Setelah kembali ke kamar, Ara segera membersihkan diri dan memakai pakaian sekenanya. Mengenakan celana hotpant dan sweater lengan panjang longgar, rambut diikat cepol ke belakang dengan polesan make up tipis.
Ara gadis yang cantik dan feminim, narsis tingkat akut, yang penampilannya ingin selalu terlihat sempurna dan menarik dimata lawan jenisnya, itu adalah kebanggaan tersendiri untuk Ara. Seringkali Ara mengunggah potret dirinya di akun sosial media miliknya, hanya untuk mencari perhatian netizen, seberapa banyak like yang akan dia dapat. Tapi jika sedang malas Ara berdandan biasa saja, kalau memang sudah cantik memakai apapun akan selalu terlihat cantik.
Ara menuruni anak tangga hendak menemui Arvan, setiap hari minggu Arvan memang selalu mengajak Ara hanya untuk sekedar berjalan-jalan. Itu adalah kebiasaan Arvan sejak menjalin hubungan dengan Ara sejak beberapa tahun yang lalu.
Ara melirik ke ruang tengah, terlihat Arvan sedang ditemani oleh orangtuanya. Ara menghela nafas, ia merasa malas jika harus berhadapan dengan mamanya. Karena baru saja ia mendapat omelan dari mamanya, hari ini Ia merasa lelah dan malas jika harus keluar rumah, Ara menghempas nafas dengan kasar.
Mau bagaimana lagi Ara pun menghampiri Arvan dan orang tuanya, ia lantas duduk di atas sofa disebelah Arvan. "Liat Pah, kelakuan anakmu!" keluh mama.
"Memangnya Ara kenapa ma?" heran Ara.
"Kan udah mama bilangin, kalau pakai baju yang bener! Katanya designer, bikin baju itu yang sopan. Malu tau, masa celana anak tiga tahun masih dipake." seloroh Mama.
Ara hanya membulatkan matanya, merasa kesal dengan apa yang diucapkan oleh mamanya. Sedangkan papa dan Arvan hanya tertawa ringan mendengarnya.
Mendengar tawa papa Fahri malah membuat mama menjadi tambah kesal. "Papa, bukannya di nasihati malah ketawa. Gara-gara papa manjain Ara terus, Ara jadi kaya gini." protes mama.
Mama Rania mengomel dengan nada bicara yang ketus membuat Fahri menjadi bingung, seketika ia memasang wajah datarnya. Fahri bingung harus membela anak atau isterinya, papa Fahri memang selalu memanjakan Ara karena Ara adalah anak satu-satunya.
"Sudah biarin aja mah." Ara melebarkan senyumnya penuh kemenangan karena merasa senang papanya selalu membela dirinya.
"Iya mah, besok-besok ara buang celananya, sekarang udah terlanjur." Ara malas jika harus lama-lama berdebat dengan mamanya.
"Belain aja terus Pah!" mama Rani sudah mulai merasa jengah dengan sikap suami dan anaknya itu.
"Mama tuh malu sama Arvan, gimana kalau nanti Ara nikah sama Arvan? Arvan harus menghadapi sikap Ara yang seperti itu setiap hari. Udah malas, cuek, jorok lagi." ujar mama dengan segala keluhannya terhadap Ara.
"Tapi cantik kan?" Ara mengedipkan sebelah matanya dengan percaya diri, ia mengklaim bahwa dirinya memang cantik.
"Emang cantiknya dari mama, tapi ga tau malasnya darimana? Apa jangan-jangan dari tetangga?" semua orang tertawa mendengar perkataan Rania yang ngawur.
Arvan dibuat bingung dengan tingkah Ibu dan anak dihadapannya yang seringkali ia lihat, Arvan hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Arvan pun berinisiatif segera mengajak Ara pergi, agar drama dihadapannya ini cepat selesai. Setelah meminta izin, Ara dan Arvan berpamitan pada orang tua Ara, tak lupa mencium punggung tangan keduanya.
Mobil yang ditumpangi mereka melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibukota. Hening, tak ada pembicaraan diantara mereka, hanya deru mesin mobil yang terdengar.
Tring.. bunyi notifikasi ponsel Ara.
Ara segera memeriksa pesan di ponselnya, Arvan melirik dengan ekor matanya, terlihat Ara tersenyum membaca pesan yang diterimanya.
"Siapa yang mengirim pesan, kenapa Ara terlihat senang?" batin Arvan.
Karena hari masih terlalu pagi, Arvan mengajak Ara mampir ke taman kota. Taman sudah terlihat ramai dipadati pengunjung, karena hari ini adalah akhir pekan. Banyak orang dari berbagai kalangan sibuk dengan aktifitasnya masing- masing. Ada yang sedang berolahraga, ada yang berjualan, bahkan ada juga yang hanya sekedar duduk.
Arvan mengajak Ara berkeliling taman sebentar, anggap saja mereka sedang berolahraga. Banyak pedagang yang berjualan di sana, Arvan menawari Ara salah satunya, tapi Ara menolak.
"Sayang, kamu mau beli nasi uduk nggak?" tanya Arvan.
"Nggak ah.. Kalau kamu mau pesan aja." tolak Ara.
"Kalau gitu kita ke cafe xx aja, yuk!! ajak Arvan pada Ara yang sudah terlihat mulai bosan.
"Ya.. Terserah kamu." Ara menjawab lirih. Ia merasa tidak enak pada Arvan karena menolak tawarannya, tapi mau bagaimana lagi ia tidak bisa makan sembarangan.
Setelah matahari mulai terik dan terasa membakar kulit. Arvan mengajak Ara pergi ke cafe yang tidak jauh dari taman untuk mengisi perut mereka yang masih kosong.
Beberapa menit berlalu, mereka sampai di cafe xx yang bernuansa klasik. Ara dan Arvan menuruni mobil lalu memasuki cafe, Arvan mengedar pandangan mencari tempat duduk yang dirasa nyaman.
Arvan memilih meja dipojokan yang dekat dengan jendela kaca, Arvan melambaikan tangannya memanggil pelayan memesan makanan. Arvan memesan menu untuk sarapan, ia tahu Ara belum sarapan. Ara masih terlihat asyik memainkan ponselnya, Arvan yang merasa diabaikan hanya menghela nafasnya panjang, ia sudah terbiasa dengan sikap Ara yang cuek.
Tak menunggu lama makanan sudah tersaji di atas dimeja. "Ara, ayo dimakan nanti keburu dingin!" seru Arvan seraya menyodorkan makanan ke hadapan Ara. Ara hanya manggut-manggut dengan mata dan tangan yang masih sibuk dengan ponselnya, membuat Arvan geram melihatnya.
"Ara simpan dulu ponselnya, apa mau aku suapin?" tawar Arvan. Ara menoleh ke arah Arvan sambil tersenyum, senyumnya mengartikan bahwa dia mengiyakan tawarannya. Dengan senang hati Arvan menyuapi Ara, Arvan memang suka jika Ara bermanja-manja dengannya. Ponsel yang tak kunjung berhenti bergetar, ia letakan di atas meja. Saat ini ia fokus menerima suapan dari Arvan.
Saat sedang asyik, tiba-tiba..
"Ara!" seseorang memanggil namanya dari arah belakang, lalu menghampiri dan merangkul pundak Ara. Ara tersentak dan membelalakkan matanya, ia terkejut dengan perlakuan dari laki laki yang baru saja datang menghampirinya. Ara melirik ke arah Arvan, seketika Arvan menunduk menahan kesal di dalam benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Tita Dewahasta
mantan ya??
2021-04-13
0