Tubuh seseorang menggeliat di atas sofa, matanya mengerjap melihat keadaan disekitarnya. Dari balik kaca, terlihat sinar matahari sudah mulai meredup.
"Hoamm" Ara menguap, "Ternyata sudah sore, lama sekali aku tertidur." lirih Ara.
Ara memasuki kamar mandi, yang masih berada di dalam ruangannya. Ia pun membasuh wajahnya, dan melihat pantulan dirinya di cermin. "Memang benar, jidatku memerah dan benjol." batin Ara.
Ara keluar dari ruangannya dan menghampiri Aldi, "Al, kenapa ga bangunin aku sih? Aku tidur sampai sore." keluh Ara.
"Lah.. kamu sendiri yang bilang, jangan ada yang mengganggu!" jawab Aldi menirukan kata-kata yang Ara ucapkan kepadanya.
"Ngeles aja lu.. Cepat buatkan aku kopi!" titah Ara.
"Sekarang?" tanya Aldi polos.
"Tahun Naga, Al" jawab Ara kesal, sambil melengos meninggalkan Aldi.
"Kalau di depan cowok ganteeeng.. aja, manis. Kalau sama gue nyebelin." gerutu Aldi.
Ara masuk ke dalam ruangannya lagi, dan ia menyadari ponselnya yang berada di atas meja bergetar. Ara meraih ponselnya dan melihat siapa yang telah menghubunginya, Ara pun menjawab panggilan itu setelah menggeser panel warna hijau di layar ponselnya.
"Hallo.." jawab Ara.
"Hallo, sayang. Kamu sedang apa? udah makan belum?" tanya Arvan dari seberang telepon.
"Aku masih di butik, sebentar lagi mau pulang. Nanti aku makan di rumah, kamu lagi apa?"
Ara baru menyadari ia telah melewatkan jam makan siang, setelah Arvan menanyakannya.
"Aku baru sampai di hotel, aku menghadiri rapat dengan atasanku. Aku istirahat dulu ya, awas jangan nakal."
"Ya sudah, aku tutup teleponnya." pamit Ara.
"Ara, lusa aku pulang."
"Ya, nanti aku jemput. Kasih kabar kalau udah di bandara. Bye"
"Bye.. muachh.."
Ara menutup sambungan teleponnya.
Pukul delapan malam Ara meninggalkan butiknya, setelah itu ia pulang menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan ponselnya terus saja berdering, Ara hanya mengabaikannya "Panggilan ga jelas."
Suara dering ponsel membuatnya tidak fokus saat mengemudi. Saat Ara akan membelokan mobil ke arah kiri, tiba-tiba.
Jddakk.. bagian belakang mobil yang dikendarainya terhantam sesuatu, lagi-lagi keningnya terbentur, kali ini terbentur setir mobil. "Aww.." ringis Ara. Ara melihat ke belakang mobilnya dari kaca spion, ternyata mobil mewah yang berada dibelakangnya telah menabrak mobilnya.
Emosi Ara memuncak, pasalnya sejak pagi tadi ia mengalami kejadian yang tidak menguntungkan. Ara segera melepas set belt, dan menuruni mobilnya hendak menghampiri pemilik mobil yang sudah menabraknya.
Tok tok tok
Ara mengetuk kaca pintu mobil itu, Sang pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya dengan santai. Ara malah mematung melihat wajah orang yang berada didalam mobil itu, ternyata pemilik mobil itu adalah seorang laki-laki.
"Baru pertama kali liat orang ganteng ya?" pertanyaan yang baru saja ia dengar, telah berhasil mengembalikan kesadaran Ara.
"GR banget, Turun..!" titah Ara, laki-laki itu pun turun dari mobilnya sesuai dengan perintah Ara.
"Kenapa anda menabrak mobil saya? Mobil saya jadi penyok gara-gara Anda." tuding Ara. Ara berbicara dengan nada suara tinggi, sambil melipat tangannya di dada.
Laki-laki itu menaikan sebelah alisnya, heran dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut gadis yang berada dihadapannya.
"Jadi apa mau mu?" tanya laki-laki itu.
"Tentu saja anda harus memperbaiki mobil saya." tuntut Ara.
"Berarti anda juga harus memperbaiki mobil saya, anda lihat kan bagian depan mobil saya juga rusak?" laki-laki itu menunjuk bagian depan mobil miliknya.
"Kenapa harus saya yang ganti? anda yang menabrak saya duluan." geram Ara.
"Tapi sebenarnya yang salah disini adalah anda nona." jawab pria itu sambil menaikan dagunya ke arah mobil Ara, mengisyaratkan agar Ara melihatnya juga.
Namun karena pikiran Ara sedang kacau, ia menjadi terlihat bodoh. Ara hanya menatap wajah pria itu, seolah meminta penjelasan darinya.
"Apa anda tidak sadar dengan apa yang anda lakukan? Lihat mobil anda, lampu sent kanan anda menyala. Saya pikir anda akan belok ke arah kanan, tapi anda malah belok ke kiri. Auto mobil saya menabrak mobil anda nona, jadi menurut anda siapa disini yang salah?" tanya pria itu, setelah ia menjelaskan kejadian sebenarnya pada Ara.
"Iya kan Pak?" tanya laki-laki itu kepada bapak-bapak yang sudah berkerumun di pinggir jalan. Para warga pun mengiyakan perkataan laki-laki itu.
Mata Ara membulat sempurna mulutnya pun menganga, ia merasa malu dengan penjelasan yang baru saja dia dengar. Ara bingung harus berbuat apa, "Mmh.. maaf memang saya yang salah, saya tidak berkonsentrasi tadi." Ara pun mengakui kesalahannya.
Tin.. tin.. suara klakson mobil mengejutkan mereka semua. Ternyata mobil mereka menghalangi pengguna jalan yang lain. Ara berjalan ke arah mobilnya, dan ia mengambil sesuatu dari dalam mobil.
"Maaf saya yang salah, saya akan bertanggung jawab dan mengganti semua kerusakannya. Ini kartu nama saya, hubungi saya jika terjadi sesuatu." tutur Ara.
Setelah memberikan kartu namanya, Ara menaiki mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Begitu juga dengan laki-laki itu, ia mengikuti Ara meninggalkan tempat kejadian. Di dalam mobil yang dikendarainya, laki-laki itu melihat kartu nama yang diberikan Ara. "Namanya Mutiara Fahira Sanjaya, cantik." gumam laki-laki itu.
Ara memasuki rumah besarnya dengan wajah yang ditekuk, Rania menghampiri dan berbicara padanya.
"Sayang, kenapa kamu kelihatan lemes?" tanya Rania. Yang ditanya berlalu begitu saja melewati mamanya, lalu ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Rania hanya menghela nafas, merasa jengah dengan sifat anaknya. Rania mengikuti Ara mendudukkan dirinya di sofa yang berada diruang tengah rumahnya.
"Ara" panggil mama.
"Hari ini Ara apes banget mah." keluh Ara.
"Haha.." gelak tawa mama menggelegar memenuhi langit-langit ruangan itu. Ara yang mendengarnya, membalikan badannya menatap wajah sang mama.
"Pasti kamu kena karma sayang." seloroh Rania. Jarang sekali Rania melihat wajah anaknya yang terlihat sangat frustasi, kusut seperti kaset rusak.
"Memangnya apa yang terjadi sama kamu sayang?" tanya Rania.
Ara pun menceritakan semua kejadian yang terjadi padanya, sampai kejadian dijalan tadi. Rania memegangi perutnya, menahan keram akibat menertawakan nasib sial yang menimpa putrinya.
"Apa mama bilang sayang, karma sudah menimpamu." ejek Rania.
"Terus mama senang kalau aku kena karma, gitu?" tanya Ara kesal.
"Ya, bukan begitu juga sayang" Rania merasa bersalah atas perkataanya pada Ara.
Papa Fahri yang baru saja datang pun, dibuat penasaran dengan apa yang sedang ditertawakan isterinya. "Apa yang sedang kalian bicarakan, bahagia banget kelihatannya." tanya papa penasaran.
Namun isterinya tidak mau memberi tahunya, Papa Fahri pun terus mengekor mengikuti isterinya, merengek seperti anak kecil. Ia penasaran sekali dengan apa yang terjadi, apalagi melihat wajah Ara putrinya terlihat masam tidak seperti biasanya. "Biasanya Ara bersikap cuek, sekarang wajahnya masam seperti sayur yang belum dihangatkan." batin papa.
Sementara Rania menyiapkan makan malam, sedangkan suami dan putrinya sedang membersihkan diri di kamarnya masing-masing. Mama Rania menemui suaminya didalam kamar, lalu menceritakan kejadian yang terjadi pada putrinya itu. Papa Fahri juga tertawa terpingkal-pingkal di atas tempat tidurnya, tapi disisi lain ia juga merasa kasihan kepada Ara.
Kini semua orang sedang berada diruang makan, mereka menyantap makan malam yang tersedia dimeja.
"Sayang, papa sudah tau kejadiannya. Papa akan membelikan mu mobil baru, jadi jangan cemberut terus ya." bujuk papa.
Ara mendongakkan wajah menatap papanya. Raut wajahnya berubah, garis bibirnya menggambarkan sebuah senyuman. "Janji ya pah!"
"Memangnya papa pernah bohong sama kamu sayang?" ujar papa meyakinkannya.
Ara pun berhamburan memeluk, dan menciumi kedua pipi papanya.
"Dasar anak manja." gumam Rania yang masih terdengar jelas oleh Fahri dan Ara.
"Cemburu." ucap Ara dan papanya bersamaan dan saling menatap melempar senyuman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments