Keesokan harinya
Lie melakukan aktivitas seperti biasanya, kemudian dia berangkat menuju pasar Setelah semuanya selesai. Dia Berencana untuk menemui Mayang yang sudah menunggunya di tepi pasar.
Kota Kasihan adalah kota kecil yang berada di benua Timur dunia Elanor ini. Tidak banyak orang yang berkuasa di Kota Kecil ini, paling hanya beberapa keluarga saja yang benar-benar memiliki kekuatan.
Sesampainya di tempat yang dijanjikan. Mayang menarik lengan Lie kesana kemari, membuat Lie merasa pusing mengikuti keinginan sahabatnya ini.
"Aku mau itu! Yang ini juga mau! Itu kayaknya enak! wajah daging sapi!" Mayang membeli berbagai makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya.
Lie juga tidak lupa membeli beberapa pakaian dan makanan favoritnya, mereka memborong apa saja yang menurut mereka bagus dan senangi.
Setelah memasukan semua barang yang mereka beli dan perut merasa kenyang, kemudian mereka berdua memutuskan pergi meninggalkan pasar dengan senyum ceria.
"Berhenti!"
Sebuah teriakan yang sangat tidak ramah terdengar dari belakang mereka. Lie dan Mayang sontak berhenti, memutar tubuh mereka tiga puluh derajat.
Terlihat dua orang berpakaian merah dengan usia sebaya dengan Lie, berjalan menghampiri dengan sorot mata mengejek. Mereka satu Pria dan satu wanita.
"Ada apa?" tanya Lie datar. Dari pakaian yang mereka kenakan, Lie mengetahui jika mereka adalah murid Sekte Bulan Sabit.
"Heh! Bukannya ini sampah yang dibuang sekte kita?" tanya murid wanita dengan jijik.
"Eh? Benar, sampah miskin sepertimu juga bisa belanja dipasar. Mencuri koin dari mana kau hah!" hardik si murid pria ketika ia melihat banyak jajanan di tangan Mayang.
Lie memang sengaja tidak memasukan beberapa jajanan ke dalam cincin, karena rencananya untuk dimakan selama perjalanan pulang.
"Bukan urusanmu." jawab Lie acuh tak acuh.
"Beraninya kau! Suatu kehormatan bagi sampah sepertimu untuk berbicara dengan kami! Oke, aka ku tunjukkan kepadamu perbedaan orang kuat dan sampah!" bentak murid pria sembari mengeluarkan aura basis kultivasinya, begitu pula dengan si murid wanita.
Mereka berdua bermaksud untuk menekan Lie dan Mayang dengan basis kultivasi mereka yang mereka anggap kuat itu.
Lie menyipitkan matanya. Si pria berada di Alam Qi sejati tahap Ketiga, sedangkan si wanita berada di alam Qi sejati Tahap Kelima.
"Lie....!" Mayang saat ini merasa tertekan, takut dan cemas, keringat dingin sudah keluar dari tubuhnya.
Lie segera membuat pelindung energi untuk melindungi Mayang. Bagaimana pun juga, Mayang hanyalah seorang manusia biasa tanpa kultivasi.
"Hah? Kalian tidak terpengaruh oleh aura kami? Bagaimana mungkin?" tanya murid wanita dengan heran dan terkejut. Si pria juga tercengang dan tak percaya.
Lie sangat malas meladeni kedua orang ini. Ia belum ingin berurusan dengan sekte bulan sabit untuk saat ini. Lie menarik lengan Mayang dan berjalan meninggalkan pasar.
Si murid pria tersadar dari keterkejutannya. Melihat Lie dan sahabatnya perlahan menjauh, ia pun meraung marah. "Beraninya kau mengabaikan kami! Cari mati!"
Sebuah serangan Qi murni berwarna biru melesat kearah Lie dan Mayang. Lie tersenyum tipis merasakan sebuah serangan di belakangnya, ia berbalik dan melepaskan serangan balasan Qi murni berwarna ungu kehitaman.
"Duar!"
letupan kecil tercipta saat kedua Qi murni beradu. Qi biru milik si murid pria hancur, sedangkan Qi ungu milik Lie tetap meluncur kearah dua murid sekte bulan sabit yang sedang tercengang.
Baaaam
Ledakan yang bergema di gerbang pasar menarik perhatian para kultivator disekitar. Satu persatu dari mereka menuju kearah sumber ledakan.
"Lemah!" ejek Lie, kemudian menarik lengan Mayang dan pergi meninggalkan pasar.
Di bekas ledakan, si murid wanita hanya mengalami luka ringan. Sedangkan si murid pria memegangi dadanya yang terasa nyeri.
"uhuk... Uhuk..!"
Murid pria terbatuk beberapa kali, kemudian menyemburkan seteguk darah segar.
"Kenapa murid buangan sekte tiba-tiba menjadi kuat begitu?" renung murid Wanita dengan heran dan bingung.
"Sudahlah. Nanti kita bahas di sekte. Sekarang kita harus pergi dari sini sebelum menjadi bahan lelucon orang-orang." ajak murid pria.
Mereka berdua meninggalkan pasar dengan perasaan malu dan marah. Sementara itu para kultivator di sekitar mulai berdiskusi, membicarakan kejadian yang baru saja terjadi.
"Bukankah dua anak berpakaian merah itu adalah murid sekte Bulan Sabit? Siapa yang berani menyerang mereka?" tanya seorang kultivator bebas yang baru saja datang.
"Benar. Siapapun itu yang berani menyinggung sekte Bulan Sabit akan mati." sahut kultivator lain menanggapi.
***
Sementara itu, Lie dan Mayang telah tiba di rumah Lie. Rumah sederhana yang terbuat dari bambu dan berada di pinggiran sungai.
"Lie.."ucap Mayang ragu.
"Ada apa?" tanya Lie.
"A-Aku ingin...emm...itu ..em...." Mayang terbata tidak jelas.
"Kamu mau apa?" tanya Lie lembur, sambil menyunggingkan senyum.
"Aku ingin belajar kultivasi." jawab Mayang lirih.
"Hah?" Lie sedikit terkejut mendengar keinginan sahabatnya.
"Aku ingin berlatih kultivasi Lie." terang Mayang menegaskan.
"Kenapa kamu tiba-tiba ingin berkultivasi?" tanya Lie bingung. Biasanya sahabatnya ini selalu malas jika diajak berkultivasi. Kenapa sekarang tiba-tiba ingin berkultivasi?
"Aku hanya tidak ingin menjadi beban untukmu, aku juga ingin melawan orang-orang jahat!" ungkap Mayang dengan penuh semangat.
"Aku bisa saja membantumu namun kamu harus ijin pada ayah dan ibumu dulu." jawab Lie sambil tersenyum. Kejadian dipasar tadi mungkin menyadarkan Sahabatnya ini betapa pentingnya sebuah kekuatan. Jika Lie tidak cukup kuat, mungkin merekalah yang akan terluka oleh serangan murid Bulan Sabit.
*
Di atas batu besar tepat di tengah sungai, Mayang sedang duduk bersila dengan mata yang tertutup, dia tetap memaksa Lie untuk mengajarinya kultivasi, dan mau tidak mau Lie hanya bisa menuruti keinginan sahabatnya itu.
"Jernihkan pikiranmu, tenangkan perasaan. Coba rasakan energi alam di sekitarmu, lalu coba serap perlahan-lahan." Lie memberikan intruksi pada sahabatnya.
Sepuluh menit telah berlalu, energi alam disekitar sungai perlahan memasuki tubuh Mayang. Lie menyalurkan Qi murni pada tubuh Mayang, guna membantu proses awal perubahan energi alam menjadi energi Qi murni.
Tiga puluh menit berlalu dengan cepat, "Wussh!"
Gelombang aura alam pembentukan Qi tahap Pertama menyebar disekitar sungai. Dengan bakat dan kecerdasan Mayang, hanya dalam waktu singkat ia berhasil menembus penghalang antara manusia biasa dan kultivator.
"Selamat Mayang! Kamu sudah menjadi seorang kultivator." ucap Lie dengan senyum bangga pada sahabatnya.
"Makasih lie, ini semua berkat bantuan mu." Mayang tersenyum manis.
*
Empat hari kemudian...
Dalam beberapa hari ini Lie dan Mayang melakukan aktivitas seperti biasanya. Mereka juga sangat rajin berkultivasi, saat ini Lie berada di alam Qi sejati tahap Delapan, sedangkan Mayang berada di alam pembentukan Qi tahap Ketiga.
Di teras rumah..
"Mayang, kamu suka pakai senjata apa?" tanya Lie kepada sahabatnya itu.
"Hmmm.... Kayaknya pedang." ujar Mayang menanggapi setelah membayangkan senjata yang cocok untuknya.
Lie mengeluarkan empat buah pedang dari cincin penyimpanan pemberian leluhurnya. Tentu saja pedang ini merupakan senjata tingkat tinggi.
"Coba pilih pedang mana yang kamu suka. Nanti kita berlatih pedang bersama." ujar Lie seraya menunjuk ke empat pedang yang sudah diletakkan olehnya.
Memperhatikan keempat pedang yang ada di depannya. Mayang nampak sedikit bingung untuk memilih, pasalnya keempat warna dan corak pedang sangat bagus menurutnya.
"Hmm... Yang ini sepertinya bagus." ujar Mayang sembari mengambil pedang berwarna perak dengan ukiran petir kecil pada gagangnya.
"Pilihan yang bagus Mayang. Ini namanya pedang petir surgawi." jelas Lie sambil tersenyum seraya menyerahkan pedang yang di tunjuk oleh Mayang.
*
Di halaman belakang rumah
Ting! Ting! Ting!
Suara benturan pedang terdengar nyaring. Lie dan Mayang sedang berlatih teknik pedang dengan sungguh-sungguh. Suara pedang yang bertabrakan bagaikan irama musik yang mengalun dengan merdu.
Mereka berlatih pedang hingga menjelang siang hari. Kemudian beristirahat untuk makan siang bersama, keceriaan pun tercipta dari keduanya.
Selesai beristirahat, Lie dan Mayang melanjutkan aktivitas. Mereka berdua berkultivasi di sebuah batu besar di tengah sungai, energi alam di tengah sungai lebih banyak di bandingkan di dalam rumah.
Setelah berkultivasi hingga menjelang malam, Lie dan Mayang bergegas kembali pulang. namun kali ini Lie berinisiatif untuk mengantarkan Mayang kembali kerumahnya.
Selama perjalan mereka berdua berbincang penuh dengan keceriaan. Tidak ada raut kesedihan yang terpancar dari keduanya, semua sudah itu sudah terlupakan.
Lie kembali pulang setelah mengantarkan Mayang, dia berpamitan dengan kedua orang tua Mayang terlebih dahulu sebelum kembali berjalan kearah rumahnya.
Dalam perjalanan pulang, Lie bergumam dalam hati. 'Sekte Bulan Sabit, akan ku buat kalian menyesal telah membuang ku dari sekte. Dan sekte Matahari, tunggulah.. Akan ku balas dendam keluargaku seratus kali lipat!' gumam Lie, kemudian menutup mata sejenak dan melanjutkan perjalanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Arisu75
Jangan nggak baca, sayang banget
2025-03-26
1