Hari berikutnya...
"Emmhh.. Kenapa kepalaku berat banget?" Keluh Ara sambil memijit pelipisnya. Ara belum sepenuhnya sadar dari tidurnya, ia bangun lalu duduk diatas ranjangnya dengan kepala tertunduk dan mata yang masih terpejam. Ara masih merasakan lelah pada tubuhnya.
"Aahhh.. apa aku bermimpi." teriak Ara. Terlintas bayangan saat ia sedang mabuk, "Kenapa mimpiku terasa nyata..?" gumam Ara. Kemudian ia turun dari ranjang, dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat Ara sedang menyikat giginya, terlintas lagi bayangan saat ia mabuk kemarin. "Apa yang terjadi padaku, kenapa bayangan itu terus muncul?" Ia pun berusaha mengingat- ngingat kejadian kemarin saat ia pergi ke pesta bersama Arvan.
"Ti.. ti..dak.. Tidak mungkin.." teriak Ara. Setelah ia berhasil mengingatnya, Ara malah berteriak histeris. Pasalnya hal- hal memalukan yang terjadi kemarin, telah sepenuhnya ia ingat kembali.
Ruang makan
Ara bergabung dengan orangtuanya dan juga Syila yang sudah lebih dulu berasa diruang makan.
"Pagi sayang.." sapa Syila pada Ara.
Ara tak menanggapinya, seolah ia tak mendengar suara Syila.
"Kenapa nihh.. Pagi- pagi udah kusut aja?" tanya Syila.
"Sayang, kamu udah baikan?" tanya mama.
"Baik ko mah.. Oh iya. Pah mah, maaf ya kemarin Ara ga sengaja?" sesal Ara.
"Ga papa sayang, mama udah tahu ceritanya dari Arvan." jelas mama diiringi senyuman papa dan mamanya.
"Ya ampun.. Giliran aku dari tadi ngomong sama kamu, ga dijawab." kesal Syila.
"Sorry.. Ga keliatan." jawab Ara.
"Yang bener aja, emangnya aku hantu apa ga keliatan?"ujar Syila ketus.
"Emang kamu kaya hantu." ejek Ara.
"Dasar nyebelin.. Ia, aku hantu yang gentayangin kamu." Kesal Syila.
"Kamu sendiri yang ngomong." sambung Ara.
Syila seketika terdiam, sambil mengerucutkan bibirnya, ia merasa terjebak dengan kata- katanya sendiri.
"Sudah.. sudah.. Jangan berisik, di depan makanan." ucap mama melerai keduanya, karena tidak ada yang mau mengalah.
Setelah beberapa saat...
"Say, bantuin aku cari kerja yah!" rengek Syila.
"Cari aja sendiri." Jawab Ara cuek.
"Kalau kamu ga mau bantuin, aku minta tolong sama Arvan aja."
"Terserah.."
"Oh iya, satu lagi. Jangan panggil aku kayak gitu lagi!" ujar Ara.
"Emang kenapa? aku kan emang sayang banget sama adikku ini.." ejek Syila sambil mencubit pipi Ara.
"Ihh.. apaan sih, aku bukan anak kecil lagi." elak Ara.
"Geli aja dengernya, nanti orang salah faham." jelas Ara.
"Biarin.. Emang gua pikirin."
Fahri dan Rania geleng- geleng kepala, merasa jengah melihat tingkah Ara dan Syila.
"Syila, kalau mau kerja dikantor papa aja." ajak Fahri
"Iya pah, nanti kalau Syila ga dapet kerja, Syila kerja dikantor papa. Sekarang Syila mau coba ngelamar dulu."
"Ya udah, terserah kamu."
"Jangan pah, nanti si Asyil bikin perusahaan papa bangkrut." sahut Ara.
"Ara.." teriak Syila tidak terima dengan ucapan Ara. Syila berdiri berniat memukul Ara, namun Ara sudah lebih dulu meninggalkan ruang makan.
Rumah Rizal
"Permisi tuan, ini berkas yang anda inginkan." ucap Ben pada Rizal sambil menyodorkan sebuah map padanya.
"Ok, kerja bagus." jawab Rizal sambil membuka file yang ada ditangannya. Rizal tersenyum jahat setelah membaca isi file itu.
Di butik
Ara sampai di butiknya dengan suasana hati yang buruk, terlihat dari wajahnya yang terlihat lesu. Setelah memasuki ruangannya Ara hanya terduduk di sofa. Sesekali ia berteriak sambil menggeleng- gelengkan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Ia merasa malu dengan apa yang terjadi padanya kemarin malam.
Ara mengambil ponselnya, lalu melakukan panggilan telpon pada Arvan.
Tut.. tut.. tut
"Hallo, sayang.. Kamu udah baikan?" tanya Arvan.
"Emmhh... Iya, kamu lagi dikantor ya?"
"Iya, emangnya kenapa, kangen ya?"
"Ntar aku mampir ke kantor, ya?"
"Ok, aku tunggu." jawab Arvan.
"Ya udah, bye."
Panggilan berakhir,
Ara masih tidak beranjak dari duduknya, ia merasa malas melakukan aktivitas. Walaupun Aldi memberitahunya, ada klien yang ingin bertemu, namun Ara tidak mau menemuinya. Akhirnya, dengan terpaksa Aldi membuat ulang janji pertemuan dengan kliennya.
"Ada apa sih Ra, ko lemes banget?" tanya Aldi.
"Gue lagi badmood, semalam gua sial banget." jawab Ara.
"Kenapa? Jangan bilang loe dikeroyok cowo- cowo lu lagi yah, dipesta semalam?" tanya Aldi penasaran.
"Bukan, sejak gua kena sial waktu itu. Gua ga ada hubungan sama cowo lain lagi."
"Masa, gua ga percaya ah.." ejek Aldi.
"Terserah.."
"Terus sial kenapa dong?" sambung Aldi.
"Semalam gua mabuk, loe tau sendiri gua ga bisa minum. Jadi semalem gua malu- maluin banget. Gua cewe yang selalu tampil elegant, dalam sekejap gua jadi cewe ganjen." jelas Ara.
"Gimana ceritanya? Ceritain dong!"
Setelah mendengar Ara bercerita panjang lebar, akhirnya Aldi tertawa terpingkal- pingkal.
"Sialan lu, puas ngetawain gua? Sana, keluar dari sini!" titah Ara sambil meraih bantal sofa dan melemparkannya tetap ke wajah Aldi.
"Ra, akhir- akhir ini lu sial terus. Kayanya lu harus mandi kembang buat ngebuang sial." ejek Aldi.
Dengan ekspresi wajah yang tidak bisa berhenti tertawa, Aldi pun pergi dari ruangan Ara dengan terbirit- birit. Seolah- olah ia takut jadi mangsa Ara.
Kantor Arvan
Ara tiba dikantor Arvan saat jam makan siang, ia sudah memberitahu Arvan akan menemuinya dikantin. Saat Ara akan memasuki lift, seseorang menarik tangannya dan membawanya ke balik lorong. Ara terkejut dibuatnya, ternyata Rizal lah yang menarik tangannya. Rizal tidak bisa menahan diri saat ia melihat Ara. Ara merasa canggung, pasalnya ia teringat kejadian semalam.
"Hai, Ara. Kita ketemu lagi." sapa Rizal.
"Emh.. Iya."jawab Ara.
"Kamu lagi ngapain disini?" tanya Rizal.
"Oh iya, aku lupa. Inikan perusahaan milik dia." batin Ara sambil memejamkan matanya.
"Saya mau ketemu seseorang, Maaf saya permisi dulu." pamit Ara.
"Oh iya, maafkan saya soal semalam." sambung Ara dengan wajah tertunduk.
Rizal tersenyum, ia merencanakan sesuatu dalam benaknya.
Saat Ara akan beranjak, Rizal mencekalnya. Ara merasa heran, lalu ia mengangkat wajahnya menatap Rizal. Mencari jawaban atas sikap Rizal terhadapnya saat ini.
Sedangkan diruangan lain, Arvan sedang menunggu Ara. Matanya selalu menengok kearah pintu masuk kantin, Ia tidak sabar untuk bertemu kekasihnya itu. Tapi setelah beberapa menit berlalu Ara tak kunjung datang, ada sedikit kekecewaan terpancar dari wajahnya. Waktu istirahat sudah hampir habis, ia pun pergi ke mushola sebelum kembali bekerja.
...----------------...
"Kamu mau aku memaafkan soal semalam?" tanya Rizal.
Ara kembali tertunduk tanpa menjawab pertanyaan Rizal.
"Aku belum memaafkanmu." ucap Rizal.
"Terserah... Lagipula aku tidak sengaja. Aku tidak peduli." jawab Ara, kembali pada sifat aslinya yang terkesan cuek. Nada bicaranya pun berubah menjadi tidak formal.
"Oh ya? Kamu lupa, kamu kesini mau apa?"
Dalam sekejap Ara lupa dengan tujuannya datang ke kantor, setelah ia bertemu Rizal. Ara memberanikan diri kembali menatap Rizal.
"Apa maksudmu?" kesal Ara.
"Aku bilang, aku belum memaafkanmu. Jadi kamu harus melakukan sesuatu agar aku bisa memaafkanmu." jelas Rizal.
"Aku tidak butuh maaf darimu."
"Emmhh.. Kalau begitu, jangan salahkan aku kalau terjadi sesuatu pada kekasihmu itu." ancam Rizal.
Ara membulatkan matanya, dan kedua tangannya meremas ujung bajunya. Ia kesal kepada Rizal, dan merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Kamu tahu kan pekerjaan ini adalah impiannya." tanya Rizal.
Ara teringat saat Arvan mendapat pekerjaannya, Arvan merasa bangga dan bahagia impiannya terwujud bisa bekerja diperusaahan yang ia inginkan.
"Apa maumu?" tanya Ara.
"Jadilah kekasihku, maka aku tidak akan mengganggunya."
"Kamu gila." ujar Ara sambil berlalu meninggalkan Rizal. Ara tidak menyangka Rizal akan menjadi serendah itu.
"Aku beri kamu waktu untuk berfikir, kalau kamu sudah dapat jawabannya. Segera hubungi aku!" teriak Rizal.
"Rencanaku harus berhasil." gumam Rizal.
Flashback kediaman Rizal
"Yah, kenapa ayah ga ngasih semua saham sama aku sekarang aja sih?" tanya Rizal pada ayahnya.
"Kamu lupa, ayah bilang akan ngasih semua saham ke kamu kalau kamu sudah menikah."
"Tapi yah, aku belum berencana untuk menikah. Kenapa jadi ribet banget sih." kesal Rizal.
"Ya sudah, kamu terima aja apa yang kamu dapat sekarang."
...----------------...
Ara bergegas pergi ke kantin, mencari keberadaan Arvan. Namun sayang Arvan sudah tidak berada di sana, ia pun mencari Arvan ke ruangannya. Sebelum Ara masuk, Ara melihat Arvan dari celah pintu. Arvan sedang bekerja dengan penuh semangat. Sejauh ini Arvan sudah mencapai kedudukannya, dengan usaha dan kerja kerasnya dimulai sebagai karyawan biasa.
Ara mengurungkan niatnya untuk menemui Arvan, ia mengambil ponsel untuk mengirim pesan pada Arvan.
"Van, maaf aku ga bisa datang. Ada urusan mendadak. Maaf banget, kamu pasti udah lama nungguin aku?" Pesan terkirim.
1 Pesan diterima. "Ga papa ko sayang, aku juga lagi banyak kerjaan. Kamu hati- hati ya!"
Seperti biasa Arvan tidak banyak mengeluh dan bertanya pada Ara. Arvan selalu memberi perhatian dan pengertian padanya.
Akhirnya Ara meninggalkan ruangan Arvan tanpa menemuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments