Lie tidak perlu takut kehabisan koin emas. Dalam cincin pemberian leluhurnya, terdapat lebih dari seribu koin emas.
Nantinya Lie juga berencana untuk membuat banyak pil untuk di jual atau di lelang. Sehingga dia pun berencana untuk membeli beberapa herbal, setelah membeli artefak terbang ini.
Pelayan yang bertugas tertegun sesaat. Sebab artefak yang ada di lantai empat hanya sanggup dibeli oleh keluarga kelas atas di daratan Elanor ini.
Sedangkan dua remaja tidak dikenal ini ingin membeli artefak yang sangat mahal dan mewah di lantai empat? Ia sedikit ragu, tapi tidak berani membantah.
"Baik, silahkan ikuti saya." ucap pelayan berjalan lebih dulu.
Di lantai empat. Saat ini hanya ada tiga orang yang berada disana, seorang pria paruh baya dan seorang gadis muda, bersama seorang pelayan lainnya.
Ketika Lie dan Mayang tiba di lantai empat, hal ini tentu menarik perhatian si gadis muda dan berseru.
"Astaga...!"
Gadis muda itu terlihat terkejut dan bingung. Ia menajamkan penglihatannya menatap Lie dan Mayang yang baru saja tiba.
"Kakak... Lihat kedua orang itu. bukankah yang laki-laki mirip dengan anak Bibi Wulan?" tanya si gadis muda pada pria paruh baya, yang merupakan kakeknya.
Pria paruh baya itu menoleh kearah yang dimaksud cucunya. Ia menyipitkan matanya kemudian berseru kaget.
"Itu benar, dia anaknya Wulan! Kenapa mereka ada disini?" tanya pria paruh baya dengan heran dan terkejut.
Sementara itu Lie yang di maksud oleh kedua kakek dan cucunya, sedang terkagum-kagum dengan artefak penerbangan yang sangat besar di depannya.
"Silahkan di pilih Tuan muda, Nona Muda. Semua artefak yang ada di lantai ini, merupakan artefak terbaik di provinsi ini." ucap pelayan itu dengan senyum.
"Banyak keluarga teratas dan sekte besar di Provinsi ini yang sudah membeli artefak disini. Bahkan beberapa kekuatan Besar di provinsi lain pun membeli di tempat kami." lanjut si Pelayan kembali menjelaskan.
Mayang segera menoleh ke arah Lie, berkata kemudian. "Lie, kamu suka yang mana?"
Tidak menjawab, mata Lie saat ini sedang menatap dua orang yang dikenalnya sedang berjalan mendekat kearahnya.
Tak lama, pria paruh baya dan si gadis muda tiba di hadapan Lie dan Mayang.
"Kenapa kamu berada disini Lie?" tanya si wanita muda.
"Jelas aku akan membeli artefak, lantas untuk apa aku disini jika tidak membeli artefak." jawab Lie datar.
"Huh! Artefak penerbangan di sini adalah artefak terbaik, harganya sangat mahal. Apakah kalian yakin ingin membelinya?" ucap pria paruh baya dengan nada mengejek dan menghina.
"kami kesini karena kami sanggup membelinya." jawab Lie santai.
Di sisi lain, kedua pelayan saling pandang dan memilih untuk menyimak saja pembicaraan keempatnya.
Pria paruh baya itu adalah Kakeknya Lie, Arya Lesmana. Sedangkan wanita muda ini adalah sepupu Lie, Yeni Lesmana.
Mereka berasal dari keluarga Lesmana di ibukota provinsi. Keluarga ini merupakan salah satu dari lima keluarga teratas di Ibukota kerajaan. Mendiang ibunya Lie adalah anak kedua dari Arya Lesmana.
"Oh! Nampaknya kamu begitu percaya diri? Hehe mari kita lihat apa yang bisa kamu beli." ujar Arya dengan sinis.
Lie mengabaikan kakeknya, ia lantas kembali fokus memilih artefak.
"Mayang, kamu pilih satu, dan aku juga satu." intruksi Lie dengan tegas
Mayang sedikit tertegun sejenak dengan apa yang dikatakan oleh Lie, tapi beberapa saat kemudian, Mayang mengangguk dan mulai memilih artefak yang ada di depannya.
Melihat tingkat Lie cucu yang telah di usirnya, Arya dan Yeni saling memandang dengan bingung dan heran.
"Apa menurut Kakek, mereka sanggup membeli artefak disini?" tanya Yeni.
"Mustahil!" seru Arya cepat, ia menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Lalu melanjutkan. "Keluarga Nugraha telah hancur, mana mungkin kedua bocah itu memiliki puluhan koin emas."
Mendengar apa yang dikatakan Kakeknya, Yeni mengangguk menyetujui pendapat itu. Karena memang benar apa kenyataannya, jika keluarga Nugraha saat ini benar-benar hancur.
"Yang ini berapa?" tanya Lie setelah menemukan artefak yang diinginkan olehnya.
Melihat artefak yang di pilih Lie, kedua pelayan itu terkejut, sebab artefak itu adalah artefak nomer satu di tempat itu.
"Hahaha.... Kamu bisa membeli yang paling murah di tempat ini saja sudah mustahil, apalagi kau ingin membeli artefak yang paling mewah itu?" ejek Arya dengan suara menghina.
"Aku saja tidak yakin apa kalian punya koin emas atau tidak. Beraninya kau membual ingin membeli artefak itu, tidak tahu diri." seru Yeni menyalak.
Lie mengabaikan kedua orang itu, ia menatap pelayan dan kembali berkata. "Aku mau yang ini."
"Ini..... Ini adalah artefak terbaik dan termewah, Kapal perang sang raja! Harganya 70 koin emas." ucap Pelayan dengan ragu.
Seorang keluarga terkaya di berbagai provinsi saja tidak mau menghabiskan begitu banyak koin emas hanya untuk membeli sebuah artefak. Namun pemuda yang baru sekitar dua puluhan tahun ini, mau membeli artefak senilai 70 koin emas, sungguh sulit di percaya.
Sedangkan Yeni dan Arya terkejut mendengar harga yang begitu mahal. Itu hampir separuh dari kekayaan yang di miliki keluarga Lesmana.
Tak berselang lama, keduanya sudah memilih artefak yang mereka sukai, Lie segera meminta pelayan untuk menghitung total yang harus dia keluarkan.
Beberapa saat kemudian, sang pelayan kembali ke lantai empat dengan seorang pria paruh baya berbadan gemuk. Mereka berdua menghampiri Lie dan Mayang dengan ekspresi penasaran.
"Permisi, apakah Tuan Muda yang ingin membeli Kapal abadi sang raja dan kapal Putri bulan?" tanya pria paruh baya pada Lie.
"Ya," Jawa Lie singkat.
"Perkenalkan, saya Reksa Prakasa, saya manajer tempat ini."
'Prakasa? Sepertinya dia berasal dari Keluarga Prakasa di ibukota kerajaan.' batin Lie.
"Em... Total pembelian Tuan muda adalah 121 koin emas." ucap Reksa sambil tersenyum.
Meskipun Reksa tak mengenal kedua remaja ini. Entah kenapa ia merasakan aura familiar dari Lie.
Lie mengeluarkan satu kantung sejumlah yang di sebutkan dari cincinnya dengan santai, menyerahkan pada Pelayan.
"Hitunglah dulu."
"Apa...." mata Yeni membelalak tak percaya, ia menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut.
"Palsu! Pasti pasti koin palsu." pekik Arya masih tak percaya.
Bagaimana cucu yang dia abaikan bisa memiliki begitu banyak koin emas? Ia merasa seperti sedang bermimpi! Sulit di mengerti oleh akal sehatnya.
Reksa melirik ke arah Arya dan Yeni tanpa ekspresi. keluarga Lesmana memang berpengaruh di Ibukota. Tapi itu tidak ada apa-apa di hadapan Keluarga Prakasa.
"Asli atau palsu, kami akan mengeceknya." ucap Reksa datar. Tapi ada kegembiraan pada nada suaranya. Jika ini koin asli, ini adalah keuntungan yang sangat besar.
Reksa meminta kedua pelayan untuk membantunya menghitung serta mengecek keaslian dari koin emas itu.
Setelah beberapa saat...
"Seluruh koin emas ini asli dan jumlahnya pas ada 121 koin emas." ucap Reksa dengan bersemangat.
"Ini tidak mungkin!" pekik Yeni tak percaya.
Sambil menatap Lie dan Mayang dengan iri. Yeni masih tidak bisa berpikir dengan jernih masih terbayang olehnya saat Lie mengeluarkan Koin emas dengan begitu mudahnya.
"Apa artefak ini bisa di perkecil?" tanya Lie pada Reksa.
Jika Lie dan Mayang membawa kapal sebesar dan semewah ini. Bukankah itu akan membuat kehebohan kemana pun mereka pergi.
"Tentu bisa Tuan muda. Anda bisa memperkecil dan memperbesarnya dengan sebuah mantra khusus." jawab Reksa sambil mengeluarkan dua buah buku dari cincin penyimpanan.
"Ini adalah panduan buku Kapal Abadi dan Kapal Putri bulan. Di dalamnya terdapat peta dan tata letak kapal, mantra, serta fungsi bagian-bagian kapal." jelas Reksa menerangkan.
Lie mengangguk, memberikan satu buku pada Mayang dan mulai mencari mantra khusus yang tertulis, lalu keduanya mulai mencobanya.
"Wes- Sewes-sewes, bablas angine." keduanya mengucapkan mantra dalam hati.
Seketika dua kapal besar itu mengecil menjadi seukuran telapak tangan. Lalu Lie menyimpannya kedalam cincin.
Selesai dengan urusan artefak, Lie dan Mayang segera keluar dari tempat itu. Mengabaikan Arya dan Yeni yang masih berdiri termangu.
***
Di penginapan, Arya dan Mayang saat ini sudah berada di dalam satu ruangan besar. Mereka membahas rencana untuk segera sampai di Kota Singkawang, sebab Mayang sangat mengkhawatirkan orang tuanya.
"Mayang, lebih baik kamu pergi lebih dulu ke kota Singkawang, aku sengaja memberikanmu Artefak agar kau bisa cepat menemui orang tuanmu." ucap Lie sambil tersenyum.
"lalu, bagaimana dengan kamu?" tanya Mayang enggan.
"Aku akan menyusul, dan aku akan mencarimu sesampainya aku di Kora Singkawang." jawab Lie dengan kata yang menyakinkan.
Mendengar ucapan itu, Mayang yang memang sudah sangat mengkhawatirkan orang tuanya pun mengangguk, dia berencana akan berangkat malam ini dengan artefak Putri bulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments