Setelah acara lamaran itu berlangsung, hubunganku dengan Ibu, menjadi sangat tidak baik, Ibu jarang mengangkat telponku ketika aku mencoba menghubunginya, Indah juga sering mengeluh Ibu sering uring-uringan di rumah, dan mungkin saja Indah akan menjadi sasaran Ibu.
Aku bingung, entah apa yang harus ku lakukan saat ini, aku hanya berharap kali ini, waktulah yang akan menyelesaikan masalahku yang tidak ringan ini. Keputusanku untuk menentang Ibu adalah kesalahan, tapi aku kali ini sedang egois karena sudah menerima laki-laki yang jelas tidak Ibu setujui.
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali pada rutinitasku kembali, aku menjalani hariku seperti biasanya, aku kembali Bekerja seperti biasanya, aku masih tetap aku untuk hal ini, aku masih bekerja dengan profesional.
Hingga aku kini sudah di naikkan jabatan dan gajiku pun ikut naik, meskipun ibu sedang marah padaku, tapi aku dengan rutin setiap bulannya masih mengirimi ibu uang bulanan, di sela kejenuhannya, kini ibu sudah aku modali untuk membuka toko kue kecil - kecilan, pendapatannya tidak seberapa, hanya lumayan untuk penghasilan sampingan dan agar ibu ada kegiatan lain selain marah marah, hhee ...
Kini Indah pun sudah lulus dari kuliahnya, ah, betapa bangganya aku, bisa membiayai adik kecilku hingga dia lulus kuliah, lucu rasanya melihat adikku yang tersayang, sekarang sudah beranjak dewasa, dan tumbuh menjadi perempuan yang cantik, diam-diam aku memasukkan Indah bekerja di sekolah almamaterku sebagai guru honorer.
Tentu mudah bagiku memasukkan Indah bekerja di sekolah ini, karena yang guru-guru lihat adalah aku, mereka melihat segala halnya tentang aku, jika kakaknya pintar, tentu saja adiknya pun begitu, begitu respon mereka ketika aku menghubungi guruku untuk mendaftarkan Indah. Indah di terima dengan mulus di sekolah ini, tanpa Indah tau aku lah yang sudah membantunya.
Aku senang Indah menjadi guru, karena apa?? Karena menjadi seorang Guru adalah mimpiku, jadi aku menerapkan mimpiku pada Indah, Terasa tidak adil memang, aku memaksakan kehendakku pada Indah, tapi Indah menyukainya, dan sangat menikmati pekerjaannya, itu yang kulihat, Indah juga tertawa ceria ketika guruku menawari Indah pekerjaan tersebut, tanpa Indah sadari akulah dalang di balik semuanya.
Secara ekonomi keluargaku berangsur membaik, tanggunganku kini menjadi tidak lagi banyak, aku bahagia, sabarku tidak sia-sia, sabar itu buahnya manis bukan??? selain sabar, ikhtiar dan do'a pun menjadi bumbu dari perjuanganku. Tanpa aku sadari, aku telah melewati banyak ujian dan rintangan dari Allah, aku sadar Ujian ini adalah bentuk dari kasih sayang Allah untukku.
Tanpa aku sadari, waktuku terus berjalan, Usiaku terus bertambah dalam hitungan manusia, sementara jatah usiaku dari Allah terus berkurang. Kini usiaku sudah menginjak angka 25 tahun, angka yang cukup mengerikan bagi seorang gadis yang tinggal di perkampungan.
Bahkan kini para tetangga pun sudah mulai berbisik-bisik, membicarakan aku yang tak kunjung mendapatkan jodoh, sementara hubunganku dengan Faisal hanya begitu-begitu saja, Faisal tau ibu belum merestui hubungan kami, tidak ingin hubungan kami menjadi hubungan yang tidak berkah, maka kami memutuskan untuk menikah setelah ibu merestui kami saja.
Ini adalah ujian kesabaran bagi cinta kami, aku sadar betul pertemuan kami di bumbui oleh hal yang tidak mengenakkan, tapi siapa yang tau akan jodoh bukan??? Aku dulu begitu membencinya, tapi kini aku memutuskan bahwa dia lah pemenang yang bisa meluluhkan kerasnya hatiku. Orang bilang dinding pemisah antara Cinta dan Benci itu hanya setipis kulit ari, iya mereka benar aku pun mengakuinya, oleh karenanya jangan terlalu membenci dan jangan terlalu mencinta, Allah itu maha pembolak balik hati, hal mudah bagi Allah untuk membalikkan perasaan hambanya termasuk aku dan Faisal.
Faisal pun kini sudah naik jabatannya, dia menjadi direktur di sebuah perusahaan yang cukup besar, di usianya yang masih bisa di bilang muda, dia sudah menggapai mimpinya, aku bahagia akan segala prestasinya. Aku bahagia bisa mendampinginya, meskipun Faisal tau ibuku tidak menyukainya, tapi tak ada yang berubah dari sikapnya, dia masih tetap baik padaku, dia masih tetap menjadikanku ratu di hatinya dan di hidupnya. Bohong jika aku bilang aku tidak bahagia atas setiap perlakuannya. Aku semakin yakin dengan tekadku, bahkan aku bertekad aku akan terus memperjuangkan cinta kami hingga ibu bisa menerima Faisal, dan merestui hubungan kami.
Hari ini, di kantor aku kedatangan karyawaty baru, namanya Tiara, dia cantik, melihat dari profile lamarannya, usianya terpaut dua tahun di bawahku, dia sangat cantik, terlihat begitu lembut dan baik. Tapi ada yang tidak aku mengerti, semua karyawan berbisik-bisik, aku mendengar mereka bilang Tiara bukan perempuan baik-baik, mereka bilang Tiara mainan boss, mereka bilang pacar Tiara ada di mana-mana, aku tidak suka dengan bisikan para karyawan yang sedang membully Tiara, aku tau rasanya jadi Tiara jadi korban Bullying memang tidaklah enak.
Aku mencoba menemani Tiara yang tengah sendirian,
"Hay, aku Anjani, kamu Tiara kan??" Aku mencoba menyapanya,
"Iya bu Anjani, saya karyawan baru, mohon bimbingannya yaaa ..." Jawabnya seraya menjabat tanganku,
"Iya sama-sama, Tiara dulu kerjanya di mana?" Tanyaku sebenarnya hanya untuk mengusir kecanggungan kami saja.
"Dulu saya pernah kerja di daerah CI rebon bu" Jawabnya,
Aku terdiam sejenak, mengingat-ingat, sepertinya aku mengingat orang yang pernah bekerja di daerah itu, tapi siapa ya?? kok aku lupa ya??.
"Oh gituh?? Ya udah semoga betah kerja di sini ya??" Jawabku, aku tersenyum tulus pada Tiara,
Tiara mengangguk, dan kembali fokus pada pekerjaannya, dan akupun kembali masuk ke dalam ruanganku.
"Hallo Jani," Sapa Faisal di sebrang sana,
"Iya mas, kenapa??" Jawabku setelah mengangkat telponnya,
"Kamu mau makan siang di mana Jan??" Tanyanya,
Aku menoleh jam tangan yang ku gunakan, memang sudah waktunya istirahat,
"Belum tau mas, kenapa??"
"Kita makan siang bareng ya, di caffe sebelah kantor kamu aja" Ajaknya, sekarang karena kita sudah memiliki cukup uang, sekali-kali kita jadi bisa makan-makan di caffe.
"Iya mas, aku tunggu" aku menutup telpon Faisal dan segera bergegas.
Di luar ruangan kembali aku melihat Tiara yang tengah sendirian dan kebingungan, karena rasa ibaku, akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Tiara agar bisa makan bersamaku.
"Tiara mau makan siang di mana??" Tanyaku, memecahkan kebingungannya,
"Belum tau ibu, aku belum terlalu kenal sama daerah ini" Jawabnya celingukan,
"Ya udah kamu ikut aku aja ya, aku mau makan siang di kafe sebelah yuk" Ajakku sambil menuntun tangannya.
"Emang boleh??" Tanyanya.
"Ya boleh dong, yuk" Aku menarik tangannya Tiara agar mengikuti langkahku.
Tiara mengekoriku di belakangku hingga tiba di caffe, aku melambaikan tanganku pada Faisal yang sudah menungguku di kursi dekat jendela, ini tempat paforiteku, kursi dekat jendela. Faisal menatapku lekat, seolah matanya bertanya, kenapa aku membawa orang lain di pertemuan kami,
"Ini Tiara, teman baru aku di kantor, Tiara ini mas Faisal ..."
"Calon suaminya Anjani," Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Faisal sudah menyambarnya duluan.
"I iya," Jawab Tiara gugup, membalas anggukan Faisal.
Aku bingung dengan mereka, mereka baru pertama kali bertemu, tapi kenapa ada yang aneh dari pandangan mereka. Ah ... Mungkin hanya perasaanku saja ...
Bersambung......
Jangan lupa vote, like, komentar positif dan ratingnya ya readers.........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ardan
nah mulai terkuak sedikit nih, kelakuan Faisal saat bilang kerja diluar kota, pasti ada kaitannya ama Tiara 🤔
2022-04-09
0
Nanik Purwanti
pacar faisal
2020-11-08
1
Erni Zulkarnain
apa Tiara juga pacarny Faisal...
2020-08-15
1