Pasar malam yang identik dengan lampu kerlap-kerlip yang menghiasi setiap ujungnya. Terdengar musik yang saling bersautan, suara tawa anak-anak kecil yang bermain serta aroma makanan lezat terutama aroma manis dari gula kapas.
Jack menunjuk salah satu tenda besar di tengah. "Kita kesana! Aku dengar ada teater yang bagus." Jack berjalan menuju tenda itu diikuti Rohan dibelakangnya.
"Aku baru tau kalau kau suka teater," ucap Rohan dengan menatap poster disamping loket pembelian. Jack menatapnya setelah menerima tiket dari kasir. "Kau pasti juga suka. Aku dengar teater ini berasal dari legenda sebuah desa dekat Bukit Sena yang akan dijadikan tempat perkemahan pramuka nantinya."
"Jadi, tempatnya sudah ditentukan." Rohan dan Jack berjalan masuk ke dalam tenda menuju salah kursi dengan nomor yang sudah ditentukan.
"Iyalah, kau tau jika Bukit Sena adalah tempat yang menarik."
"Apa yang menarik?" tanya Rohan penasaran.
"Banyak hal mistis diluar logika," jawab Jack dengan menatap penuh misteri.
Mereka berdua duduk, menatap ke arah panggung. Terlihat cukup ramai orang yang memenuhi kursi. Jack menyodorkan makanan dan minuman ke Rohan. "Makan! teater ini cukup lama. Jangan sampai kelaparan," ujar Jack yang kembali fokus ke arah panggung.
"Aku juga bawa makanan dari luar tadi, Jack."
"Udah...udah teaternya mulai tuh!"
Suara musik menggema keras. Kabut putih muncul diatas panggung lalu muncul seorang wanita dengan pakaian serba putih dan rambut panjang berhias bulan sabit berwarna biru.
"Malam ini adalah malam dimana bulan menjadi saksi bisu hancurnya sebuah peradaban kuno di atas Bukit Sena...." suara narator itu begitu nyaring dan dalam membuat kalimat pertama yang terucap terasa mendebarkan penuh misteri.
Muncul seorang pria dengan pakaian pangeran berwarna hitam dengan jubah berwarna merah.
"Pangeran Arashi, putra mahkota Kerajaan Roulis. Nama julukan yang tak pernah ia inginkan dari orang-orang yang takut padanya. Sihir anugerah yang dia terima, menjadi sebuah kutukan untuk kerajaan. Sikap dinginnya penuh rahasia..."
Lalu, muncul pria dan wanita dengan warna rambut perak dengan pakaian khas bangsawan.
"Sang saudara kembar, terlahir dengan kemurnian sihir dibawah bayang-bayang sihir sang kakak. Pangeran Chandra dan Putri Citrea..."
Pemeran Chandra maju ke depan dengan membawa tongkat. "Aku, Chandra, akan melindungi semua yang aku cintai." Semua lampu panggung memusat ke arah pemeran Chandra membuat seluruh penonton terpukau, termasuk Rohan.
\~\~\~
Setelah tirai ditutup, para penonton mulai beranjak keluar. Wajah-wajah mereka tampak sendu, sebagian bahkan menyeka air mata. Cerita yang baru saja mereka saksikan memiliki akhir yang menghantam perasaan kisah pengorbanan, pengkhianatan, dan kehilangan.
Di antara kerumunan, Rohan dan Jack berjalan beriringan menuju pintu keluar. Jack berjalan sedikit tertunduk, sibuk mengusap matanya dengan tisu.
“Jack, kau menangis?” Rohan menyenggol lengannya, dengan senyum penuh godaan.
“Enggak,” jawab Jack cepat. “Tadi cuma kelilipan bumbu cabai.”
Rohan tak bisa menahan tawa. “Kelilipan bumbu cabai? Itu alasan terbaik yang bisa kau buat?”
Jack mendengus, “Sudahlah, aku lapar sekarang. Jangan bahas itu lagi.”
Rohan terkekeh dan melangkah lebih dulu. “Ayo, kita makan bakso di sana. Kau pasti butuh energi untuk memulihkan harga dirimu.”
Mereka tiba di warung bakso pinggir jalan yang masih ramai pengunjung meskipun malam sudah mulai larut. Meja kayu sederhana dan aroma kuah kaldu mengisi udara. Rohan memesan dua mangkuk, lalu duduk bersama Jack di salah satu meja.
Jack masih sibuk mengusap matanya, meskipun sekarang wajahnya sedikit lebih rileks.
“Cerita tadi,” ucap Rohan tiba-tiba, “berakhir di luar perkiraan, ya. Aku tidak menyangka semua tokohnya mati melawan musuh dalam selimut.”
Jack mengangguk pelan. “Iya, apalagi Citrea. Padahal Chandra sudah memberi peringatan agar dia menjaga Alisa di istana. Tapi dia tetap pergi. Sungguh, pengorbanannya sia-sia.”
Rohan mengaduk kuah baksonya sambil merenung. “Chandra benar-benar kakak yang baik. Dia melindungi semuanya sendirian sampai akhir. Pasti berat baginya.”
Jack tak menanggapi. Dia sibuk menyendok bakso panas ke mulutnya dengan lahap, seperti ingin melupakan akhir tragis cerita tadi.
“Kau nanti tersedak kalau makannya kayak orang dikejar-kejar,” tegur Rohan sambil terkekeh.
Jack hanya mengangkat bahu, menandaskan setengah isi mangkuknya dalam sekejap. Sambil memakan baksonya, dia mendadak teringat sesuatu.
“Oh ya, Rohan,” katanya setelah meneguk minumannya. “Minggu depan aku ada acara keluarga ke luar kota. Sekitar dua minggu.”
Rohan menatapnya sekilas. “Baiklah. Kalau begitu, aku akan membuatkan catatan pelajaran untukmu nanti.”
Jack tersenyum kecil. “Terima kasih, kau memang teman terbaik.” Dia terdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu yang penting. “Dan satu lagi, aku menitip pesan untukmu.”
Rohan mengangkat alis. “Pesan apa?”
Jack menatapnya dengan serius. “Percayalah pada dirimu sendiri. Dan jika kau tersesat, lihat bintang utara.”
Rohan tertegun. Pesan itu terasa aneh dan mendalam, seolah-olah memiliki arti yang lebih besar.
“Jack, pesan itu untuk apa?” tanyanya sambil menyipitkan mata, mencoba membaca maksud tersembunyi di balik ucapan temannya.
Jack tertawa ringan, mencoba mencairkan suasana. “Untukmu, tentu saja. Kita akan kemah nanti, kan? Kalau tersesat, kau tahu harus bagaimana.”
Rohan tersenyum kecil, tapi dalam hati dia masih memikirkan pesan itu. Ada sesuatu dalam nada bicara Jack yang membuatnya terasa lebih dari sekadar lelucon. Mungkin, hanya mungkin, Jack tahu lebih banyak daripada yang dia tunjukkan.
Mereka melanjutkan makan malam dengan canda tawa, meskipun satu pesan itu tetap menggema di benak Rohan. “Jika kau tersesat, lihat bintang utara.”
***
Malam harinya, Rohan duduk di dekat jendela kamarnya, mengambil selembar kertas dan pena dari meja kecil di sampingnya. Dia mulai menuliskan pengalaman menonton teater pertama kalinya. Setiap detail kecil dia catat, dari gelak tawa hingga bagian menegangkan. Namun, perhatian Rohan kemudian tertuju pada sebuah kertas lama yang terlipat rapi di antara buku-bukunya.
Kertas itu adalah kenangan dari masa kecilnya, saat pertama kali dia bertemu Jack di taman. Saat itu, Rohan berusia sekitar tujuh tahun, duduk sendiri di ayunan, melamun tentang seseorang yang telah lama menghilang dari hidupnya, orang yang bahkan dia tahu tidak akan pernah bisa dia temui lagi.
Tiba-tiba, seorang anak lain menghampirinya, mengajaknya bermain. Penampilannya menunjukkan bahwa dia berasal dari keluarga kaya. Merasa dirinya tidak pantas bermain dengan anak itu, Rohan menjauh, tetapi anak tersebut terus mendekatinya dan memperkenalkan dirinya. Bahkan, dia mengenalkan kedua orang tuanya yang ternyata ramah dan penuh perhatian.
Sejak hari itu, anak itu yang tak lain adalah Jack, selalu menemani dan bermain bersamanya. Keluarga Jack sering membantu panti asuhan tempat Rohan tinggal, memberikan dukungan baik secara moral maupun finansial.
Rohan menyadari bahwa memiliki sahabat seperti Jack adalah anugerah yang langka. Jack tidak pernah memandang status, nama keluarga, atau harta. Dia selalu ada untuk menghibur dan menemani, meskipun terkadang mereka bertengkar kecil, yang tak lebih dari sekadar bumbu persahabatan. Bagi Rohan, Jack lebih dari sekadar sahabat, dia seperti seorang kakak baginya.
Namun, di balik kebersamaan itu, ada satu hal yang terus membuat Rohan bertanya-tanya, siapa sebenarnya dirinya? Ibu panti, yang juga ibu angkatnya, hanya mengatakan bahwa kedua orang tuanya meninggal karena penyakit. Selain itu, tak ada yang tahu tentang asal-usulnya. Rohan diantar ke panti oleh seorang warga yang menemukannya terlantar dan tidak tahu harus membawanya ke mana. Tak ada petunjuk tentang kerabat atau saudara yang mungkin dia miliki.
Semakin hari, rasa penasaran itu semakin membesar. Rohan merasa sudah cukup dewasa dan mandiri untuk mencari tahu sendiri tentang asal-usulnya. Dia memberanikan diri meminta alamat tempat kelahirannya kepada Ibu Darmi. Dengan berat hati, Ibu Darmi memberikan secarik kertas kecil berisi nama sebuah desa.
Desa itu bernama Talakrimbun, sebuah tempat jauh dari hiruk-pikuk Jakarta. Rohan memutuskan untuk mengunjunginya. Untuk pertama kalinya, dia akan menjejakkan kaki di tanah kelahirannya, mencari jawaban atas misteri masa lalunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments