"Honey ... Aku pulang dulu!"
"Kamu tidak ingin menginap, malam ini?" Laura semakin mengeratkan pelukanya pada badan Pandu dengan nada manjanya.
Setelah keluar dari Cafe, Pandu langsung saja mengantarkan selingkuhannya itu pulang. Pandu yang tengah mempersiapkan sidang gugatanya esok hari, tentu saja menolak. Kerena pikiran pria itu hampir meledak, akibat desakan sang kakek padanya.
Namun bukan Laura namanya, jika wanita licik itu tidak dapat membuat seorang Pandu Mohan bertekuk lutut padanya.
"Aku harus mempersiapkan berkas-berkas untuk sidangku lusa, Honey! Ku mohon ... Jangan seperti ini! Aku bisa gila karenamu," timpal Pandu memejamkan mata, menahan hasrat yang kian memuncak, saat Laura sibuk memberikan beberapa kecupan kecil di area leher serta telinganya.
Laura menghentikan ulahnya. Tanganya terulur membelai wajah, perlahan turun hingga ke leher jenjang Pandu, lalu berhenti di dada bidang Pandu yang berada dibalik setelan kemeja berlapis jas hitam.
"Kamu harus memberi aku apresiasi, Pandu! Aku sudah berhasil menggeser posisi istrimu dari Agensi BT!"
Pandu spontan membolakan mata kagum. Dia memegang tangan Laura, lalu di kecupnya secara pelan.
Cup!
"Kamu sungguh hebat, Honey! Sebentar lagi namamu akan bersinar," kata Pandu penuh bangga. Dengan cepat, dia menarik tubuh Laura kedalam dekapanya. 'Dan dengan itu ... Aku tidak perlu lagi kembali pada Rania. Karena sebentar lagi, Laura juga pasti akan membantuku dalam mengurus perusahaan Eyang!'
Pandu menyungging senyum iblis, tanpa selingkuhanya tahu.
Laura melepaskan pelukanya. Tanganya masih bermain-main pada kancing kemeja Pandu, karena dia juga ingin mendapat lebih dari tubuh kekar itu.
"Bagaimana ....?" bisik Laura penuh nafsu.
Mengingat Laura hanya tinggal di Apartement sendiri, jadi dengan bebas Pandu dapat keluar masuk, hingga sering menginap di sana selama Rania sibuk keluar negri.
Dengan cepat, Pandu langsung mendorong tubuh Laura dengan pelan, hingga terpojok pada dinding tembok. Pandu yang sejak tadi sudah menahan hasratnya, karena melihat pakaian mini Laura, kini malah mendapat sentuhan-sentuhan hangat, hingga membuat jiwa prianya seketika bangkit.
Laura hanya bisa pasrah dengan menggigit bibir bawahnya, saat Pandu menyibak rambutnya dan langsung menyesap kuat leher jenjangnya, hingga meningkalkan bekas kemerahan disana.
Drrt!! Drrt!!
Pandu spontan menghentikan aktivitas panasnya, saat ponselnya bergetar kuat.
Dan hal itu membuat Laura menggeram, sambil menarik kembali lengan bajunya yang sempat tersingkap.
'Eyang?'
"Honey ... Eyang menelfon, sebentar!" gumamnya sambil mengusap wajah Laura. Setelah itu Pandu berjalan agak menjauh untuk menerima panggilan dari tuan Mohan.
"Ada apa, Eyang?"
"Pandu, kamu ada dimana? Ini pak Renaldi sudah datang!" geram tuan Mohan, yang kini agak berjarak dengan posisi duduk sang pengacara.
"Oh iya Eyang. Ini Pandu juga mau pulang! Tadi habis nganter Laura pulang," jawab Pandu.
"Esok kamu menjalani sidang, tapi masih sempat-sempatnya bersama wanita murahan itu? Percuma kamu memiliki hubungan denganya, Pandu! Laura tidak akan sanggup, jika kamu samakan seperti Rania, yang bisa menjadi penopang perusahaan Eyang!" papar tuan Mohan menahan kesal pada cucunya.
"Sudahlah Eyang ... Masalah perusahaan biar menjadi urusan Pandu. Sudah ... Pandu matikan dulu!"
Tut!
Panggilan terputus sepihak oleh Pandu. Tuan Mohan menghela nafas dalam, menahan geram dengan sikap ceroboh cucunya itu.
Lalu dia kembali lagi keruang tamu, dengan tongkat klasik yang menuntun langkah rentanya.
"Mohon tunggu sebentar pak Renaldi! Pandu sedang dalam perjalanan. Mungkin sebentar lagi sampai," ujarnya sambil duduk.
Pak Renaldi tersenyum sopan, "Tidak masalah, tuan! Saya hanya ingin mencatat berkas-berkas penting, yang nantinya akan berguna terhadap jalannya persidangan."
*
*
*
*
Malam ini, tepat pukul 8.
Rania bersama sang kakak berangkat menuju rumah orang tuanya, karena disana sudah ada sang pengacara yang bertugas membantu jalannya persidangan lusa.
Mobil sport Aston berhenti di halaman luas milik sang ayah~Domanick.
Nyonya Lisa sudah berdiri di teras, untuk menyambut kedatangan putri tercintanya.
"Sayang ... Mamah kangen sekali sama kamu, Rania ....."
Rania sedikit berlari dan langsung menghambur dalam dekapan hangat sang ibu. Disaat rambut blondenya terusap begitu lembut, dan disaat itu pula dadanya terasa sesak sekali.
"Rumah tangga Rania sudah hancur, Mah ....." lirih Rania yang tiba-tiba terisak. Air mata yang semula menggumpal, kini luruh melewati rahang keras pipinya. "Pandu tega menggugat Rania, tanpa kesalahan apapun yang Rania buat."
Model cantik itu sengaja tidak mengatakan perselingkuhan Pandu di depan sang ibu. Rania tidak ingin melihat orang tuanya semakin terpukul, akibat kejahatan yang dilakukan suaminya itu.
"Sayang, sudah ... Mamah dulu juga sudah sering mengingatkanmu, jika keluarga Mohan hanya memanfaatkanmu saja! Begitu Pandu, dia tidak pernah tulus mencintaimu," lirih nyonya Lisa yang juga ikut menetes air matanya.
"Sudah ... Sekarang lebih baik kita masuk! Om Danu sudah menungumu sayang," lanjut sang ibu, setelah melerai pelukan Rania.
Aston yang masih disana, dengan cepat mengusap sisa air mata adiknya. Kedua mata mereka sempat terkunci beberapa detik, hingga suara sang ibu berhasil memutus pandangan Rania.
"Papah sudah menunggu kalian! Ayo masuk," ajak nyonya Lisa sambil menarik lengan putrinya.
Aston menarik nafas dalam, lalu segera ikut masuk kedalam.
.............
.............
"Kamu tidak perlu khawatir, Rania! Om pasti akan membantu kamu menyelesaikan masalah ini!" ujar om Danu setelah Rania menyodorkan berkas-berkas penting miliknya.
"Bukti-bukti lainnya besok menyusul Om! Anak buahku masih ada pekerjaan, jadi belum sempat datang," sahut Aston.
Nyonya Lisa mengernyit, begitu juga dengan Rania. Jika mungkin Rania akan paham apa yang di ucapkan sang kakak mengenai bukti-bukti tersebut. Tapi dari mana sang kakak bisa mendapat bukti tentang perselingkuhan suaminya? Sementara Aston begitu sibuk dengan dunia bisnis gelapnya sendiri. Tapi Rania selama ini tidak tahu, jika sang kakak adalah komplotan mafia.
"Bukti-bukti? Bukti-bukti apa, Aston?" ucap nyonya Lisa mengernyit.
Aston tersenyum hangat sambil menepuk pelan tangan ibunya, "Tidak ada Mah! Hanya bukti penguat saja, biar proses sidangnya segera selesai."
Nyonya Lisa hanya mengangguk paham.
"Danu ... Mas harap, kamu dapat mengatur strategi esok nanti. Kamu tahu betapa liciknya keluarga Moha!" seru tuan Domanick kepada sang adik~om Danu.
"Tenang mas. Semua akan berjalan dengan semestinya," kata Danu. Setelah itu dia menatap Rania, "Apa yang kamu persiapkan untuk menggugatnya esok?"
"Om ... apa aku bisa menggugat harta goni gini, sementara aku tidak memiliki anak denganya?" tanya Rania antusias.
"Tentu! Ada anak atau tidak, kamu wajib menggugat hak nafkah atau harta gono gini, Rania! Apalagi selama pernikahan, suamimu tidak pernah memberi uang nafkah padamu."
Rania mengangguk paham. Dan memang benar, selama satu tahun pernikahanya dengan Pandu, Rania tidak pernah di berikan uang nafkah, walau serupiah pun. Dapat di akui, Pandu sudah menyiapkan rumah mewah untuknya. Namun, secara nafkah pribadi, Rania lebih sering menggunakan uang dari hasil kerjanya, untuk memenuhi segala kebutuhannya sendiri.
"Dan satu lagi, Rania ... Jika perceraian di dasari adanya perselingkuhan, maka kita wajib menuntut perbuatan mereka, karena sekarang sudah ada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atau KUHP. Pelaku perselingkuhan bisa dikenai pidana 1 tahun penjara, atau denda hingga 10 juta!" imbuh om Danu menjelaskan.
'Bodohnya aku, kemarin nggak sempat menyuruh Daniel buat merekam perbuatan mereka'
Rania terlihat resah, bergumam dalam batinnya. Melihat itu, Aston hanya tersenyum miring karena semuanya sudah dia siapkan tanpa sang adik tahu.
"Sudah, begini saja sayang ... Jika kamu ingin cepat putus dengan Pandu, maka jangan persulit jalanya persidangan. Mamah hanya ingin semua masalah segera selesai, dan kamu juga tenang dengan status barumu ...." sahut nyonya Lisa mengusap bahu putrinya.
"Wah ... Nggak bisa semudah itu mah! Reputasi Rania di dunia hiburan sudah turun akibat mulut kejam pria gila itu. Lalu kita hanya diam, jika keluarga Mohan tertawa dengan segala fitnahan mereka. Itu nggak adil namanya! Perberat saja masalahnya, kalau bisa kita kuliti hingga berdarah-darah. Biar mereka malu sendiri," seru Aston yang tidak sepaham dengan ucapan ibunya.
Tuan Domanick yang semula diam dan menyimak, kini mulai mengangguk membenarkan ucapan putra sulungnya.
"Papah setuju dengan Aston! Jika langsung putus, benar semua masalah akan selesai. Tapi tidak dengan kecapan masyarakat mengenai diri Rania. Dan akan selamanya Rania mendapat sisi negatif pekara tuduhan keji itu. Kita harus mengembalikan nama baik keluarga Ramos!"
"Tapi Mamah tidak ingin membuat Rania semakin tertekan. Mamah hanya ingin dia segera terbebas," sambung nyonya Lisa membelai surai coklat putrinya.
Rania tersenyum menatap ibunya, dia menggapai tangan nyonya Lisa.
"Mamah jangan terlalu menghawatirkanku! Aku sudah dewasa. Ini bukan masalah apa-apa," lirihnya sambil memeluk tubuh sang ibu.
"Ya sudah, kalau begitu aku pamit dulu Mbak ... Mas."
Om Danu beranjak, dan segera berjalan keluar.
"Kita besok bertemu saja di Pengadilan!" jawab tuan Domanick.
Mengingat waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, jadi mereka semua memutuskan untuk kembali kedalam kamar masing-masing.
"Mimpi indah sayang ...." ucap nyonya Lisa mengecup kening Rania, sebelum model cantik itu naik keatas.
Aston yang sudah naik terlebih dulu, sontak saja terhenyak saat melihat kamarnya terbuka separuh.
Mata bak seekor elang yang mencari mangsa itu menajam, dengan langkah cepat dia mendekat kearah pintu kamarnya.
"SIAPA YANG MENYURUHMU MASUK KEDALAM KAMARKU!" suara Aston menggelegar, hingga membuat wanita yang berada di kamarnya seketika membeku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments