Hari ini Ara berencana pergi ke butik pukul 08.00, untuk mempersiapkan design gaun pengantin, karena ia telah membuat janji dengan kliennya siang nanti. Ara menyiapkan barang-barangnya, dan mengambil ponsel yang tergeletak diatas nakas, sebelum memasukannya kedalam tas Ara terlebih dahulu memeriksa ponselnya. "Ponselku mati" lirih Ara. Ternyata banyak sekali pesan chat yang masuk dan riwayat panggilan telepon dalam ponselnya. Ia pun memeriksa siapa saja yang mengiriminya pesan.
ARVAN 21.45
Sayang aku akan pergi keluar kota besok,
Sayang..
Sayang..
5 panggilan tidak terjawab dari Arvan
RIZKY 20.55
Sayang kenapa kemarin kamu ninggalin aku gitu aja, siapa laki laki yang bersamamu?
Apa kamu selingkuhin aku?
Ara..
Ara, jawab dong!! jelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
9 panggilan tidak terjawab
Balas
Laki laki yang kemarin itu pacarku, yang cuma selingkuhan tuh kamu. Mulai sekarang kita putus, jangan temui aku lagi. Bye..
GIAN 20.15
Ara..
Kamu kemarin nonton sama siapa? pacar kamu ya?
1 pesan telah dihapus
2 panggilan tidak terjawab
Ara hanya membacanya saja, tidak berniat untuk membalasnya.
Dan masih banyak lagi pesan chat yang lain, yang menurutnya sudah tidak penting lagi, Ara hanya mengabaikannya.
Ara menekan nama Arvan yang tertera dilayar ponselnya, dia berniat menghubungi Arvan kembali.
Tutt.. tutt.. tak ada jawaban.
Ara mencoba menelpon Arvan untuk yang kedua kalinya.
Tutt.. tutt.. lama tidak terdengar jawaban dari seberang telepon. Saat Ara akan mengakhiri panggilannya, terdengar sahutan dari seberang telepon.
"Hallo sayang.."
"Kapan kamu berangkat keluar kota?" tanya Ara.
"Sekarang aku udah ada dibandara nih"
"Maaf aku ga bisa nganterin kamu ke bandara, aku baru aja baca pesan dari kamu."
"Mhh.. ga papa, kamu jangan nakal ya!"
"Ya udah, bye bye.."
"Bye.. muachhh."
Ara tersenyum tipis mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Arvan, ia tak berniat untuk membalasnya kembali. Ara memasukan ponsel kedalam tasnya, dan keluar dari kamarnya menuju ruang makan.
"Pagi pah, mah.." sapa Ara. Ia menghapiri orang tuanya yang lebih dulu telah berada dimeja makan, Ara memeluk dan mencium pipi orang tuanya bergantian. Setelah itu ia mendudukan tubuhnya dikursi yang berada di sebelah kiri kursi yang di duduki papanya.
"Tumben pagi-pagi udah rapi sayang?" tanya papa.
"Iya pah, aku udah ada janji sama klien nanti siang." jawab Ara.
"Ara?" panggil papa.
"Mmhh.."
"Kamu tuh perempuan, nggak baik punya banyak temen laki laki sayang. Kasian Arvan, nanti kamu nyesel ditinggal Arvan." saran papa.
"Tau tuh, anak papa kecentilan banget." timpal mama.
"Mumpung Ara masih muda pah, kan sayang punya wajah cantik tapi di sia-siain." jawab Ara cuek dan polos.
Pletakk.. satu pukulan mendarat dikening Ara. "Aww.. mama kenapa sih? Nggak mukul, jitak, ga ada lembut-lembutnya jadi Ibu." sewot Ara.
"Lagian kamu ga ada sopan-sopannya sama orang tua." tutur mama diiringi kekehan sang papa.
"Memang salahnya Ara dimana mah?" tanya Ara dengan mengangkat kedua bahunya memasang wajah watadosnya (wajah tanpa dosa)
"Au ahh.. " mama merasa jengah jika harus berdebat dengan Ara.
"Ara, nanti ajak Arvan makan malam dirumah. Papa mau bicara sama dia." titah papa.
"Tapi Arvan berangkat ke luar kota pah."
"Ya sudah katakan pada Arvan jika dia sudah pulang." Ara hanya menjawabnya dengan anggukan.
Pagi itu mereka menyelesaikan ritual sarapannya dengan melalui berbagai macam drama antara Ibu dan anaknya, aktivitas rutin yang tidak pernah mereka lewatkan. Setelah itu Ara pergi ke butiknya.
Ara sampai dibutik dalam waktu dua puluh menit, ia menuruni mobil kesayangannya didepan bangunan berlantai dua yang berada di pusat ibu kota yang sangat ramai dilalui orang-orang.
Ara melangkahkan kaki memasuki butiknya. Baru saja satu langkah dari pintu, mata Ara terbelalak kaget melihat tiga orang laki laki sedang menunggunya di ruang tunggu di dalam butiknya. Terlihat assistennya dibuat bingung dengan kehadiran tiga orang laki laki yang tidak diundang.
"Shiitt.. Kenapa mereka datang sekarang? Bagaimana ini?" Ara merutuki dirinya sendiri. Ara sudah membalikkan tubuhnya ke arah pintu, ia berniat ingin kabur menghindari kekacauan ini. Dan tiba tiba "Ara" teriak ketiga laki laki itu bersamaan. Ara memutar kepalanya kearah mereka, ia menyeringai kuda "he..he" saat ara berbalik lagi berniat melanjutkan aksi kaburnya dan akhirnya.
Bughhh.. "Aww.. " suara jidat Ara yang beradu dengan pintu kaca diiringi ringisan dari mulutnya. Mungkin Ara mengira pintunya masih terbuka, padahal pintunya sudah tertutup.
Ara pun jatuh terjungkal ke belakang, dan brakk tubuhnya tergeletak diatas lantai. Merasa ada ide segar yang terlintas dalam benaknya, Ara menyunggingkan senyumnya dengan mata yang masih tertutup. "Apa aku pura-pura pingsan saja, malas berhadapan dengan mereka semua." gumam Ara dalam hati.
Semua orang yang ada disana terlihat kaget melihat kejadian yang baru saja terjadi dihadapan mereka. Seakan waktu berhenti sejenak, sepersekian detik mereka baru tersadar dengan keadaan yang baru saja terjadi. Semua orang dibuat bingung harus bereaksi seperti apa, ingin tertawa tapi takut dosa.
Ara sudah di baringkan di sofa yang berada diruangan kerjanya, dengan bantuan pak satpam. Ia harus merelakan tubuhnya di angkat oleh orang lain, agar aktingnya terlihat lebih sempurna. Ara membuka mata dan mengedar pandangannya ke seluruh ruangan. Memastikan tiga laki laki itu tidak mengikuti ke ruangannya. Akhirnya Ara bisa bernafas dengan lega, namun tidak dengan satpam dan assistennya yang masih terlihat menahan tawa.
Mata Ara mendelik tajam kearah mereka, seakan mengerti arti dari sorot mata majikannya pak satpam seketika memasang wajah datar.
"Awas kau, bekerja begini saja tidak becus. Akan ku potong gajimu." Begitulah kira-kira yang difikirkan Pak satpam.
"Apa kalian mau mati? Kalian senang jika melihatku susah dan mendapat masalah?" sentak Ara pada kedua orang yang ada dihadapanya.
Kini Pak satpam sudah keluar dari ruangan itu, tinggalah Ara dan Aldi assistennya di dalam ruangan. Aldi yang sedari tadi merasa geram, ia tidak tahan ingin mengatakan sesuatu pada Ara, "Rasakan! emang enak? itu karma mu bos. Ha..ha" celetuk Aldi seraya tertawa terbahak.
"Awas kau Al, berani kau mengejekku?" ancam Ara sambil meraih sepatunya, ingin rasanya ia melempar sepatu itu kearah Aldi. Tawa Aldi malah semakin keras memenuhi langit-langit ruangan itu.
Aldi memang selalu bersikap santai kepada Ara. Selain menjadi bosnya, Ara adalah sahabatnya sejak SMA. Ara mengajak Aldi bekerja dengannya, sejak Ara mulai merintis butiknya. Ara merasa, Aldi cocok dengan pekerjaannya, dengan sifat Aldi yang kemayu dan agak lebay.
"Akan ku potong gajimu Al." ancam Ara
"Maaf bos!" sesal Aldi, ia membungkam mulutnya sendiri.
Ara menyandarkan kepalanya disandaran sofa yang didudukinya, sambil memejamkan matanya.
"Al.." panggil Ara masih dengan mata terpejam.
"Mmhh.." Aldi melirik ke arah Ara.
"Tau nggak?" tanya Ara.
"Ga tau tuh." jawab Aldi cuek.
"Sakitnya emang ga seberapa Al. Tapi malunya itu... Disini." teriak Ara sambil mengusap wajah dengan kedua tangannya.
"Ha..ha.. syukurin." ejek Aldi.
Perut Aldi terasa keram menertawai kekonyolan Ara. Ara merasa kesal pada Aldi, karena Aldi terus menerus mengejeknya. Refleks Ara melempar bantal sofa tepat di depan wajah Aldi.
"Makanya Ra, kamu tuh tobat dan insyaf. Kasian Arvan kamu mainin sejak SMA dia sabar ngadepin sifat kamu yang ga jelas." saran Aldi.
Ara dibuat kesal dengan kata-kata Aldi, ia mendengus sebal. "Udah sana keluar, bikin kesel aja. Lu udah kaya ustadz yang lagi ceramahin jamaahnya aja. Beresin kerjaan Lu, mau makan gaji buta?" usir Ara.
Aldi melangkahkan kakinya, keluar dari ruangan Ara sambil menghempas poninya, membuat Ara bergidik ngeri. Setelah Aldi meninggalkannya sendirian, Ara teringat dengan kata-kata Aldi. Sampai seseorang datang mengetuk pintu membuyarkan lamunannya.
Tok tok tok
Bunyi ketukan pintu dari arah luar.
"Masuk!" seru Ara.
"Maaf mbak, ada tamu yang ingin bertemu dengan mbak. Katanya beliau sudah membuat janji." tutur Emma pegawainya.
"Ok, suruh dia keruangan ku." titahnya pada Emma.
"Baik, mbak."
Emma membawa tamu Ara ke ruangannya, lalu mereka berjabat tangan. Ara mempersilahkan tamunya untuk duduk, dan menyuruh Emma mengambil minuman untuk tamunya. Tak butuh waktu lama Emma masuk membawa dua cangkir teh diatas nampan, dan menyajikannya diatas meja.
"Selamat siang Nona?" sapa Alina, yang tak lain adalah tamu Ara.
"Siang mbak Alina, silahkan duduk." ucap Ara mempersilahkan. Alina adalah klien Ara, yang beberapa waktu lalu memesan gaun pengantin padanya. Usia Alina dua tahun lebih tua dari Ara.
"Maaf Nona Ara, kenapa kening Nona terlihat merah dan benjol." tanya sang tamu to the point.
"Puffthh.." wajah Emma memerah menahan tawa, melirik sekilas kearah Ara.
Ara yang merasa kesal mendelikkan matanya kepada Emma. Emma yang merasa terintimidasi dengan tatapan Ara, berinisiatif segera meninggalkan ruangan itu. Emma membungkukkan badannya kepada Ara dan tamunya "Permisi.." pamit Emma.
Ara dan tamunya saling melempar senyum, Ara merasa malu pada dirinya sendiri.
"Mmh..Tidak apa-apa ko, hanya terbentur saat jatuh dikamar mandi." bohong Ara. Tidak mungkin juga ia berkata jujur kepada orang lain, ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri.
Ara menunjukkan beberapa design gaun yang dibuatnya kepada Alina. Setelah Alina memilih milih gambar, membanding-bandingkan gambar yang satu dengan yang lainnya, Alina menetapkan pilihannya pada satu design. Ara mengkonfirmasi pilihan kliennya, dan meminta Alina kembali ke butiknya dalam beberapa waktu ke depan untuk mengambil gaun pesanannya. Setelah itu, Alina pergi meninggalkan butik pukul 11.45 . Ara merasa lelah dengan kejadian yang menimpanya hari ini, ia merebahkan tubuhnya di sofa dan menyuruh semua orang agar tidak ada yang mengganggunya.
"Ya ampun, kenapa hari ini aku sial sekali."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments