Hari sudah menjelang siang, waktu menunjukan pukul sepuluh. Ara bersiap pergi ke kantor papanya, karena tadi pagi papanya mengajak Ara untuk mengunjungi dealer mobil, tentu saja untuk membelikan Ara mobil baru.
Ara pergi ke kantor papanya dengan menaiki taksi, dalam waktu dua puluh menit Ara sudah sampai di depan gedung kantor papanya. Ara menuruni kendaraan yang ditumpanginya, lalu membayar tagihannya. Setelah itu ia melangkahkan kakinya ke ruangan milik papanya yang berada dilantai sepuluh.
"Assalamu'alaikum" sapa Ara.
"Wa'alaikum salam, sayang. Kamu sudah sampai?" tanya Fahri.
"Ya, ayo pah kita pergi sekarang." ajak Ara antusias.
"Ara tunggu sebentar ya, papa selesaikan dulu pekerjaan papa, sedikit lagi ko." ucap Fahri.
Ara menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke arah sofa yang masih berada di dalam ruangan papanya.
Lima belas menit berlalu, Fahri sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia pun mengajak Ara pergi ke dealer mobil yang berada dipusat pembelanjaan terbesar di kotanya.
Setelah Ara dan papanya tiba di dealer, Ara langsung melihat-lihat mobil yang ditawarkan oleh SPG yang bekerja di sana. Akhirnya Ara menghentikan langkahnya di samping mobil Mercedes benz E-class.
"Pah, apa Ara boleh mengambil mobil yang ini?" tanya Ara malu-malu.
"Apapun untuk kamu sayang." jawab Fahri.
Ara merasa senang karena papanya selalu memenuhi keinginannya, lalu ia mencoba dan melihat-lihat mobil itu. Sedangkan Fahri menyelesaikan administrasi, dan melengkapi dokumen pembelian mobilnya di ruangan manager.
Setelah semuanya selesai, Ara dan papanya keluar dari dealer mobil. Sebelum mereka kembali, Fahri mengajak Ara ke toko perhiasan yang ada di lantai tiga gedung mall.
"Pah, ngapain ngajak Ara kesini..?" tanya Ara.
"Kamu bantuin papa memilih hadiah untuk mama. Mama pasti cemburu sama kamu, jadi papa mau beliin mama sesuatu. Papa ga mau disuruh tidur diluar." keluh Fahri.
"Haha.." Ara dan papanya tertawa bersama. Padahal Rania tidak mungkin merasa cemburu kepada anaknya sendiri.
Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli kalung berlian untuk Rania. Setelah selesai dengan urusannya mereka berpisah diparkiran. Fahri menaiki mobilnya untuk kembali ke kantornya, sedangkan Ara menaiki mobil baru menuju butiknya.
°°°
Ara menghampiri Aldi di ruangannya. "Al, udah jam makan siang belum? Ayo keluar." ajak Ara.
Aldi menganggukkan kepalanya, "Kapan kamu datang Ra?" tanya Aldi ia tidak menyadari kehadiran Ara.
"Barusan."
Ara dan Aldi meninggalkan butiknya menuju cafe yang tak jauh dari butik. Mereka melangkah memasuki cafe, duduk di kursi yang masih kosong. Aldi memanggil pelayan, dan memesan makanan yang diinginkan.
"Pantesan kamu ngajak aku makan siang, ternyata mau pamer mobil baru." celetuk Aldi.
"Kamu memang selalu benar Al. Apa kamu iri sama aku?" canda Ara.
"Nggak ko, ngapain aku iri sama kamu?" elak Aldi.
"Masa? Kalau kamu mau, ambil aja mobilku yang lama." ucap Ara.
Aldi melebarkan senyumannya, melihat ke arah Ara.
"Tapi aku ga akan ngasih gaji kamu selama dua tahun." ujar Ara dengan wajah datarnya.
"Sama aja bohong." Aldi merasa kecewa pada Ara.
"Memangnya kenapa dengan mobilmu yang lama?" tanya Aldi.
"Penyok ketabrak orang." jawab Ara cuek.
Ara menceritakan kejadian semalam pada Aldi. Aldi menertawakan kekonyolan Ara, menurutnya kemarin adalah hari yang paling sial untuk Ara.
Drrtt.. drrtt..
Tiba-tiba ponsel Ara yang diletakkan di atas meja bergetar.
Dengan malas Ara memeriksa ponselnya, lalu ia mengernyitkan dahinya. Nomor yang tertera dilayar ponselnya tidak menampilkan ID sang pemanggil, Ara pun mengangkat panggilannya mungkin saja telepon penting pikir Ara.
"Hallo, siapa ini?" tanya Ara.
"Aku Rizal yang kemarin menabrak mobil kamu." jawabnya dari seberang telepon.
"Oh.. iya maaf. Apa kamu mau minta ganti rugi?" tanya Ara.
"Mmh.. iya, besok kamu ada waktu ga? Kalau kamu bisa, kita ketemu di cafe xx." ajaknya.
"Boleh" jawab Ara mengiyakan.
"Kalau gitu, besok aku hubungin kamu lagi."
"Ok.. sampai jumpa besok." sambungan telepon terputus.
Ara menutup teleponnya, sambil senyum-senyum sendiri.
"Hmm" deheman Aldi menyadarkan Ara, Ara menoleh ke arah Aldi, dan seketika senyumnya memudar. "Apaan sih, ga suka liat orang seneng?" kesal Ara.
"Kumat lagi deh, ga kapok apa?"
"Abis gimana, resiko orang cantik." Ara mengangkat kedua bahunya acuh.
"Idihh PD amat. Narsis lu udah stadium akhir Ra." celetuk Aldi.
"Ha..ha.." Ara tertawa dengan bangga.
"Tau ga Al, cowok yang kemaren keren abis." terang Ara.
"Bodo amat." Aldi tidak peduli dengan apa yang diucapkan Ara.
Akhirnya pesanan mereka datang, sebelum mereka memakan makanannya, Ara memaksa Aldi untuk berphoto dengan ponselnya dulu. Dua jepretan kamera ponsel sudah ia dapatkan, Ara memilih satu photo untuk ia upload di akun sosial media miliknya.
"Oh iya, sekalian upload video waktu kamu pingsan itu, pasti bakalan viral deh. Videonya pasti masih ada di rekaman cctv butik. Terus tulis caption deh "Pemain cinta, kena karma" bagus kan?" ejek Aldi.
Ara menatap tajam wajah Aldi, ia terlihat seperti macan yang akan menerkam mangsanya. "Coba aja kalau berani Al. Akan ku botakin kepalamu, lalu rambutmu akan ku jadikan sapu." ancam Ara, matanya hampir keluar karena memelototi Aldi.
Aldi tak suka jika sesuatu terjadi pada rambut kebanggaannya, ia pun seketika terdiam dengan memasang wajah datarnya sambil mengelus-elus rambutnya.
Setelah perdebatan diantara mereka berakhir, Ara dan Aldi segera memakan makanannya dan kembali ke butik.
Aldi melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, sedangkan Ara masuk kembali ke ruangannya, hari ini Ara hanya mengecek laporan keuangan butiknya.
Hari menjelang senja, warna jingga sudah t menampakkan wujudnya di langit. Ara pulang kerumahnya setelah melaksanakan shalat maghrib di mushola yang berada di butiknya.
Kini Ara sudah berada dirumahnya, mereka hendak melaksanakan makan malam. Memang setiap hari Ara dan papanya sebisa mungkin harus makan malam di rumah.
Disela-sela kegiatan makannya, papa menyempatkan untuk berbicara pada Ara. "Ara, kapan Arvan pulang?" tanya Fahri.
"Ga tau pah, Arvan belum menghubungi aku lagi. Emangnya kenapa?" Ara menatap wajah papanya.
"Papa mau nyuruh Arvan cepet-cepet nikahin kamu." celetuk Fahri.
Hampir saja Ara tersedak karena mendengar ucapan Fahri yang tiba-tiba, berbeda dengan Rania ia sangat setuju dengan ucapan Fahri. Rania menganggukkan kepalanya, menandakan kalau dia setuju dengan ide suaminya. Ara terdiam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ara memang mencintai Arvan, tapi ia belum berencana untuk menikah dengan Arvan dalam waktu dekat.
Arvan memang tak sekaya papa Ara, tapi keluarga Arvan hidup berkecukupan. Bapaknya Arvan hanya mengelola sebuah bengkel dan satu toko onderdil kendaraan bermotor. Satu hal yang disukai Fahri dari keluarga Arvan, Arvan adalah anak yang baik, Arvan dan orang tuanya adalah keluarga yang taat beragama.
Setelah menyelesaikan kegiatan makan malam, semua penghuni rumah kembali memasuki kamar masing-masing. Ara merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia mengambil ponsel disaku celananya, lalu ia menghubungi Arvan.
Tutt.. tutt...
"Hallo.." suara sahutan terdengar dari sebrang telepon.
"Hallo van, kamu jadi pulang besok?" tanya Ara.
"Kenapa, kangen ya? goda Arvan.
"Bukan aku yang kangen sama kamu, tapi papa, papa nanyain kamu terus." kilah Ara.
"Oh.. gitu." jawab Arvan singkat.
Tutt..Tutt
Arvan menutup sambungan teleponnya.
Ara merasa heran, dengan apa yang dilakukan Arvan. Tapi, Ara tak ambil pusing dengan hal itu. Setelah itu ia pun terlelap.
°°°
Seperti biasa Ara sudah disibukan dengan pekerjaannya di butik, memeriksa bahan, membuat design, bahkan memeriksa laporan barang yang terjual.
Tring.. bunyi notifikasi dari ponselnya.
Ara memeriksa pesan yang masuk, dan ternyata pesan itu orang yang kemarin menabraknya.
"Kita jadi ketemu nggak? " kalau kamu bisa, temui aku di cafe xxx jam 13.00 ya."
"Ok, aku akan ke sana."
Tak terasa jam telah menunjukan pukul dua belas lebih empat puluh lima menit. "Ya, ampun aku ada janji." Ara keluar dari ruangannya, menghampiri Aldi. memberitahukannya bahwa dia akan keluar.
"Al.. aku keluar dulu." pamit Ara sambil berlari.
"Awas Ra, jangan nakal." teriak Aldi.
"Lama-lama kamu kaya Arvan Al." balas Ara.
Ara pergi menemui orang yang tadi menghubunginya di cafe. Ara melihat sosok laki-laki itu, Ara pun menghampirinya. Rizal berdiri menyambut Ara.
"Hai, aku Rizal, senang bertemu denganmu." sapa Rizal sambil mengulutkan tangan kanannya.
"Saya Ara." sahut Ara sambil meraih tangan Rizal untuk berjabat tangan.
Mereka pun duduk di kursi, Rizal memesankan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Ara memulai pembicaraan.
"Mmh... jadi berapa biaya yang harus saya ganti?" tanya Ara tanpa berbasa-basi.
"Ga usah, aku juga sudah mengganti mobilku ko." jawab Rizal.
"Terus sekarang bagaimana?" Ara kebingungan.
"Saya cuma mau kenalan sama kamu aja."
Ara terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Rizal, Ara tidak tahu harus berkata apa. "Apa-apaan dia, jadi dia ngajak ketemu cuma modus mau kenalan sama aku aja." batin Ara.
Akhirnya Ara hanya menemani Rizal makan siang, bahkan Ara tidak menyadari jika ponselnya bergetar sejak tadi.
Setelah selesai makan, Ara berpamitan pada Rizal. Ara juga berterimakasih karena Rizal sudah mentraktirnya, bahkan Rizal tidak menerima uang ganti rugi darinya.
"Aku duluan ya, masih ada kerjaan. Makasih udah traktir aku makan siang. Lain kali aku yang traktir." ucap Ara.
"Iya, sama-sama. Itu bukan apa-apa."
Mereka akhirnya berpisah, dan Ara kembali ke butiknya lagi. Ara jadi merasa tidak nyaman, lebih baik ia mengganti kerugiannya dari pada harus terbebani seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments