bab 14~PPH

••Bandara Soekarno~Hatta••

"Baby ... Have fun! Jangan lupa mengabariku jika sampai."

Rania menerima pelukan singkat Laront, sebagai tanda perpisahan mereka.

"Thank's Laront!" jawab Rania melepas pelukan itu.

"Setelah pekerjaanku selesai, aku pasti akan segera menyusulmu!"

"Ku tunggu!" kekeh Rania.

"Bye, Baby ....." teriak Laront, saat melihat Model cantinya sudah berjalan menjauh sambil menyeret koper merah mudanya.

Tepat pukul 10 pagi, Pesawat yang Rania naiki sudah berhasil Take Off. Dia yang saat ini tengah berada di kursi bagian Kelas Bisnis, merasa kurang nyaman karena penumpang kursi di sebrangnya sejak tadi menatapnya penuh ambisi.

Dan kebetulan, ada seorang Pramugari muda yang kini lewat disebelah duduknya.

"Apa ada kursi yang masih kosong selain ini?" ucap Rania berbisik.

Pramugari itu melihat daftar bangku, dan memang saat ini semua bangku terisi oleh para penumpang.

"Maaf bu ... Semua bangku sudah terisi oleh para penumpang!"

"Baiklah, terimakasih!" balas Rania, lalu menaikan kembali maskernya diwajah.

Setelah itu, Rania mencoba memfokuskan pandanganya kedepan. Dia lantas memasang Earphone pada telinganya, agar perjalananya menjadi sedikit menenangkan.

Pluk!

Rania seketika menoleh kesamping bangkunya, saat pahanya di tepuk oleh seorang wanita tua.

"Kayak artis? Apa iya?" ujar wanita tua yang kini rambunya sudah putih merata.

Dapat Rania lihat, jika wanita tua itu bukan asli warga negara Indonesia. Namun dari cara bicaranya, wanita tua itu sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di tanah air. Karena cara bicaranya terlihat sangat familiar di telinga Rania, yakni Jawa medok.

"Mungkin anda salah orang, Bu! Saya wanita biasa," jawab Rania yang menyembunyikan senyumannya dibalik masker.

"Tapi saya kayak pernah lihat di televisi! Pas acara apa ya?" wanita tua tadi tampak berpikir kuat, mencoba mengingat-ingat wajah milik Rania.

Rania hanya tersenyum lembut, membiarkan wanita tua itu bebas berpikir, dan mungkin itu salah satu bentuk caranya berekspresi di usia renta.

"Maaf, tolong tidak usah di dengarkan! Ibu saya memang kerap seperti itu, jika duduk dengan orang baru!" sahut wanita muda berparas cantik, yang kini duduk di sebelah jendela.

"Kamu ini kepiye to, Yumi ... Lha wong ibu ini ndak salah lihat! Jelas-jelas ibu ingat, jika mbak ini seorang Artis!" ujarnya menatap bengis kearah sang putri.

Rania yang mendengarnya hanya terkekeh, tanpa mereka tahu. Disaat yang seperti ini, dia sangat merindukan sosok mamahnya, walaupun kepergianya baru 1 jam dari rumah.

Dan tepat pukul 12 lebih 5 menit. Kini pesawat sudah berhasil Landing di bandara Semarang~Ahmad Yani.

Karena kedatanganya begitu mendadak, jadi Rania terpaksa menggunakan jasa Driver Grab, sebagai alat transportasinya menuju kampung halaman sang Nenek.

'Walah ... Malah dapat penumpang bule! Ini nanti kepye carane aku ngomong, ya?'

Pria muda itu tersenyum sambil membuka pintu belakang untuk sang Model.

"Welcome Indonesia, Mis!" ujar sang sopir dengan nada khas medoknya.

Rania sedikit tersenyum, lalu hanya mengangguk sambil masuk kedalam. Setelah sopir muda itu memasukan kopernya kebagasi, dengan cepat dia masuk kedalam kemudi untuk membawa penumpangnya kealamat tujuan.

"Oh, Mis ... You ... You-"

'Ini aku ngomong apa lagi ya? Mana bulenya hanya diam aja. Apa dia ndak tahu caraku ngomong. Duh ....'

Sopir itu terlihat begitu resah, karena tidak dapat menjabarkan bahasa Inggrisnya dengan sempurna.

"Ya yuo ya yuo ... Sampeyan ini ngomong apa to, Mas?" kekeh Rania pecah, hingga dia membuka masker wajahnya.

Seketika, sopir muda itu membolakan mata terkejut.

"Lha kok malah bisa bahasa jawa? Wajahnya bule, tapi fasih bahasa jawanya," kata sang sopir sambil sesekali menatap Rania dari kaca yang menggantung di depan.

"Lha kenapa ndak! Saya sejak kecil tinggal di Semarang!" sahut Rania masih tertawa ringan.

"Oh ya Mas ... Nanti tolong lewatkan Simpang Lima ya! Saya sudah lama nggak ke sana!" celetuk Rania kembali.

"Siap, Mbake!"

Setelah itu, sang sopir kembali melajukan mobilnya, mengambil jalan yang di minta Rania melewati Simpang Lima Semarang.

.

.

Dan tepat pukul 1 kurang, mobil yang di tumpangi Rania, sudah berhasil memasuki sebuah desa yang berkecamatan, di Banyumanik~Semarang.

"Terimakasih ya, Mas!" kata Rania, setelah kopernya di ambilkan.

"Sami-sami, Mbak bule!" setelah itu, sang sopir langsung kembali masuk kedalam, melanjutkan perjalananya.

Dari dalam, seorang wanita parubaya bekisar umur 70 tahun, dengan daster batiknya, serta kupluk rajut yang menutupi sebagian rambut putihnya, kini tampak tergesa keluar saat melihat cucu bulenya baru saja tiba didepan rumah.

"Lha wg ayu ... Pulang kok ndak ngabarin Nek uti, kepiye to?"

Rania hanya tersenyum dia masih berdiri, sambil mengedarkan pandangan keseluruh tempat. Nafasnya begitu teratur, karena saat ini dia teramat tenang, berasa kembali kemasa kecilnya dulu.

Rumah Neneknya pun masih sama, di dekor seperti saat dia masih berusia 5 tahun. Mungkin sebagian ada yang berubah, karena dindingnya harus berganti warna cat setiap tahunnya. Namun semua itu tidak mengubah keadaan yang semakin modern. Didepan rumah Neneknya terdapat satu pohon mangga besar, yang di sisi rantingnya terdapat ayunan dari ban bekas, yang dulu sering Rania gunakan untuk bermain.

Setelah puas berpelukan melepas rindu, Nek uti mengajak cucunya untuk masuk kedalam.

"Ayo malan dulu ... Kebetulan nenek tadi bikin lumpia basah kesukaanmu! Lha malah di kabulkan sama Gusti Pengeran, kamu pulang kampung juga," ujar sang Nenek, sambil berjalan masuk kedalam..

"Udah Nek. Nanti aku ambil sendiri-"

Ucapan Rania menggantung, kala dari luar terdengar suara seseorang yang ikut menyela ucapanya, serta raut wajahnya tampak berbinar.

"Mbak Rania ... Ini bener, Mbaknya pulang?"

"Iya Ning, sini duduk! Kamu dari pulang kerja?"

Wanita muda yang 3 tahun lebih tua dari Rania itu, langsung saja masuk kedalam dengan wajah antusiasnya.

"Simbah kemana? Tahu kalau Mbak, pulang?" tanya Naning setelah dia meletakan tas kerjanya. Wanita yang mengenakan jilbab coklat, serta setelan baju dinas itu mengedarkan pandangan mencari keberadaan sang nenek.

"Masuk kedalam, disuruh duduk aja nggak mau-"

"Kaya nggak tahu kepiye aktife, Simbah kamu Mbak!" kekeh Naning.

Tawa Rania juga ikut pecah seketika.

...........

...........

Sore harinya, setelah Rania selesai mandi. Dia dan Naning sudah berjanjian untuk berkeliling kampung menaiki sepeda motor milik sepupunya itu.

Rania adalah tipe yang tidak pernah bisa menaiki motor, namun segala jenis mobil dia bisa. Ya mungkin karena dia memiliki trauma di masa kecilnya, saat usianya menginjak 12 tahun.

Rania yang pada saat itu diajak pulang kampung orang tuanya, sontak merasa kagum dengan sang sepupu, karena diusianya Naning, sepupunya itu sudah fasih mengendari motor, begitu sering mengantarkan sang Nenek ke pasar setiap pagi.

"Mbak, mau ndak ta ajarin naik motor?" ujar Naning berbisik, kala Rania duduk di sebelahnya.

Sebelum menjawab, Rania sempat menatap dalam melalui kaca rumah sang nenek, memastikan orang tuanya tidak melihat. Dan kebetulan, nyonya Lisa pada saat itu tengah sibuk membantu di dapur, karena esok hari Raya Idul Fitri.

"Sudah, ayo! Mumpung budhe ndak lihat," Naning menarik lengan sang sepupu, karena merasa tidak sabar.

Rania dengan senyum tengilnya hanya mengangguk, dan langsung beranjak mendekat kearah motor matic tersebut.

"Aku di gocekke dulu, Ning! Nanti di lihat orang-orang, bisa apes sama mamah!" ucap Rania yang merasa khawatir, jika tetangganya ada yang melihat.

"Ya wis lah ... Ayo ta goceke dulu! Nanti nek ws sampe jalan sepi, gantian kamu yang di depan!"

"Okelah!"

Mereka berdua langsung saja menaiki motor tersebut, hingga sampai di jalanan yang terlihat sepi, jauh dari rumah sang nenek.

"Kamu wingi pas lebaran tahun lalu, bukanya sudah diajarin sama mas Aston, kan? Ayo sekarang ganti kamu, Mbak! Gasnya tinggal ditarik pelan, nanti ya jalan sendiri motore!" ujar Naning memberi edukasi.

Rania hanya mengangguk. Dan langsung bergantian di depan. Pertama-tama, dia tampak tenang saat mendengar peringat Naning dari belakang, sambil memakan jajan chiki kesukaanya.

Walaupun usia Naning sudah 15 tahun, namun dia belum tahu malu. Wanita cantik itu sibuk mengunyah chiki sambil sesekali menyuapi Rania didepan. Sepanjang jalan pun, mereka menikmati jajanan lawas itu, tanpa peduli dengan sekitar.

Namun, lama-kelamaan. Mengingat jalanan yang diambil Rania sedikit agak terjal. Spontan model cantik itu tidak dapat mengimbangi motornya, disaat bersimpangan dengan motor lainnya.

Dan tiba-tiba...

Bersambung~

hai kak, maaf ya jika ada beberapa gambar dalam kalimat.

author hanya ingin memperkenalkan kota di bagian Jawa Tengah, sekaligus bahasa jawa medoknya.

🙏🙏

Terpopuler

Comments

Kusii Yaati

Kusii Yaati

wih kak author asli mana,kok paham daerah Banyumanik...aq juga orang Semarang Lo rumah ku dekat MASJID AGUNG SEMARANG 😄

2025-03-22

0

stela aza

stela aza

nggatung 🤦

2025-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!