KENDAL

Rohan berlari secepat mungkin melewati hutan, dedaunan dan ranting menyapu tubuhnya saat dia menuju rumah besar. Sesampainya di kamar, dia segera membuka lemari dan menarik keluar semua pakaian, melemparkannya sembarangan ke dalam koper. Tidak ada waktu untuk merapikan, dipikirannya hanya ingin segera pergi.

Tiba-tiba, suara notifikasi ponsel berbunyi. Rohan meraih ponselnya dan membuka pesan yang baru saja masuk. Pesan itu dari ibunya.

"Rohan, semoga kau baik-baik saja di sana. Ada seseorang datang mencarimu, tapi Ibu bilang kau sudah tidak di sini. Mereka terlihat seperti orang yang tidak baik. Jadi, tetaplah di sana lebih lama sampai mereka pergi."

Pesan itu membuat Rohan terdiam. Dia menghela napas panjang, lalu perlahan meletakkan ponselnya. Rencana untuk kembali ke rumah mendadak batal. Dia melempar ponselnya ke sisi tempat tidur dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Tatapannya kosong, pikirannya penuh.

"Orang tidak baik? Mungkin mereka adalah suruhan keluargaku," pikir Rohan.

Dia bergumam pelan, "Gue tidak bisa pulang sekarang. Jadi, apa yang harus dilakukan?"

Rohan bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke jendela. Dia memandang keluar, ke arah hutan yang sunyi. Ingatannya tiba-tiba melayang pada kata-kata Kakek Joko untuk pergi ke masa lalu. Bayang-bayang ketika dia bersama Ratih di reruntuhan saat melihat peradaban kuno muncul. Sebuah ide mulai terlintas di benaknya.

"Waktu itu aku sempat melihat peradaban aneh itu, mungkin aku harus kesana. Mungkin ada beberapa naskah yang menjelaskannya," gumamnya sambil mengambil ponselnya kembali. Dia membuka kontak dan mengetik pesan kepada Ratih.

"Ratih, apakah ada naskah kuno yang menjelaskan tentang cara pergi ke masa lalu?"

Tidak butuh waktu lama, Ratih membalas pesannya.

"Sepertinya tidak. Yang kubawa hanyalah buku-buku saja. Eh... tapi, aku sempat melihat naskah bergambar jam pasir di dalam kotak ukir dekat pintu waktu itu. Aku tidak sempat mengambilnya. Kenapa? Apa ada sesuatu?"

Rohan berpikir sejenak sebelum membalas.

"Tidak. Aku hanya tiba-tiba memikirkan naskah kuno saja."

Balasan Ratih datang cepat.

"Benarkah? Tapi aku merasa kau sedang berbohong."

Rohan tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Mana mungkin aku berbohong. Jika ada masalah, pasti aku akan memberitahumu."

Jawaban itu tampaknya berhasil meyakinkan Ratih.

"Kau benar juga. Aku percaya padamu. I LOVE YOU."

Rohan terdiam sejenak, lalu mengetik balasan singkat.

"I love you too."

Setelah itu, dia menaruh kembali ponselnya di atas meja. Pikirannya kembali ke naskah kuno yang disebutkan Ratih. Mungkin itu adalah kunci dari semua ini. Jika memang dia harus kembali ke reruntuhan kuno untuk mencari naskah itu, maka jawabannya jelas dia akan melakukannya.

"Tak peduli seberapa berbahayanya, ini harus kulakukan. Aku harus menemukan naskah itu," pikir Rohan.

Seharian memikirkannya, akhirnya Rohan memutuskan untuk berangkat. Dengan perlengkapan seadanya, dia memasuki kembali hutan terlarang. Tekadnya untuk mencapai reruntuhan kuno tidak goyah, meski malam semakin gelap. Hanya sebuah senter redup yang menjadi penerangnya di antara semak-semak dan ranting pohon yang sesekali menggores kulitnya.

Suara burung gagak menggema, sesekali diiringi derik serangga malam. Rohan melihat jam tangannya, pukul 19.07. Sudah satu jam dia berjalan, namun belum juga sampai.

"Sudah satu jam tapi belum sampai juga," gumamnya sambil mengeluh pelan.

*Krek... Krek*...

Suara ranting patah terdengar dari belakang. Rohan segera berhenti dan menoleh, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Namun, suasana justru semakin mencekam. Tak lama, terdengar suara bisik-bisik, samar namun jelas mendekat.

Rohan berjalan mundur perlahan, napasnya mulai tercekat. Ketika suara bisik-bisik itu semakin mendekat, rasa takut memuncak. Dia memutuskan untuk berlari. Namun, langkahnya terhenti mendadak, jurang besar terbentang di hadapannya.

Dalam kepanikan, dia terpeleset. Tubuhnya hampir jatuh ke jurang, tetapi tangannya berhasil mencengkeram akar pohon yang menjulur di tepi.

"Gawat!" batinnya, berusaha bertahan.

Langkah kaki terdengar mendekat. Dari atas, terdengar suara seseorang berbicara.

"Tadi sepertinya ada orang di sini. Di mana dia?"

"Tunggu, itu ada senter dekat jurang," sahut suara lain.

Langkah mereka semakin mendekat ke tepi jurang. Cahaya senter mereka akhirnya menyinari Rohan yang sedang bergelantungan.

"Rohan! Riki, dia di sini! Cepat bantu aku!" suara Ratih terdengar jelas.

Riki segera berlari mendekat dan bersama Ratih, mereka menarik Rohan ke atas. Setelah bersusah payah, akhirnya mereka berhasil menyelamatkan Rohan. Ketiganya duduk di tepi jurang, mengatur napas sejenak sebelum menjauh dari kawasan berbahaya itu.

Api unggun berhasil dibuat oleh Riki. Nyala api kecil itu menerangi malam, menciptakan suasana hangat di tengah hutan. Namun, tatapan tajam dari Ratih dan Riki mengarah langsung ke Rohan, membuatnya tidak nyaman.

"Ehem... Jadi, ini alasanmu tidak datang ke sekolah?" Ratih memalingkan pandangan dengan nada kecewa.

"Pergi sendirian sangat berisiko, apalagi dengan Drako yang masih berkeliaran," tambah Riki, suaranya terdengar tajam.

Rohan menghela napas panjang. Wajahnya tampak pucat. "Maaf. Aku tidak ingin kalian terlibat dalam masalah ini," jawabnya pelan. Dia sama sekali tidak menyangka kedua temannya akan menyusulnya.

"Kita sudah berjanji untuk menyelesaikan ini bersama," ucap Riki tegas. "Kau bilang Drako tidak akan mengganggu kita lagi. Jadi kenapa kau pergi sendirian ke sini?"

Rohan terdiam, menatap tanah dengan ekspresi bersalah. Dia memang berniat menyelesaikan semuanya sendiri, tetapi kini kehadiran Ratih dan Riki membuat rencananya berubah.

"Katakan, Rohan. Apa Drako mengancammu?" tanya Ratih dengan nada gelisah.

Rohan mengangguk pelan. "Drako ingin aku pergi ke tempatnya sendirian," jawabnya.

"Dan kau menyetujuinya?" Riki berseru gusar.

"Iya. Aku menyetujuinya karena dia berjanji akan melepaskan kalian," sahut Rohan.

Riki langsung bangkit, wajahnya penuh kemarahan. "Kau gila! Menyetujui perjanjian dengan iblis seperti dia? Dia bisa mengingkari kapan saja!"

"Aku tahu," Rohan membalas dengan suara pelan. "Tapi itu bukan tujuan utamaku lagi. Seorang kakek menyuruhku pergi ke masa lalu. Itu sebabnya aku ke sini."

"Itu sebabnya kau menanyakan soal perjalanan ke masa lalu kemarin malam," ucap Ratih, mengingat pesan Rohan.

"Iya," jawab Rohan singkat.

Rohan menatap Ratih. "Ratih, kau ingat kita pernah melihat peradaban kuno itu. Mungkin itu pintu yang dimaksud."

"Jadi, kita akan pergi ke situ lagi?" tanya Ratih.

"Iya. Tapi, kita pergi ke runtuhan perpustakaan dulu untuk mengambil beberapa naskah dan buku yang mungkin berguna nantinya," jawab Rohan.

Riki sedari tadi melihat saku jaket Rohan yang bercahaya merah redup. "Itu apa yang menyala di sakumu?"

Rohan mengeluarkan permata merah, menunjukkan pada mereka. "Permata merah ini yang akan melindungi kita dari Drako."

"Apa kakek itu yang memberikannya?" tanya Ratih penasaran. Rohan mengangguk.

"Kalau begitu, tunggu apalagi. Kita harus menyusun rencana sebelum ke sana," seru Riki semangat.

Riki mengambil sebuah ranting dan mulai menggoreskan sesuatu di tanah, menjelaskan rencana mereka. Rohan dan Riki saling pandang, menyadari bahwa petualangan baru saja dimulai dan kali ini, mereka akan melakukannya bersama.

Pagi hari menyelimuti hutan dengan udara yang sedikit hangat, meskipun sinar matahari tidak dapat menembus lebatnya pepohonan. Ketiganya berjalan perlahan mendaki Bukit Sena, ditemani suara langkah kaki dan percakapan ringan di antara mereka.

"Oh ya, bagaimana kalian tahu aku ada di sini?" tanya Rohan, memecah kesunyian.

Ratih tersenyum kecil dengan tatapan sinis sebelum menjawab, "Kemarin aku tidak melihatmu di sekolah, jadi aku kira kau sakit. Aku bertanya pada ibumu, dan dia bilang kau ada di Desa Talakrimbun. Ditambah lagi pesanmu yang aneh."

"Lalu Ratih menelepon gue tengah malam, membangunkan gue dengan kabar mendadak itu," tambah Riki. "Kami langsung pergi saat itu juga. Sampai di desa, kami bertanya pada beberapa orang yang menunjukkan rumah tempatmu tinggal. Tapi lu tidak ada di sana."

Ratih melanjutkan, "Kami memutuskan untuk masuk ke hutan dan malah tersesat. Untung saja kami melihat seseorang membawa tas yang mirip dengan punyamu. Saat kami mendekat, ternyata benar itu kau yang jatuh ke jurang. Tapi, bagaimana kau bisa terjatuh?" tanyanya penasaran.

Rohan menghela napas, merasa sedikit malu. "Aku terkejut mendengar suara kalian. Karena panik, aku tidak sadar kalau di belakang ada jurang," jawabnya singkat.

Mereka terus berjalan sambil berbincang ringan, tanpa menyadari perjalanan mendaki itu membawa mereka ke depan sebuah reruntuhan kuno yang tersembunyi di balik pepohonan.

"Baiklah, kita harus segera memulai rencana ini," kata Ratih tegas. "Cepat, kalian berdua maju dulu."

Namun, ketika Rohan dan Riki mulai melangkah, tiba-tiba sebuah tangan merangkul bahu mereka.

"Kenapa kau merangkulku?" tanya Rohan heran.

"Aku tidak merangkulmu. Bukankah itu kau yang merangkulku?" balas Riki, bingung.

"Tangan Ratih masih di depan. Jadi... siapa yang merangkul kita?" tanya Riki dengan suara mulai gemetar.

"Aku," sahut dari belakang mereka.

Rohan dan Riki serempak menoleh. Sosok tinggi berambut perak berdiri di sana dengan wajah tenang.

"Chandra?!" seru mereka bersamaan.

Chandra mengisyaratkan mereka untuk tenang dan menunduk, lalu berkata, "Kalian kenapa di sini?"

"Kami ingin mengambil naskah kuno dan beberapa buku lagi," jawab Riki sambil menatap Chandra dengan penuh tanya.

Chandra tampak bingung. "Untuk apa? Bukannya Ratih sudah mengambil banyak buku kuno kemarin?"

Ratih hanya tersenyum kecil, tapi tidak berkata apa-apa.

Rohan melangkah maju dan menjawab dengan serius, "Kami perlu informasi tambahan. Selain itu, kami ingin melewati lorong kemarin untuk pergi masa lalu."

Mendengar jawaban itu, ekspresi Chandra berubah serius namun dengan senyuman. Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Kalian tidak perlu pergi mencari naskah itu. Buku yang diambil Ratih kemarin sudah cukup, tapi nih aku tambahin." Chandra memberikan beberapa naskah dan buku ke tangan Ratih.

"Wehhh, satu...dua...empat dan beberapa naskah. Banyak juga bawaanmu?" tanya Ratih heran.

Tanpa banyak bicara, Chandra menyerahkan sebuah permata berwarna biru kepada Rohan. Permata itu bersinar lembut di bawah cahaya pagi.

"Bentuknya mirip dengan punyaku," kata Rohan sambil mengeluarkan permata merah dari kantongnya.

Chandra kemudian mengeluarkan sebuah buku tebal berisi peta kuno. Dia menunjuk sebuah lokasi di bagian tengah peta, di utara.

"Tempat yang kalian cari adalah sebuah pohon tua bernama Kendal. Pohon itu memberi nama pada kota yang kini disebut Kota Kendal. Di dekatnya ada pantai utara yang sering muncul dan menghilang, menyimpan petunjuk yang kalian butuhkan," jelas Chandra dengan suara datar.

Riki menatap peta itu dengan seksama sebelum berkata, "Jadi kita harus pergi ke Kota Kendal dan mencari pantai itu?"

"Benar," jawab Chandra singkat, nada suaranya tetap tenang namun penuh keyakinan.

Rohan, yang berdiri tak jauh darinya, mengernyitkan dahi. "Tapi, untuk apa kita ke sana? Aku merasa lewat runtuhan ini, kita bisa langsung ke masa lalu. Kenapa harus memutar sejauh itu?"

Chandra perlahan menoleh, menatap Rohan dengan sorot mata yang dalam dan penuh misteri. Tatapan itu begitu tajam namun menenangkan, seperti seseorang yang menyimpan ribuan rahasia di dalam hatinya. Rohan merasa ada sesuatu yang berbeda. Tatapan itu membuatnya terdiam, canggung, dan bingung pada saat yang sama.

Setelah beberapa detik hening, Chandra berjalan mendekat. Dia meletakkan tangannya di pundak Rohan, genggamannya ringan namun terasa seperti menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar sentuhan. "Di sana," katanya dengan suara yang lembut, "ada sebuah benda yang kalian butuhkan. Jalur itu juga lebih aman daripada yang kau pikirkan. Percayalah padaku, Rohan."

Rohan memandang Chandra dengan ragu. Namun, di balik semua kebingungannya, ada sesuatu yang tak terucap dalam hatinya, rasa hangat dan kedekatan yang sulit dijelaskan. Chandra tidak terasa seperti orang asing baginya. Sebaliknya, dia merasa seperti pernah bertemu, mengenal, dan bahkan mempercayainya sebelumnya. Tapi kapan? Di mana?

Tanpa berkata lagi, Rohan mengangguk pelan. Tatapannya kembali mengarah ke peta, mencoba memahami apa yang sebenarnya ada di sana. Dalam hatinya, dia merasa keputusan ini adalah sesuatu yang benar, meskipun logikanya belum bisa menjelaskan alasannya.

Mereka bertiga bersiap untuk pergi. Riki sudah lebih dulu berjalan dan Ratih sibuk memeriksa barang bawaannya. Rohan berdiri sejenak di belakang, menoleh sekali lagi ke arah Chandra.

Chandra masih berdiri di tempatnya, sosoknya tampak kokoh di bawah sinar matahari yang mulai meredup. Dia menatap Rohan dengan senyum cerah yang jarang terlihat. Tidak ada keraguan, tidak ada beban, hanya ketulusan yang terpancar dari wajahnya. Dengan lembut, dia melambaikan tangan ke arah Rohan, seolah ingin menguatkannya.

Rohan hanya tersenyum tipis, tetapi di dalam hatinya, dia merasa ada sesuatu yang berat. Seperti perpisahan singkat yang berarti lebih dari apa yang terlihat di permukaan. Tanpa berkata apa-apa, dia mengalihkan pandangannya dan berjalan menyusul kedua temannya yang mulai menghilang dari balik pepohonan.

Di kejauhan, Chandra masih berdiri diam, memperhatikan mereka hingga menghilang dari pandangan. Dalam keheningan, dia berbisik pelan, hampir tak terdengar oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri. "Semoga perjalanan ini membawa kalian pada jawaban yang selama ini kucari."

Episodes
1 KEHIDUPAN DI PANTI
2 PASAR MALAM
3 DESA TALAKRIMBUN
4 KAKEK MISTERIUS
5 RATIH
6 JUBAH HITAM
7 TERBENTUKNYA 3R
8 MASUK KE RUNTUHAN KUNO
9 CHANDRA
10 KELUAR DARI RUNTUHAN KUNO
11 KALUNG SEGIDELAPAN
12 MAKNA BUKU
13 REINKARNASINYA
14 PERMINTAAN
15 KENDAL
16 PERJALANAN MACET
17 TANJUNG ELOK
18 MELEWATI BATAS ZAMAN
19 BERTEMU PANGERAN
20 ANCAMAN
21 DRAKO ZAMAN KUNO
22 LANGIT BINTANG
23 PONSEL
24 BUKAN PANGERAN
25 GURU TYOS
26 BAWAH POHON SUCI
27 SUARA BATU KRISTAL
28 PERANG MULAI TERCIUM
29 KOTAK KECIL
30 BUTUH PEDANGNYA
31 BATU MERAH MUDA DAN BATU KUNING
32 KENANGAN YANG ABADI
33 KABUT
34 MENGINGAT
35 MENURUNKAN EGO
36 AWAL PERTENGKARAN
37 PERTENGKARAN KEDUA
38 KUTUKAN
39 KUIL SENA
40 TEKAD
41 MEMULAI PENCARIAN
42 PENCARIAN DI ISTANA
43 RUMAH YUDIMAN
44 BERKELILING
45 TERKURUNG
46 ASAP MUNCUL
47 RUANG SEGEL
48 PERBEDAAN
49 TEMPAT MAIN RAHASIA
50 SADAR
51 SANDERA
52 PESAN BURUNG FALCON
53 PERSAUDARAAN
54 PENCARIAN DI ISTANA 2
55 PINTU RAHASIA
56 MENUJU HUTAN KEGELAPAN
57 KERAJAAN ARIS
58 PERTUNANGAN
59 TAMAN
60 PERGI KEMANA?
61 PAGI YANG HANGAT
62 DIMANA?
63 KERAJAAN MATAR YANG HILANG
64 ISI BUKU ITU
65 DIKURUNG
66 MENCARI PENGKHIANAT
67 HARI PERNIKAHAN
68 SALING MENGUATKAN
69 PANGERAN FARIS
70 PERDEBATAN
71 RITUAL KODRA
72 AULA PESTA YANG HANGAT
73 BURUNG GAGAK
74 BULU MERAK
75 MALAM KESEDIHAN
76 PERGOLAKAN
77 BERMAIN BERSAMA
78 DIBAWAH POHON
79 KELUARGA
80 BULU MERAK
81 BERJANJI
82 MALAM SUNYI
83 MEJA MAKAN
84 STRATEGI PERANG
85 MENDUGA
86 MULAI DEKAT
87 MALAM PENGKHIANATAN
88 MENYATAKAN PERANG
89 AKANKAH?
90 PERMATA BIRU
91 ARAS SEDIH
92 DUA ADIKKU
93 MENEMUINYA
94 SEMAKIN DEKAT
95 MALAM INDAH
96 KABAR GEMBIRA
97 PERINGATAN
98 MENUJU MEDAN PERANG
99 BERKEMAH
100 MENUJU AYAH
101 CITREA MENYUSUL
102 CHANDRA MENYUSUP
103 MAJU BERSAMA
104 KAU?
105 PENGKIANATAN SEBENARNYA
106 PENGORBANAN
107 KEABADIAN TERKUTUK
108 MENUNGGU
109 KEMBALI KE MASA DEPAN
110 KEPALA DESA
111 BERTEMU DRAKO
112 MIMPI BURUK
113 SEGEL PENYESALAN
114 DAMPAK SEKITAR
115 MISI SELESAI
116 AKHIR DARI PERJALANAN 3R
117 EPILOG
Episodes

Updated 117 Episodes

1
KEHIDUPAN DI PANTI
2
PASAR MALAM
3
DESA TALAKRIMBUN
4
KAKEK MISTERIUS
5
RATIH
6
JUBAH HITAM
7
TERBENTUKNYA 3R
8
MASUK KE RUNTUHAN KUNO
9
CHANDRA
10
KELUAR DARI RUNTUHAN KUNO
11
KALUNG SEGIDELAPAN
12
MAKNA BUKU
13
REINKARNASINYA
14
PERMINTAAN
15
KENDAL
16
PERJALANAN MACET
17
TANJUNG ELOK
18
MELEWATI BATAS ZAMAN
19
BERTEMU PANGERAN
20
ANCAMAN
21
DRAKO ZAMAN KUNO
22
LANGIT BINTANG
23
PONSEL
24
BUKAN PANGERAN
25
GURU TYOS
26
BAWAH POHON SUCI
27
SUARA BATU KRISTAL
28
PERANG MULAI TERCIUM
29
KOTAK KECIL
30
BUTUH PEDANGNYA
31
BATU MERAH MUDA DAN BATU KUNING
32
KENANGAN YANG ABADI
33
KABUT
34
MENGINGAT
35
MENURUNKAN EGO
36
AWAL PERTENGKARAN
37
PERTENGKARAN KEDUA
38
KUTUKAN
39
KUIL SENA
40
TEKAD
41
MEMULAI PENCARIAN
42
PENCARIAN DI ISTANA
43
RUMAH YUDIMAN
44
BERKELILING
45
TERKURUNG
46
ASAP MUNCUL
47
RUANG SEGEL
48
PERBEDAAN
49
TEMPAT MAIN RAHASIA
50
SADAR
51
SANDERA
52
PESAN BURUNG FALCON
53
PERSAUDARAAN
54
PENCARIAN DI ISTANA 2
55
PINTU RAHASIA
56
MENUJU HUTAN KEGELAPAN
57
KERAJAAN ARIS
58
PERTUNANGAN
59
TAMAN
60
PERGI KEMANA?
61
PAGI YANG HANGAT
62
DIMANA?
63
KERAJAAN MATAR YANG HILANG
64
ISI BUKU ITU
65
DIKURUNG
66
MENCARI PENGKHIANAT
67
HARI PERNIKAHAN
68
SALING MENGUATKAN
69
PANGERAN FARIS
70
PERDEBATAN
71
RITUAL KODRA
72
AULA PESTA YANG HANGAT
73
BURUNG GAGAK
74
BULU MERAK
75
MALAM KESEDIHAN
76
PERGOLAKAN
77
BERMAIN BERSAMA
78
DIBAWAH POHON
79
KELUARGA
80
BULU MERAK
81
BERJANJI
82
MALAM SUNYI
83
MEJA MAKAN
84
STRATEGI PERANG
85
MENDUGA
86
MULAI DEKAT
87
MALAM PENGKHIANATAN
88
MENYATAKAN PERANG
89
AKANKAH?
90
PERMATA BIRU
91
ARAS SEDIH
92
DUA ADIKKU
93
MENEMUINYA
94
SEMAKIN DEKAT
95
MALAM INDAH
96
KABAR GEMBIRA
97
PERINGATAN
98
MENUJU MEDAN PERANG
99
BERKEMAH
100
MENUJU AYAH
101
CITREA MENYUSUL
102
CHANDRA MENYUSUP
103
MAJU BERSAMA
104
KAU?
105
PENGKIANATAN SEBENARNYA
106
PENGORBANAN
107
KEABADIAN TERKUTUK
108
MENUNGGU
109
KEMBALI KE MASA DEPAN
110
KEPALA DESA
111
BERTEMU DRAKO
112
MIMPI BURUK
113
SEGEL PENYESALAN
114
DAMPAK SEKITAR
115
MISI SELESAI
116
AKHIR DARI PERJALANAN 3R
117
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!