Belum sempat Ara melewati pintu, Ara membalikan badannya lagi. "Ada yang lupa, papa menyuruh Arvan makan malam dirumah." ucap Ara sambil melihat Ibu dan Arvan bergantian.
Arvan jadi bimbang dengan apa yang baru saja Ara katakan, bingung antara harus senang atau terus melanjutkan aksinya mendiamkan Ara. "Arvan kamu denger kan apa kata Ara?" perkataan ibu menyadarkan Arvan dari lamunannya.
"hmm" jawab Arvan, ia menjadi salah tingkah dibuatnya.
"Ibu Ara pamit dulu." Ara pun melangkahkan kaki menuju mobilnya,
"Iya sayang, hati-hati dijalan ya." ujar ibu
"Iya bu" jawab Ara sambil melambaikan tangannya pada ibu Nissa.
Belum sempat Ara menaiki mobilnya, tangannya ditarik oleh Arvan, tanpa banyak bicara Arvan memasukan Ara ke kursi depan, lalu Arvan mengitari mobil dan menaiki kursi kemudi mobil Ara. Ara merasa heran dengan apa yang dilakukan oleh Arvan, tapi tidak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka.
Akhirnya mobil yang mereka tumpangi melaju, memecah jalanan dalam keheningan malam.Hening tidak ada pembicaraan diantara mereka. Setelah 25 menit berlalu, mobil Ara tiba di depan rumah mewahnya. Ara hendak keluar dari mobilnya, tapi tangannya di cekal oleh Arvan. Ara pun menoleh ke arah Arvan, "apa?" tanya Ara.
"Bukannya tadi aku yang mendiamkannya, kenapa sekarang dia yang balik mendiamkanku?" batin Arvan
"Bukannya kamu harus menjelaskan sesuatu padaku?" tanya Arvan
"Memangnya apa yang harus aku jelaskan" Ara pura-pura tidak tahu. Yang Ara tahu, Arvan marah padanya karena ia tak menjemputnya, tapi sebenarnya ada alasan lain yang tidak Arvan katakan pada Ara.
"Apa kamu amnesia? kamu kemarin nggak jemput aku?" tanya Arvan.
"Ya maaf, dari tadi aku mau jelasin. Tapi kamunya diem aja. Lagi pula kamu tidak memberitahuku jam berapa kamu sampai di bandara, harusnya dari awal kamu kasih aku kabar, jadi aku tidak lupa." jelas Ara. "Bener juga, kan aku yang nggak ngasih tahu dia." batin Arvan
"Waktu aku nelpon kamu,kamu dimana?" selidik Arvan
"Dibutik." jawab Ara singkat
"Oya? apa kamu bisa dipercaya?"
"Aku tidak memintamu mempercayaiku, tapi aku selalu mengatakan yang sebenarnya padamu." tutur Ara
"Ara, apa aku berarti bagimu?"
Ara terdiam sejenak menatap wajah Arvan,
"Kalau kau tidak berarti bagiku, aku sudah lama membuangmu." Ara tersenyum pada Arvan sambil meraih tangan Arvan dan memegangnya. Seperti biasa Arvan luluh hanya dengan kata-kata yang diucapkan Ara. Arvan tidak mengucapkan apa-apa lagi pada Ara.
"Sudah malam, sekarang kamu pulang aja dulu." suruh Ara
"Baiklah, aku akan naik taksi."
"Tidak usah, bawa saja mobilku. Besok kamu jemput aku." seru Ara
"Memangnya tidak apa-apa? sepertinya ini mobil baru?" Arvan merasa tidak enak jika harus pulang dengan mobil Ara.
"Nggak papa ko, mobilku yang lama rusak." jelas Ara.
"Sampaikan salamku pada mama dan papa ya. Sudah terlalu malam jika harus mampir dulu." ujar Arvan
"iya" jawab Ara singkat
Ara menuruni mobilnya, sedangkan Arvan meninggalkan Rumah Ara. Ara melambaikan tangannya sampai mobil tidak terlihat dari pandangannya.
Ara melangkahkan kaki memasuki rumahnya, Bi Ina membukakan pintu untuknya. "Non baru pulang?" tanya bibi.
"Iya bi, mama sama papa udah tidur?"
"Sudah non, baru saja mereka masuk ke kamar." jawab bibi.
"Ya sudah bibi istirahat, Ara juga mau ke kamar." seru Ara.
Di Mobil
Arvan kembali kerumahnya, sepanjang perjalanan Arvan hanya memikirkan Ara.
flashback on
Arvan tiba di bandara pukul 10.15, Arvan sengaja tidak memberitahu Ara bahwa dia sudah pulang dari luar kota. Arvan berniat memberi kejutan untuk Ara.
Arvan menaiki taksi dari bandara, lalu dia mampir dulu sebentar ke kantornya untuk memberikan berkas hasil rapat kepada atasannya. Setelah itu ia melanjutkan rencananya pulang ke rumah. Saat dalam perjalanan menuju rumahnya, Arvan melihat Ara memasuki cafe xx. Tidak fikir panjang, Arvan menghentikan taksi didepan cafe itu. Setelah dia membayar tagihan taksi, ia pun menuruni kendaraan yang ditumpanginya. Arvan mengikuti Ara ke cafe xx.
Saat tangan Arvan hendak membuka handle pintu cafe, ia melihat Ara sedang duduk dikursi cafe berhadapan dengan seorang laki-laki yang sangat tampan. Seketika senyum Arvan memudar, niat untuk memberi kejutan pada Ara pun ia urungkan.
Arvan memundurkan langkahnya meninggalkan cafe, diraihnya ponsel dalam saku celananya. Dia menghubungi Ara, mencoba mencari tahu apa yang sedang dilakukan oleh Ara, Arvan tidak mau berburuk sangka pada Ara. Tapi sayang Ara tidak menjawab telepon dari Arvan.Akhirnya Arvan melanjutkan rencananya pulang ke rumah tanpa menemui Ara.
flashback off
...----------------...
Esok harinya...
"Ara...Ara... bangun udah siang!" teriak seseorang membangunkan Ara dengan mengguncang-guncang tubuhnya.
"Apa apaan sihh.. ganggu orang aja," kesal Ara
"Aku boleh pinjam baju ini kan?" tanya Syila, sambil menunjukan salah satu baju pada Ara.
"Memangnya kalau aku larang kamu bakal nurut? biasanya juga kamu ngambil tanpa permisi."
"Kamu memang sodaraku yang paling baik Ra, kamu pengertian banget. Apalagi kalau aku pakai tas ini juga, pasti cocok." ujar Syila sambil memutar-mutar tubuhnya dengan baju dan tas yang ditempelkan pada tubuhnya.
"Syila, apa kamu jatuh miskin sampai pinjem barang-barang punyaku?" ejek Ara.
"Sembarangan." sahut Syila.
"Nggak sekalian pinjem mukaku juga Syil? biar kamu laku, kamu kan jelek." ejek Ara lagi
"Enak aja kalau ngomong. Bukannya nggak laku, tapi lagi nyari yang cocok, emangnya kamu tukang obral cinta." ejek Syila.
"Daleman kali diobral. Kamu membuat hidupku jadi tidak tenang Syila, sana keluar dari kamarku!" usir Ara tanpa bergerak, masih dalam posisi tengkurap dan mata terpejam.
"Jangan gitu dong Ra! Tapi kalau kamu mau minjemin kartu ATM mu, aku nggak bakal nolak Ra." ujar Syila sambil tertawa.
"Ogah" jawab Ara singkat. Akhirnya Ara dan Syila mengawali paginya dengan saling mengejek.
Drttt..drttt.. drtt..
Ponsel Ara bergetar. Ara meraba-raba nakas yang berada disamping ranjangnya, sampai tangannya mencapai ponsel yang ia cari. Ara bangun dan mendudukan dirinya melihat layar ponselnya, siapa yang menelponnya pagi-pagi begini.
"Hallo" jawab Ara sambil menuruni ranjang, berjalan menuju kamar mandi.
"Hallo bos, aku mau kasih tahu hari ini mbak Alina mau ngambil gaunnya. Gaunnya belum sempet dicek kemarin." sahut Aldi dari seberang telepon.
"Ok.. " tut tut Aldi mematikan teleponnya. "Dasar assisten sisa kesamber gledek." gerutu Ara sambil memaki ponsel yang ia pegang. Setelah itu ia membersihkan dirinya.
Sementara Syila sudah keluar dari kamar Ara.
Setelah selesai mandi, Ara bersiap-siap untuk pergi ke butik. Ara membereskan barang-barangnya, saat Ara mengambil tasnya, ia terkejut melihat isi dompetnya. Kartu kredit dan ATMnya telah raib dari tempatnya. "Syilaaa.." teriakan Ara seakan mengguncang alam semesta. Ara segera berlari ke kamar Syila, ia berteriak-teriak memanggil nama Syila. Berharap yang ia cari masih berada disana, tapi ternyata makhluk yang Ara cari sudah tidak berada dalam kamar. "Awas kau Syila." gumam Ara.
Ara kembali ke kamar, mengambil tasnya. Ia bergegas menuruni tangga.
"Mama, mana Syila?" tanya Ara menghampiri mamanya yang sedang berada didapur.
"Barusaja dia pergi, kenapa sayang?" tanya mama penasaran.
"Syila mengambil kartuku mah," kesal Ara
"Ya ampun, biarin aja sayang. Pinjemin aja dulu."
"Itu sih bukan minjem namanya, tapi ngerampok. Minjem ko ga bilang-bilang. Lagian, emang papinya udah bangkrut ya mah. Sampe Syila ambil kartuku?"
"Nggak juga sayang, Syila cuma menggodamu saja. Dia senang mengganggumu, dan membuatmu kesal." ujar mama sambil terkekeh.
"Ya sudah, pake kartu papa aja sayang." tawar papa yang sedari tadi hanya diam memperhatikan Ara, ia pun akhirnya angkat bicara, sesekali papanya hanya tersenyum.
"Nggak usah pah." tolak Ara
Lalu mereka menyelesaikan kegiatan sarapan paginya. Setelah itu Ara pergi ke butik dijemput oleh Arvan.
Di Mobil
"Sayang, kenapa mukamu ditekuk terus?" tanya Arvan penasaran.
"Syila, pagi-pagi udah bikin aku kesel aja." jelas Ara.
"Syila.. kapan dia datang, emangnya Syila kenapa?"
"Kemaren, tau ahh.. dia nyebelin,males ngomongin dia." ketus Ara.
Arvan tidak mau memperkeruh perasaan Ara, ia tahu kalau Ara dan Syila seperti kucing dan tikus jika mereka bertemu. Kini mobil yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, sesekali perjalanan mereka terhambat akibat kemacetan yang melanda jalanan ibu kota.
"Sayang mampir ke kantorku dulu ya, aku takut telat. Nggak apa-apa kan kamu bawa mobil sendiri?" tanya Arvan.
Ara hanya menjawab dengan anggukan kepalanya. Setelah Ara menurunkan Arvan didepan kantornya, Ara kembali melajukan mobilnya menuju butik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments