Satu Minggu Kemudian...
Dalam satu Minggu ini Lie dan Mayang selalu melakukan rutinitas latihan Mereka yakni pagi sampai siang berlatih pedang, sedangkan siang sampai menjelang malam berkultivasi di tengah sungai.
Tak hanya berlatih pedang seperti biasa. Lie juga berlatih jurus tombak, terutama Tombak Kegelapan yang menjadi senjata yang diwariskan oleh Leluhur.
Setiap hari bekerja keras dan berkultivasi secara rutin, Lie saat ini berada di alam Qi sejati tahap sepuluh. Sedangkan Mayang berada di alam pembentukan Qi tahap Keenam.
Lie terkagum-kagum dengan bakat kultivasi Mayang. Bisa dibilang sahabatnya ini adalah jenius kultivasi! Jika Lie tidak memiliki mutiara naga kegelapan, ia akan sangat kesulitan untuk menerobos.
Di pinggir sungai saat setelah berkultivasi, Lie dan Mayang memutuskan untuk berbincang sebentar sebelum kembali pulang ke rumah masing-masing.
"Mayang... nanti jika sudah jadi kuat, kamu ingin melakukan apa?" tanya Lie pada sahabatnya itu.
"Hmmm.... Pastinya aku mau melindungi diri sendiri, melindungi orang yang aku sayangi, dan... Menghancurkan sekte Matahari!" jawab Mayang dengan mata memerah penuh dendam.
"Eh.... kenapa kamu ingin menghancurkan sekte Matahari? Apa kamu mempunyai dendam?" tanya Lie sedikit terkejut.
"Itu sudah pasti, sebulan lalu usaha keluargaku dihancurkan oleh mereka, ayahku hampir saja bunuh diri karena tidak sanggup membayar kerugian." jawab Mayang dengan tangan terkepal.
"Haaaa... Aku juga suatu saat nanti pasti akan menghancurkan sekte Matahari kejam itu." ucap Lie mengangguk setuju.
"Hiks....Hiks....!"
Mayang tiba-tiba menangis sesenggukan, ketika teringat ibu dan ayahnya. Bagaimana frustasinya sang ayah ketika mendengar usahanya hancur, dan itu membuat Mayang tak kuasa menahan air matanya.
Lie memeluk sahabatnya itu dengan erat, mencoba menenangkannya. Lie diam-diam bersumpah akan menjaga Mayang dan keluarganya apapun yang terjadi.
Setelah puas menangis. Mayang diantarkan oleh Lie kembali ke rumahnya, perjalan ke rumah Mayang pun tidak terlalu jauh, hanya butuh lima menit untuk sampai.
**
Keesokan harinya, halaman belakang rumah, Lie menyalurkan Qi murni pada Tombak kegelapan. Tombak itu pun bersinar dengan cahaya ungu kehitaman, kemudian Lie menebaskan tombak pada sebuah batu yang cukup besar.
Duaaar...
Disertai ledakan keras, batu itu pun hancur berkeping-keping!
"Wajah Kamu hebat Lie!" puji Mayang dengan mata berbinar.
"Giliranmu." ujar Lie.
Sama seperti halnya apa yang dilakukan Lie, Pedang Petir di tangan Mayang pun bersinar dengan cahaya keperakan. kemudian Mayang mengayunkan pedangnya ke sebuah pohon besar.
Duuuar
Ledakan keras pun tercipta, pohon itu pun tumbang dengan sendirinya.
"Ternyata sahabatku yang cantik ini sudah jadi pendekar pedang." puji Lie dengan sedikit menggoda.
Siang harinya setelah berlatih teknik, mereka berdua pun makan siang sebelum nantinya mereka akan kembali duduk disebuah batu besar di tengah danau.
"Sekarang waktunya berlatih sebuah teknik baru. Ini adalah buku teknik Petir surgawi, di dalamnya terdapat beberapa teknik petir peringkat bumi dan langit, serta satu teknik tingkat surgawi." jelas Lie sembari menyerahkan sebuah kitab usang yang diambil dari cincin penyimpanan.
Pada dasarnya, kitab yang Lie berikan pada Mayang adalah pasangan dari pedang petir yang di pilih oleh Mayang.
Lie sendiri tidak memerlukan kitab teknik. Di dalam ingatan warisannya, terdapat banyak teknik berbagai peringkat yang belum dia pelajari, termasuk teknik peringkat suci.
Namun dengan basis kultivasinya saat ini, Lie hanya dapat mengeluarkan jurus peringkat bumi dan langit saja, itu pun menurutnya sudah sangat cukup jika hanya berurusan dengan kultivator biasa.
Lie sendiri sangat kagum dengan warisan Keluarganya. Memang pantas menjadi keluarga yang pernah mendominasi hampir sepertiga Benua dimasa lalu.
Senjata dan teknik ( jurus ) dibagi tujuh peringkat.
Peringkat biru.
Peringkat Ungu.
Peringkat Hitam.
Peringkat Bumi.
Peringkat Langit.
Peringkat Surgawi.
Peringkat Suci.
Setiap peringkat dibagi menjadi kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas.
"Terimakasih Lie. Aku janji akan berlatih dengan giat." ucap Mayang sembari mengambil kitab yang Lie sodorkan.
"Untuk saat ini, kamu bisa mempelajari dan memahami teknik yang ada dalam buku ini dulu. Besok bisa kamu praktekan." saran Lie pada sahabatnya ini.
"Oke Lie," jawab Mayang mengangguk.
Setelah berbicara sebentar, mereka memasuki kamar masing-masing. Karena masih siang, Mayang mempelajari buku teknik Petir surgawi dengan bersungguh-sungguh. Sedangkan Lie berkultivasi berusaha menerobos ke alam Guru besar!
Malam pun tiba. Setelah makan malam, seperti biasa Lie melanjutkan kultivasinya karena dia ingin sesegera mungkin menerobos ke Alam Guru Besar.
"Haaaa.... Ternyata sulit untuk menembus Alam Guru Besar, energi yang dibutuhkan benar-benar sangat besar." desah Lie.
**
Keesokan harinya, di halaman belakang rumah.
Mayang mengatur Qi murni sesuai arahan buku Teknik Petir surgawi yang kemarin ia pahami. Pedang Petir surgawi bersinar dengan cahaya keperakan dengan beberapa baut petir di sekitar pedang. Kemudian Mayang menebaskan pedangnya pada sebuah batu berukuran besar.
"Tebasan Petir penghancur!" teriak Mayang.
Duaaar
Ledakan keras menggema. Batu besar yang menjadi sasaran tebasan hancur berkeping, menjadi serpihan kecil dan sebagian hilang di terpa angin.
"Luar biasa Mayang! kamu hampir menguasai menguasai teknik peringkat langit kelas bawah hanya hanya dalam waktu kurang dari satu hari." puji Lie yang terkejut dan kagum pada sahabatnya ini yang memang pantas disebut jenius.
"Hehe, terimakasih Lie." ucap Mayang dengan sangat senang, namun tiba-tiba...
Bruk! Mayang terduduk ditanah dengan napas tersengal-sengal. Tebasan barusan menghabiskan seluruh Qi murninya. Bagaimanapun, Mayang baru berada di alam pembentukan Qi tahap enam.
Melihat itu, Lie sedikit panik, dia bergegas menghampiri Mayang dan membawa kesebuah pohon besar. Setelah menyuruh Mayang untuk memulihkan diri, Lie mulai berkultivasi.
Ditemani semilir angin sejuk, Lie tenggelam dalam kultivasi hingga siang hari. Dia baru tersadar ketika mendengar suara Mayang memanggilnya.
"Lie! Makan dulu! Aku sudah sangat lapar." seru Mayang tepat di telinga Lie.
Lie terkejut dan hampir melompat dari tempat duduknya. Ia menoleh kesebelah, terlihat wajah Mayang sedang menatapnya sambil tersenyum manis.
"Bocah ini.... Untung aku tidak punya penyakit jantung." gumam Lie dalam hati dengan sedikit kesal.
"Kali ini kamu yang Masak." ucap Lie kesal, lalu berjalan menuju rumah meninggalkan Mayang.
Melihat gelagat Lie yang ketus, Mayang terkekeh seraya mengendus. "Segitu ajah marah."
***
Selesai makan siang mereka berdua kembali lagi ke sungai. Tanpa berlama-lama, keduanya pun langsung melakukan kultivasi di tengah sungai.
Mereka menjadi penggila kultivasi! Tiada hari berlalu tanpa kultivasi.
Menjelang malam mereka berdua kembali pulang ke rumah masing-masing, dan beristirahat agar esok hari tubuh mereka kembali bugar .
Malam ini, Lie tidak tidur, ia merasa sudah berada di ambang terobosan. Jadi dia meneruskan kultivasinya. Lie terus menerus mendesak mutiara naga kegelapan, untuk menyerap energi secara gila-gilaan.
Tengah malam pun tiba, Tubuh Lie sedikit bergetar. Ia merasakan rasa sakit seperti di tusuk puluhan pedang, sehingga dahinya mulai berkeringat dingin.
Satu jam kemudian...
Boom! Wuush
Suara dentuman penerobosan dan gelombang aura Alam Guru Besar menyebar memenuhi ruangan yang tidaklah besar itu.
"Akhirnya aku berhasil menerobos ke Alam Guru Besar tahap Pertama." gumam Lie penuh kegembiraan dan tersenyum, kemudian dia pun berbaring dan tertidur lelap.
Kecepatan kultivasi Lie saat ini bisa dibilang luar biasa. Jika sekte-sekte besar mengetahuinya, ia akan menjadi bahan rebutan untuk dijadikan murid khusus.
***
Mentari pagi sudah menampakkan wujudnya.
"Lie....! Kamu sudah bangun Lie...!" teriak Mayang dari luar rumah kayu Lie.
"Ehmm.... Apa Mayang! Kenapa kamu teriak-teriak?" jawab Lie dengan suara malas khas orang yang baru saja bangun.
"Pagi?.... Apa kamu masih mimpi? Ini sudah mau siang, bahkan aku sudah berlatih beberapa jurus." ucap Mayang heran karena tidak biasanya Lie terlambat untuk bangun.
"Hah! Siang?" seru Lie, ia terduduk di tepi ranjang. Kemudian menoleh kearah jendela, alhasil ia melihat teriak matahari yang menyilaukan mata, membuatnya menyipitkan matanya.
"Tumben jam segini kamu baru bangun?" tanya Mayang kembali.
"Ini karena semalaman aku tidur terlalu larut." jawab Lie sembari mengucek-ngucek matanya.
"Hah? Ngapain?" tanya Mayang penasaran.
"Kultivasi, hoam." jawab Lie kemudian menguap lebar mirip kuda Nil.
"Kultivasi memang penting, tapi harus jaga kesehatan juga." nasehat Mayang dengan tegas.
"Iya, iya." Lie malas berdebat dengan sahabatnya ini, jadi cara tercepat adalah mengangguk.
***
Di teras rumah, setelah mandi dan berpakaian ie menghampiri Mayang yang sedang menunggu di depan rumah.
"Nih makan dulu buah ini dulu buat isi energi. Ke pasar lumayan jaraknya jauh." ucap Lie sembari mengambil dua buah spiritual dari cincinnya. Lie memberikan satu buah pada Mayang dan ia memakan buah yang satunya lagi.
"Oke." Mayang mengambil buah spiritual dan mulai memakannya. Seketika ia merasakan energi alam mengalir ditubuhnya, energi ini sedikit meningkatkan basis kultivasinya dan menambah kekuatan tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments