Pagi hari yang sangat dingin, ditambah hujan yang turun deras, membuat suasana semakin suram. Rohan pergi ke sekolah dengan sepeda lamanya, mengenakan jas hujan yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.
Setibanya di halaman sekolah, dia memarkir sepedanya di bawah pohon mangga.
"Rohan..." suara itu terdengar dari atas pohon.
Rohan segera melangkah cepat menuju kelas, sadar bahwa suara itu pasti berasal dari Drako. Walaupun Drako tidak menyerangnya seperti sebelumnya, suara itu tetap terasa seperti teror burung gagak yang menyambut datangnya bencana.
Begitu sampai di dalam kelas, Rohan terkejut melihat Drako sudah berada di pojok ruangan. Kelas masih sepi, karena hujan membuat banyak siswa terlambat datang.
"Kenapa kau selalu mengikutiku?" tanya Rohan, berusaha tetap tenang.
"Kau yang aku butuhkan," jawab Drako dengan suara serak.
"Lalu kenapa kau juga mengincar temanku? Bukankah yang kau butuhkan hanya aku?"
"Asalkan kau mau kembali ke Kerajaan Roulis, aku akan melepaskan mereka dan tidak akan mengganggu siapapun lagi."
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Kau adalah iblis yang tidak bisa dipercaya."
"Aku akan menepatinya kali ini. Untuk apa mereka ada, jika hanya akan menghalangi keinginanku?"
Rohan terdiam, merenung. Dia tahu bahwa demi Riki dan Ratih, dia harus berkorban.
"Ya, aku setuju."
"Pastikan kau datang sendiri saat bulan purnama minggu depan," ujar Drako, sebelum menghilang begitu saja.
Rohan duduk di bangkunya, menatap jendela kelas. Dia membayangkan apa yang akan terjadi di tempat yang menyeramkan dan angker itu, merasa sedikit menyesal dengan keputusan yang baru saja dia buat.
Istirahat di taman depan sekolah cukup menenangkan hati Rohan. Kejadian tadi pagi membuatnya tegang dan marah. Namun, kekhawatirannya terhadap nasib Riki dan Ratih sedikit berkurang dengan perjanjian yang diajukan Drako.
Terdengar suara langkah kaki mendekat dengan dua tangan yang menutupi mata Rohan.
"Coba tebak, siapa aku?"
"Hmm siapa lagi yang berani melakukan hal ini selain pacarku yang cantik," jawab Rohan yang membuat Ratih kesipu malu.
Ratih duduk disebelah Rohan, "Sepertinya orang disebelahku sedang memikirkan sesuatu. Ceritakan saja pada pacarmu ini," ujar Ratih.
Dia tidak boleh tau apa yang terjadi tadi pagi
"Aku hanya memikirkan kejadian 2 bulan lalu. Aku belum bisa melupakannya," ucap Rohan dengan senyum.
"Oooh soal itu. Hmm, btw sepulang sekolah datang ke rumahku ya. Aku sudah memecahkan makna buku kuno yang lain dan kali ini cukup menggetarkan tubuh."
"Apa tidak ada bocorannya tentang presentasimu itu?" tanya Rohan yang merasa Ratih memang ingin membuatnya penasaran.
"Tidak ada. Makanya nanti datang dan lihat presentasiku."
"Terserah Ratu saja," singkat Rohan yang langsung memeluk Ratih.
"Kau terlalu jauh mencari informasi tentang ini," ucap Rohan.
"Asalkan menyangkut dirimu aku akan terus mencarinya dan membantumu hingga kita berdua bisa tenang."
*Seandainya kau tau jika aku tidak bisa memastikan bulan depan melihatmu lagi*
Rohan mencium kening Ratih dan segera pergi setelah mendengar bel kelas 12 A masuk.
Ratih melambaikan tangan dengan senyum manisnya. "Rohan, terkadang aku merasa kita tidak bisa bersama karena Drako payah itu."
"Ehem ehem," suara seseorang dari belakang.
Ratih membalik badannya dan menemukan sesosok yang lebih menakutkan dari Drako.
"Eh, Pak Drako ma...maksud saya Pak Guru Fisika. Ada apa Pak?" tanya Ratih yang khawatir akan terkena hukuman.
"Sudah saya bilang JANGAN PACARAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH RATIH!" marah Pak Guru.
"Tapi,Pak. Kenapa saya saja yang dihukum, seharusnya Rohan juga."
"Rohan biar nanti hukumannya."
"Pak Guru waktu itu juga bilang, nanti Rohan... nanti Rohan...hukuman nanti saja. Padahal gak ada hukuman untuknya," kesal Ratih.
"Oh kalau gitu, sekarang bersihkan halaman ini karena tindakan tidak sopan sekaligus pacaran di lingkungan sekolah."
"Tapi..."
"Tidak ada tapi..tapi..tapi. Langsung kerjakan kalau tidak nilai fisikamu akan berpengaruh," ancam Pak Guru.
Ratih hanya diam dan langsung melaksanakan perintah Pak Guru.
*Kenapa Pak Guru selalu menghukumku*... :..(
***
Di rumah Ratih, Rohan datang bersama Riki. Ratih merasa kehadiran Riki mengganggu acara romantisnya, terlihat jelas dari raut muka sedihnya.
"Kau kenapa, Ratih?" tanya Rohan, melihat ekspresi Ratih.
"Tidak ada apa-apa," jawab Ratih singkat.
"Bilang saja kalau aku mengganggu acara romantis kalian," sahut Riki, yang menyadari kehadirannya mengganggu suasana.
"Hey, aku sudah bilang tidak ada apa-apa!" teriak Ratih ke arah Riki.
Mereka bertiga langsung duduk di ruang tamu. Ratih membuka laptop dan menaruh gambar yang telah dibuatnya. "Gambar segidelapan ini lagi?" ucap Rohan, melihat gambar yang tertera di layar.
"Kali ini ada yang berbeda. Lihatlah seksama," jawab Ratih.
Rohan dan Riki menatap gambar itu dengan serius, namun mereka belum mengerti apa yang berbeda. "Sudahlah, biar aku jelaskan," kata Ratih kesal.
"Nah, gitu dong dari tadi," sahut Riki.
"Di setiap sisi gambar ini ada tulisan Jepang yang memiliki makna. Jika disatukan, akan berbunyi 'REINKARNASI PANGERAN YANG HILANG'. Mungkin saja, Rohan adalah reinkarnasi dari pangeran itu," penjelasan Ratih.
"Reinkarnasi? Itu kan cuma cerita mitos. Mana mungkin ada di dunia nyata?" heran Rohan.
"Hantu hanya mitos, tapi kenapa Drako ada?" Ratih membalas dengan pertanyaan yang membuat Rohan terdiam.
"Lalu apa yang kau tulis di kertas itu?" tanya Riki, terus memandang kertas yang ada di sebelah Ratih.
"Ini lanjutan dari buku yang lain. Di sini tertulis kisah Pangeran Arashi sebelum dia menghilang. Tapi singkatnya saja," jawab Ratih.
"Kalau begitu waktunya bercerita. Ceritakan itu sampai akhir, ya," pinta Rohan dengan senyum penuh harap.
"Tunggu dulu, sebelum itu harus ada cemilan dan minuman dingin. Tolong ambilkan, Bu," ucap Riki dengan ekspresi mengada-ada.
"Hey, emang aku ini IBU kalian?" bentak Ratih, sedikit kesal.
"Bukan ibu kami, tapi Rohan. Kau akan menjadi ibu dari anak-anaknya nanti," ucap Riki dengan manis, yang membuat Rohan dan Ratih kesipu malu.
Ratih yang masih malu-malu langsung keluar untuk membeli makanan dan minuman. Sementara Rohan pergi ke dapur, mencari sesuatu yang sebenarnya hanya alasan saja.
"Ucapanku tadi membuat diriku sendirian sekarang. Yaelah..." Riki terdiam sendiri, mendengar suara angin yang berhembus dari jendela.
Makanan dan minuman penuh di meja sesuai dengan keinginan Riki. Rohan dan Ratih saling melempar senyum, sementara Riki masih terlihat sedih sambil makan cemilan.
"Kau kenapa? Kayaknya sedih banget," tanya Rohan, curiga.
"Makanannya enak," jawab Riki, namun ekspresinya tetap murung.
"Sudahlah, sekarang fokus ke cerita pangeran impian," seru Ratih, antusias.
"Bilang saja kalau pangeran yang ada dalam impianmu itu Rohan, bukan Arashi," sela Riki, masih dengan raut wajah yang tak ceria.
"Sudah, sudah. Riki, aku tahu kenapa kau sedih. Masalah laki-laki itu, aku mengerti. Nanti kita bahas," ujar Rohan, mencoba menenangkan Riki yang tampaknya masih galau.
"Okelah," jawab Riki singkat.
Ratih pun melanjutkan cerita, seolah tidak ingin terganggu lagi. "Baiklah, dengarkan ceritanya. Dulu, pada abad ke-5, terdapat kerajaan besar bernama Roulis yang dipimpin oleh Raja Dourli. Kerajaan ini dikenal karena keberpihakan raja terhadap rakyatnya, memberikan kemakmuran dan kedamaian. Rakyat sangat mencintai raja dan pangeran putra mahkota, Arashi."
Ratih berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Namun, suatu hari, terjadi pengkhianatan besar yang hampir merenggut nyawa Raja Dourli. Pengkhianat itu berusaha merebut kekuatan darah keturunan pertama, tetapi dia akhirnya tertangkap dan dihukum mati dengan racun."
"Apakah pengkhianat itu sekarang bereinkarnasi menjadi Drako?" tanya Riki, sedikit terganggu.
"Mungkin saja," jawab Rohan, ikut berpikir.
Ratih melanjutkan, "Setelah itu, peperangan besar pun terjadi antara Kerajaan Roulis dan Kerajaan Afandi. Namun, Raja Dourli tewas di hutan. Saat itu, wilayah kerajaan sudah diduduki musuh, Pangeran Arashi memimpin pasukan yang tersisa untuk bertempur. Dengan kekuatan darah sihir keturunannya, perang itu berhasil dimenangkan. Namun, setelah kemenangan itu, Pangeran Arashi tiba-tiba menghilang tanpa jejak."
"Mungkinkah pangeran itu diculik oleh musuh?" tanya Rohan, masih penasaran.
"Tapi kalau melihat kemampuannya, rasanya itu tak mungkin," jawab Riki, menganalisis.
"Lalu, turunlah sebuah ramalan yang berbunyi: 'DI SAAT ABAD PENUH KEJAYAAN AKAN MUNCUL BENCANA BESAR YANG HARUS DIHADAPI OLEH PANGERAN.' Mungkin ramalan itu benar, dan Pangeran Arashi bereinkarnasi," lanjut Ratih.
"Iya, Rohan. Mungkin Pangeran Arashi adalah dirimu yang sekarang. Tapi kau belum mengingat kejadian-kejadian masa lalu," ujar Riki, memberi penekanan pada kemungkinan itu.
"Ya, mungkin saja. Tapi sekarang, sepertinya kita tidak perlu melanjutkan petualangan ini," kata Rohan, yang membuat Ratih dan Riki terkejut.
"Kenapa?" tanya Ratih dengan raut wajah bingung.
"Drako sudah tidak mengejar lagi, dan kita juga harus fokus pada dunia kita masing-masing. Sepertinya, urusan kita sudah selesai," jawab Rohan.
"Bagaimana kau bisa begitu yakin?" tanya Riki, merasa ragu.
"Aku mendapat surat dari Drako. Dia mengatakan kalau urusannya dengan kita sudah selesai," jawab Rohan sambil menyerahkan sebuah surat bertinta darah.
Ratih membuka surat itu, membacanya dengan cepat. "Ini memang tulisan Drako! Wah, kalau begitu, baguslah. Aku senang, berarti dia sudah puas," kata Ratih dengan senyum lega.
"Ternyata, dia cuma ingin dikunjungi saja, makhluk aneh," ejek Riki, meski sedikit tersenyum.
Melihat sahabat-sahabatnya merasa lebih tenang, hati Rohan pun sedikit meringankan. Dia memutuskan untuk pergi ke Bukit Sena lagi sendirian. Surat itu diberikan Drako atas permintaan Rohan.
Kenapa aku teringat Chandra?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments