum."
"Oh, biarkanlah. Sekali-kali ngasih kesempatan buat mereka."
"Lalu, apa gunanya saya dan Pak Handoko ke sini?"
Pak Daniel tertawa, "Saya gabut, Bu."
"Sialan!"
...***...
Sekali lagi Aldan membawa Ira pergi, untung saja ini sudah waktunya pulang sekolah, jadi Ira tidak perlu lagi membolos karena Aldan. Jalanan Ibu Kota selalu saja padat, panas, dan pastinya tercemar oleh polusi yang ada.
"Panas," ucap Ira.
Aldan tak menanggapi ucapan Ira, kecepatan motornya ia tambah dan menyalip beberapa mobil di depannya, hingga tak berapa lama ia perlambat dan menuju ke sebuah parkiran minimarket yang tak jauh dari sana.
"Ngapain ke sini?" tanya Ira.
"Katanya panas. Makanya aku bawa ke sini, biar adem bentar."
Aldan turun dari motornya dan melepas helmnya, dan diikuti oleh Ira yang juga melepas helm dan turun dari motor Aldan. Aldan memegang tangan Ira dan membantunya untuk turun dari motornya.
"Hati-hati turunnya."
"Tumben, biasanya selalu ninggalin."
"Ini nggak biasanya."
Aldan menggenggam tangan Ira dan membawanya masuk ke dalam minimarket tersebut. Ditujunya sebuah meja dan kursi yang berada di salah satu sudut minimarket. Lalu keduanya duduk di sana.
Aldan duduk dan mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah aplikasi yang saat ini sedang banyak dimainkan oleh anak-anak muda hingga melupakan waktu yang mereka punya. 'Welcome to mobile lagend.'. Ira dapat mendengar suara pembukanya,
"Udah dingin kan?" tanyanya.
Ira melepas nafasnya kasar, setelah itu disenderkan punggungnya ke senderan kursi di belakangnya tempat dirinya duduk.
"Udah!"
"Kok jutek? Kenapa?"
"Nggak kenapa-napa."
Kemudian tak ada lagi percakapan lainnya, Aldan sibuk memainkan game yang ada di ponselnya, tanpa memperdulikan Ira yang telah cemberut. Sesekali Aldan mengumpat pelan, Ira dapat mendengarnya dengan jelas walau suara Aldan hanya kecil.
"Gue kira bakal dibeliin es krim biar dingin," ucap Ira pelan hingga nyaris tak terdengar.
"Gak usah ngedumel, ngomong aja langsung," balas Aldan tanpa memalingkah pandangannya dari game di ponselnya.
"Kok kak Aldan tahu aku ngedumel? Kak Aldan cenayang ya?"
Ira menunjuk wajah Aldan dengan telunjuknya, disipitkan matanya sambil mendekatkan wajahnya ke arah Aldan.
"Aku nggak punya bakat cenayang kayak yang kamu omongin tadi. Kamu tuh tadi emang lagi ngedumel."
"Gak ngedumel."
"Besok lagi kalau kamu ngedumel, di dalam hati aja. Kalau enggak, suaranya pelanin dikit, biar orang lain nggak denger."
Aldan mengeluarkan gamenya lalu mematikan ponselnya kemudian diletakkan di atas meja. Ditatapnya Ira lalu tangannya tanpa permisi menyentuh rambut Ira dan mengelusnya.
"Oh jadi tadi kedengeran ya?"
"Hmm," balas Aldan.
"Kok main game nya udahan?" tanya Ira.
Aldan tersenyum sebentar sebelum dirinya menatap ponselnya yang menampilkan deretan notifikasi. Dibacanya notifikasi teratas disana.
Kembalilah dan segera bertarung bersama tim-mu. Jangan keluar terlalu lama, atau kamu akan kehilangan pointmu.
Ira juga melihatnya, dan membacanya. Kemudian Ira menggenggam tangan Aldan dan mengelusnya.
"Udah lanjutin aja dulu mainnya," ucapnya.
Aldan kembali mematikan ponselnya dan mematikan koneksi data. Setelah itu dimasukkan ponselnya ke saku jaketnya dan kembali menggenggam tangan Ira.
"Udah ada kamu di sini, ngapain cari yang lain. Lebih baik aku AFK dari pada kehilangan kamu."
Pipi Ira bersemu merah saat Aldan mencium punggung tangannya dan mengelusnya lagi. Ditatapnya wajah Ira yang kian hari makin membuatnya suka.
"AFK itu apa?" tanya Ira.
Gue pikir dia blushing karna gue, taunya dia malu karna gak tau apa itu AFK! Sial salah gombal, ucap Aldan dalam hati.
"Aku Falling'love Kamu."
"Sa ae dugong!" balas Ira.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
elviana
gurune mbi murid e sama2 edan
2020-12-04
0
Sofhia Aina
Hahahaha.......lawak betul guru ma murid 😀😀😀😀😀😀😀😀😀👍👍👍👍👍👍
2020-10-18
0
Wati_esha
Iniiii kok bisa gitu ya. Bisa bisa nya author aja deh. Gabut juga kan.
2020-10-14
0