Setelah meninggalkan kantor arvan, Ara berinisiatif untuk menemui Rizal. Ara pun menghubungi Rizal, dan memintanya untuk datang ke cafe yang tidak jauh dari kantor. Ara duduk di dalam cafe, menunggu kedatangan Rizal.
"Hmm.. Maaf membuatmu menunggu." ujar Rizal yang baru saja datang, kemudian duduk di kursi.
"Jangan berbasa basi, kenapa aku harus menjadi pacarmu? Dengan mengancamku segala." desak Ara.
"Santai dong, ko jadi emosi. Ya karena aku suka sama kamu." jawab Rizal dengan senyum sinisnya.
"Kamu pasti merencanakan sesuatu, aku tidak menyangka kamu orang sepicik itu."
"Cerdas.. Kamu memang cocok jadi pasangan aku, jadi apa keputusanmu?" tanya Rizal.
"Apa ada cara lain, supaya kamu tidak bisa mengganggu Arvan?"
"Maaf, tapi tidak ada cara lain. Kalau kamu tidak mau benar- benar menjadi pacarku. Setidaknya kamu harus mau berpura- pura menjadi pacarku. Jika kamu memang peduli dengan kekasihmu itu. Lagipula aku pernah dengar, kalau kamu sering gonta- ganti pasangan. Jadi aku fikir tidak ada salahnya jika kamu mencoba menjalin hubungan denganku, aku jamin kamu tidak akan dirugikan, bahkan akan menguntungkan untuk kita berdua." tutur Rizal.
Mata Ara membulat mendengar perkataan Rizal, ia tidak terima dengan apa yang baru saja dia dengar. Ara memang mengakui jika perlakuannya terhadap Arvan selama ini sangat keterlaluan. Tapi kali ini ia benar- benar ingin berubah, hanya saja usahanya untuk merubah sikapnya terasa sangat berat.
"Aku sama sekali tidak menginginkan keuntungan darimu."
"Kalau kamu tidak memikirkan dirimu sendiri, setidaknya fikirkan tentang kekasihmu itu. Bagaimana perasaannya jika dia dipecat dari perusahaannya?"
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Ara kesal.
"Mudah, kamu hanya harus berpura- pura jadi pacarku didepan orangtuaku. Aku sudah menyiapkan kontrak, jika kamu meragukan sesuatu. Ben, berikan kontraknya kepada Ara!" titah Rizal pada Ben yang berdiri tidak jauh dari tuannya.
"Baik tuan." Ben menyerahkan sebuah map kepada Ara, dengan terpaksa Ara membaca isi berkas yang diserahkan Ben padanya.
Ara merasa keberatan dengan isi perjanjian yang tertulis di berkas itu. Namun apa daya saat ini ia tidak bisa melakukan sesuatu, Ara akan berusaha mencari cara agar ia bisa terlepas dari jeratan Rizal.
"Kalau kamu tidak keberatan, tanda tangani berkas itu. Kamu juga boleh mengajukan syarat?" ujar Rizal.
"Aku mau selama berpura- pura jadi pacar kamu, kamu tidak boleh melakukan kontak fisik denganku." pinta Ara.
"Aku akan mencobanya, tapi aku tidak yakin. Aku akan mengabarimu kapan kamu akan mulai menjalankan kontraknya."
"Awas saja kalau kamu berani menyentuhku, dasar cowo gila." ejek Ara, ia berdiri dari duduknya dan segera pergi meninggalkan Rizal dengan kesal.
"Sekarang aku ikuti saja dulu permainannya, setelah itu aku akan mencari cara untuk bisa keluar dari jeratannya." batin Ara.
"Ben, awasi pergerakannya, jangan sampai dia menggagalkan rencanaku. Dan aku akan membuat Ara sepenuhnya dalam pelukanku." ucap Rizal.
Ara meninggalkan cafe, dan kembali ke butik dengan mengendarai mobilnya. Ara menyempatkan diri untuk menelpon mamanya, ia meminta mamanya untuk menyiapkan hidangan dan mengundang Arvan makan malam dirumahnya malam ini. Dan mamanya menyetujui permintaan Ara.
...---------------...
Tidak terasa hari mulai menjelang malam, Ara kini sudah berada dirumahnya. Mama juga sudah hampir selesai menyiapkan hidangan untuk makan malam.
"Mama masak apa?" tanya Ara pada mamanya.
"Masak makanan enak, ada Rendang dan ayam bakar. Sebentar lagi selesai." jawab mama.
"Makasih ya mah.. Mama emang yang terbaik." goda Ara sambil mencium pipi mamanya.
"Tumben kamu jadi imut gini? Pasti ada sesuatu?" selidik mama.
Ara hanya tersenyum pada mamanya.
"Jadi mama aja nih yang terbaik, papa nggak?" tanya Fahri yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Wow.. Makan besar, ada acara apa mah?" tanya Syila yang juga baru datang.
"Papa juga paling baik." puji Ara sambil memeluk dan mencium papanya.
"Asyil, kamu ga boleh ikut makan. Diem aja dikamar, kehadiranmu akan merusak suasana."
"Mah, Ara sadis banget. Bercanda ko kebangetan." keluh Syila.
"Sudah- sudah, mama pusing. Setiap kalian ketemu pasti ribut." ujar mama.
"Pah, papa bilang mau nyuruh Arvan segera nikahin Ara kan. Nanti kalau Arvan datang papa sekalian bilang yah. Kalau bisa papa paksa Arvan pindah kerja dikantor papa yah!" pinta Ara.
"Tumben, biasanya kamu ga mau kalau ngomongin soal nikah?" tanya Papa.
"Katanya papa pengen Ara cepet nikah?"
"Papa heran aja, Papa kan udah pernah minta Arvan kerja dikantor papa. Tapi dia nolak terus, papa usahain bilang sama dia, tapi papa ga bisa maksa." jelas papa.
Ara hanya mengangguk mengiyakan penuturan papanya. Ara tidak mau memberi tahu orangtuanya tentang Rizal, apalagi membuat Arvan kecewa. Semua orang menjadi heran dengan sikap Ara yang tiba- tiba ingin menikahi Arvan. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Arvan datang juga. Sebelum mereka makan Arvan disuruh papa menemuinya diruang kerja, Arvan menjadi tegang dibuatnya.
"Van, papa bilang temui dia dulu diruang kerja!" ujar Ara.
"Ok.. Serius banget, aku ga di apa- apain kan?" canda Arvan.
"Nanti juga kamu tau sendiri, udah sana." titah Ara sambil mendorong punggung Arvan menuju ruang kerja.
Beberapa menit berlalu, Arvan keluar dari ruang kerja bersama Papa menuju ruang makan. Namun wajah Arvan terlihat masam, membuat Ara khawatir.
"Van, ada apa?" tanya Ara.
"Ehmm.. 2 Minggu lagi Ara dan Arvan akan tunangan." Semua orang yang ada di meja makan tercengang, kaget mendengar perkataan Papa. Ini di luar ekspektasi Ara, ia tidak berfikir akan bertunangan secepat ini. Ara menoleh pada Arvan, wajah yang tadinya masam berubah menjadi cerah. Arvan tersenyum pada Ara, betapa bahagianya Arvan. Mimpinya untuk menikah dengan Ara selama ini akan segera menjadi nyata.
"Kenapa tadi muka mu cemberut, aku fikir kamu ga mau nikah sama aku?" tanya Ara berbisik pada Arvan.
"Mana mungkin, tadi ekspresi kamu lucu banget deh." goda Arvan sambil tersenyum.
"Dasar nyebelin, bikin orang takut aja."
"Syila, nanti kamu bantu Ara nyiapin acaranya ya!" ujar mama.
"Ok mah, Ara nanti kamu harus ngabulin permintaan aku ya. Kan harusnya aku dulu yang nikah, aku udah berbaik hati membiarkan kamu nikah duluan." bujuk Syila.
"Bodo amat, derita Lo. Siapa suruh jomblo terus. Hahaha.." ejek Ara.
"Ara, kamu tega." pasang muka sedih.
"Sabar Syila, belum ada jodohnya." ucap mama mengelus punggung Syila.
"Mana ada yang mau sama si Asyil tengil mah, udah jelek, bodoh, pengangguran pula. Kerjanya cuma makan, tidur, maen. Yang ada bikin cowonya bangkrut." ujar Ara tak henti meledek Syila. Wajah Syila semakin merah karena kesal.
Setelah selesai makan malam, semua orang berkumpul diruang tengah. Mereka sedikit berbincang- bincang sebelum Arvan pulang.
"Syila, katanya kamu cari kerja? Di kantorku lagi butuh karyawan, kalau kamu mau kirim CV kamu ke kantor." ucap Arvan.
"Ok, aku akan mencobanya."
"Van, apa sebaiknya kamu kerja sama papa?" tanya Ara.
"Untuk saat ini aku belum bisa, tapi nanti aku pasti pindah ko."
"Kenapa ga sekarang aja?"
"Aku punya alasan, belum saatnya. Biarkan ini berjalan apa adanya." tutur Arvan.
"Baiklah.."
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Marfuad Namlia
semoga ara jadi nikah ama arvan y thoor gak tega bangeet ama si arvan kalo harus kalah ama si bos arvan yg sombong
2021-05-24
1