Setelah beberapa drama terjadi, karena kedatangan Anwar ke kantor, tak ayal membuat pekerjaanku semakin bertumpuk tumpuk karena terabaikan.
Direktur perusahaan berjanji padaku akan segera mengirim karyawaty baru untuk bisa membantuku, menyelesaikan seluruh pekerjaanku. Tentu saja, direktur sangat berterimakasih padaku, karena dia berfikir, berkat aku yang bisa membujuk Anwar pulang, direktur jadi tidak di omeli oleh pemilik perusahaan yang nota benenya adalah ayah Anwar. Anwar pulang dengan selamat dan baik baik saja, saking berterimakasihnya padaku, bahkan direktur menjanjikan akan memberikan hadiah pada ku, namun tentu saja aku menolaknya.
"Anjani, terimakasih banyak atas bantuanmu, sekarang Anwar sudah pulang ke rumahnya dalam ke adaan baik baik saja, ibunya Anwar sangat berterimakasih juga padamu, karena semenjak bertemu denganmu, sekarang Anwar menjadi lebih ceria, dan mulai bisa di ajak bicara," jelas direktur.
"Iya, sama sama bapak, saya senang jika Anwar sekarang berubah menjadi lebih baik," jawabku, tak bisa di pungkiri, hatiku bahagia karena bisa membuat orang lain bahagia.
"Anjani, kamu mungkin mau di belikan sesuatu dari saya??" tawar pak direktur yang membuatku agak sedikit kaget.
"Maaf, maksudnya apa ya pak??" tanyaku menunjukkan keherananku.
"Iya mungkin kamu mau hadiah dari saya, karena kamu sudah banyak membantu saya untuk urusan Anwar" jelasnya.
"Ah ... tidak bapak, terimakasih banyak sebelumnya, saya ikhlas ko bantuin bapak, semoga ke depannya, saya bisa bantuin bapak untuk urusan yang lainnya," Aku menolak tawaran direktur dengan sangat hati hati, takut direktur tersinggung.
"Terimakasih banyak ya Anjani, saya tau kok, kamu memang anak yang baik" tutur direktur seraya tersenyum kepadaku.
"Ah ... bapak bisa aja, tidak juga ko pak, mungkin hanya kebetulan saja, ketika saya yang berbicara, kebetulan Anwar sudah ingin pulang" aku mencoba merendah di hadapan direktur.
"Bisa aja kamu, oh iya, untuk karyawaty baru yang bisa bantuin kamu, secepatnya akan saya kirim ya Anjani, nunggu dulu acc dari direksi yang lain, soalnya kasus Ely pun belum di tutup sepenuhnya, kamu bekerja semampu kamu dulu aja, jangan terlalu di porsier,"
"Baik bapak, terimakasih banyak sebelumnya, untuk seluruh perhatian bapak, kalau tidak ada yang di bicarakan lagi, saya permisi dulu pak, mau melanjutkan pekerjaan saya." Aku buru buru berpamitan, sungguh tidak nyaman berada di ruangan ini, hanya berdua dengan boss, dalam ke adaan pintu tertutup.
"Oh iya Anjani, sekali lagi terimakasih banyak untuk seluruh bantuan kamu,"
"Iya bapak, sama sama." aku berjalan keluar dari ruangan direktur setelah mendapat anggukannya.
Dan akhirnya beberapa hari kemudian datang lah pengganti Ely atau pengganti senior ke duaku.
Ku lihat, setelah keluar dari ruangan bu Novi, dia menghampiri mejanya yang berdampingan dengan mejaku.
Dia sangat cantik, badannya tinggi, langsing, kulitnya putih dengan rambut sebahu, dia sungguh modis, dia menggunakan rok kerja selutut, dengan atasan kemeja putih di balut blazer hitam, dia juga menggunakan sepatu hak tinggi, dan menenteng tas branded keluaran terbaru, menyempurnakan penampilannya. Mungkin usianya tidak akan jauh dariku, dan kelihatannya, dia sudah berpengalaman di tempat kerja yang lain.
Dia tersenyum padaku, mengulurkan tangannya, lalu menyapaku dengan sopan,
"hai, aku Sintia, senang berkenalan denganmu, mohon bimbingannya yaaa ..."
Aku tersenyum lalu membalas juluran tangan dan sapaannya,
"Aku Anjani, senang juga bisa berkenalan denganmu, iya sama sama, kita sama sama belajar aja yah, saya juga baru kok di sini," Aku mencoba untuk bisa bersahabat dengan Sintia di awal pertemuanku, berharap Sintia bisa membantuku menyelesaikan segala kemelut pekerjaanku yang terbengkalai, juga pekerjaan yang di wariskan Ely yang sekarang raib entah ke mana.
Rupanya Sintia datang ke kantor tidak sendirian, dia datang di antar oleh seorang pria, pria itu berbadan tinggi, tegap, kulitnya putih, matanya belo, hidungnya mancung, bisa di bilang dia cukup tampan. Dia menganggukan kepalanya kepadaku, dan aku pun membalas anggukannya, tidak lama kemudian, dia pergi sambil melambai lambaikan tangannya pada Sintia, aku tersenyum tipis melihat tingkah mereka.
"Dia pacarku, namanya Faisal Aditia" tiba tiba perkataan Sintia mengalihkan pandanganku,
"Oh, iya" jawabku sambil mangut mangut.
Aku tidak ingin kepo dengan segala urusan pribadi orang lain, aku hanya ingin fokus pada pekerjaanku saja.
Sudah hampir satu bulan aku bekerja sama dengan Sintia, dia sudah menjadi temanku di kantor, tapi hanya sebatas untuk pekerjaan saja, meskipun Sintia ikut pindah kosan di dekat kosanku, tapi tak berarti aku bisa membuka hati, untuk sekedar bercerita masalah pribadi kepadanya.
Aku bercerita hanya seputar masalah pekerjaan saja, aku melihat Sintia gadis yang baik, karena dia bekerja dengan tidak terlalu merepotkanku, dan itu bagiku sudah lebih dari membantuku, dia orang yang cukup santai, kalem, dan kadang suka lucu, aku menyukai Sintia yang tidak terlalu suka menggangguku, kami hanya fokus pada pekerjaan kami masing masing. Ya walaupun meja kami sangat berdekatan.
Tapi untuk hubungan Sintia dengan Faisal, entah kenapa aku kurang menyukainya, jika di perhatikan hubungan mereka sudah lebih dari kata "pacaran normal" menurutku, entah karena aku yang kuno, entah karena aku belum pernah berpacaran, tapi aku sungguh tidak suka dengan gaya pacaran mereka.
Aku juga tidak suka dengan panggilan sayang mereka yang kata nya kekinian "Mamah, Papah" apa itu??? kayak panggilan suami istri.
Aku memang agak sedikit fanatik untuk urusan semacam itu, apalagi untuk urusan pasangan yang belum halal, tapi sudah berlebihan, mungkin itulah salah satu kekuranganku.
Mungkin juga karena aku terlalu lama menjomblo, aku agak sedikit bergidik ngeri dengan pergaulan dunia luar, atau mungkin selama ini aku hanya menghabiskan waktuku untuk belajar, dan juga aku yang selalu di kekang ibu untuk tidak melakukan ini dan itu, mungkin itu sebabnya aku jadi terlihat kuno di dunia gaul.
Aku sungguh tidak menyukai gaya pacaran yang aneh menurut pandangan mataku, mereka memanggil pasangannya dengan sebutan yang agak nyeleneh di pendengaran ku, layaknya suami istri, mereka memanggil pasangannya dengan sebutan mamah, papah, umi, abi, dan lain sebagainya.
Sungguh aku bingung, jika hubungan mereka putus sebelum di sahkan, lalu mereka akan saling memanggil dengan sebutan apa ya????hehheee ... aku jadi geli sendiri membayangkannya.
Aku pernah membaca buku, yang isinya kurang lebih, "jangan memanggil pasangan mu yang belum halal, dengan sebutan suami istri, karena itu termasuk zinah, dan zinah itu dosakan??" yah intinya begitu saja, karena waktu itu aku baca buku nya sambil ngantuk jadi gak terlalu faham, tapi aku faham maksudnya.
Tapi, aku juga tidak ingin terlalu banyak berkomentar, toh mereka juga sudah dewasa, dan faham hukum, aku hanya menyimpan semua hal yang tidak kusukai di dalam hati saja, dan menjadikannya pelajaran, agar suatu hari nanti aku pun tidak melakukan hal yang tidak baik, menurut pandangan mata orang lain.
Iya, aku ingin begitu saja, bolehkah???
Bersambung .....
Jangan lupa like,komen, bintang lima dan vote sebanyak banyak nya yaaa..............
di tunggu....makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Neulis Saja
Jani, always Istiqomah with good attitude
2023-02-02
0
Alivia Cipa
kayaknya beda nih alur ceritanya dengan kebanyakan novel " yg lain
2020-07-26
1
Nur Abidah Mukti
aku lagi nyemangatin diri nih buat baca
2020-07-24
1