Anehnya setelah kejadian konser mininya Anwar, Anwar jadi semakin menempel padaku. Sampai sampai aku sempat merasa risih di buatnya.
Aku mencoba untuk terus membujuk Anwar agar dia mau pulang ke rumah orangtuanya, aku tau orang tua Anwar pasti sangat khawatir pada Anwar, ya meskipun aku juga tau, segala info tentang Anwar di perusahaan ini, pasti sudah sampai di telinga orangtua Anwar.
Masih belum banyak orang yang tau juga tentang Anwar yang anak pemilik perusahaan, hanya beberapa orang saja yang tau tentang kenyataan itu, termasuk aku.
Hari ini waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi menuju siang, karena merasa ngantuk mengerjakan buku buku kantor, aku mencoba berjalan ke pantry dengan niat hanya untuk membuat teh, sekedar untuk mengusir setiap rasa kantukku, aku melihat Anwar tengah duduk sendirian di kursi pantry.
Jam segini tidak terlalu banyak karyawan berlalu lalang di pantry. Jadi moment yang pas menurutku untuk berbicara dengan Anwar.
Aku mencoba mendekati Anwar sambil menyapanya.
"Anwar lagi apa??" tanyaku dengan suara selembut mungkin
"La lagi duduk aja" jawabnya sambil memainkan kuku tangannya, sedikit mencubit cubitnya, hingga ujung kukunya terlepas.
Aku yang melihat kondisi Anwar sedikit bingung, dia hanya terus menunduk, dan terus memainkan kukunya, sekali kali menggerak gerakkan kakinya yang gemetar, bahkan aku melihat kulit di tepi kukunya mulai berdarah, karena terus di cubitinya, dia terlihat sangat cemas, mungkin benar yang direktur bilang, bahwa Anwar mengalami sedikit gangguan jiwa.
"Anwar, udah besar masa sih masih maenin kuku, kenapa Anwar gak bikin lagu lagi aja??" aku mencoba mengalihkan perhatian Anwar, agar tidak terus menguliti kukunya sendiri, ya walaupun ketika aku mengatakan lagu agak sedikit trauma ya dengan kejadian tempo hari.
"I ibu Jani sukakan sama lagu karangan Anwar?" katanya menatapku penuh harap
"Iya dong, lagunya bagus banget lho, " aku tersenyum penuh ketulusan pada Anwar, aku merasa simpaty atas ke adaannya.
"Ka kalo gitu, Anwar bikinin lagi lagu buat bu Jani yah??" tawarnya.
oh nooooooooooooo please jangan lagi.
"Boleh, tapi sekarang bikin lagunya jangan buat aku yaaaa??" aku mencoba bernegosiasi dengan sangat hati hati.
" Te terus buat siapa??" Anwar merunduk kecewa.
"Gimana kalau kita bikin lagunya buat Ibu Anwar aja??" tawarku, pelan sekali nada bicaraku
"Bu buat Ibu" tanya Anwar mengerutkan kening
" Iya, buat Ambunya Anwar, ambunya Anwar pasti bakalan seseneng aku deh kalau di bikinin lagu sama anak kesayangannya" aku mencoba merayunya.
"A ambu sayang sama Anwar??" tanyanya dengan sorot mata penuh harap
"loh, iya dong sangat sayang malahan, gimana kalau sekarang kita bikin lagunya dulu?" aku kembali mengajak Anwar
" Ta tapi Ambu suka ngurung Anwar lho, Anwar suka di larang main" mata Anwar mulai memerah,
Aku menghela nafas, pria seusia Anwar memiliki sikap seperti ini, fiks dia memang sakit.
"Ambu ngurung Anwar, karena Ambu sayang sama Anwar, nanti kalau misalnya Anwar mau nurut sama Ambu, Anwar pasti di bolehin main sama Ambu" aku mulai mencoba mengsugesti fikiran Anwar
"Yuk sekarang kita bikin lagunya dulu, aku temenin deh sampai bikin lagunya selesai," rayuku lagi.
Aku mencoba mengalah, meski pekerjaanku bergunung gunung, dan terpaksa beberapa hari ini aku harus lembur, karena tugasku untuk membujuk Anwar pulang tak kunjung selesai.
Anwar menganggukan kepalanya, secepat kilat dia mengambil pulpen dan secarik kertas, dia mulai berkonsentrasi menjadi pencipta lagu, aku hanya menatap wajahnya, kasian Anwar, dia pasti punya beban sendiri yang tak bisa dia bagi dengan orang lain, sama seperti aku, yang sulit berbagi rasa dengan orang lain.
Setengah jam aku menemani Anwar, sesekali Anwar bertanya kepadaku tentang bait demi bait lagu ciptaannya, aku hanya tersenyum lalu mengangguk tanda setuju. Padahal akupun tidak mengerti tentang lagu yang di tulis Anwar. Hanya anggukan formalitas saja sebenarnya.
"Tttaaaaarrrrraaaaaaaa.....sudah selesai, bu Jani mau dengerin lagunya gak?? tawar Anwar sambil mengacungkan kertasnya padaku, sambil bersiap untuk bernyanyi.
Deg, aku tersentak kaget, takut kejadian memalukan itu terulang kembali.
" Eeeehhhh gak usah, biar nanti hanya Ambunya Anwar aja yang dengerin, kan biar jadi kejutan yang special," kataku sambil menaik turunkan alisku.
"Iya deh " kata Anwar sambil tersenyum
Hah ... untunglah ekspresi wajah Anwar tidak menunjukkan rasa kecewa.
"Sekarang gimana kalau kita kasihin karya spesial Anwar ini ke ambunya Anwar, tapi harus sekarang, bisakan??" aku berkata di penuhi rasa cemas, takut usahaku membujuk Anwar sia sia.
"Ma maksudnya sekarang?? Anwar harus pulang sekarang gitu bu Jani??" Anwar mengerucutkan bibirnya.
Deg, dadaku berdebar debar takut misi ini tidak berhasil sama sekali
"Iya, kan biar Ambunya Anwar seneng dapet kejutan, " aku mencoba tenang
"Iya deh, Anwar mau pulang, mau ngasihin karyanya Anwar ke Ambu" tak ku sangka Anwar akan menanggapi ucapanku dengan antusias.
Alhamdulillah, aku merasa sangat lega, akhirnya tugasku mengusir cantik seniman dadakan ini berhasil juga. Tak bisa di pungkiri, rona rona kebahagiaan terpancar dari wajahku.
"Tapi ada syaratnya" haduh, drama apalagi ini?
"Apa syaratnya??" kataku, semoga syaratnya enggak yang aneh aneh deh
"Bu Jani, beliin Anwar coklat yah??" Anwar mulai merengek rengek, layaknya balita yang minta jajan pada emaknya.
"Oh, iya pasti dong, nanti aku beliin dua, gimana, setuju???" tawarku tanpa fikir panjang
" Iya , setuju dong, sekarang Anwar pulang dulu ya, mau ketemu Ambu dan ngasih liat hasil karya Anwar, " seketika wajah Anwar di penuhi keceriaan, dia melompat lompat kegirangan
Aku sedikit heran, sebenarnya Anwar sakit apa sih?? kok moodnya bisa berubah ubah secara drastis, sebentar seneng, sebentar sedih, sebentar ketawa, sebentar marah.
Akhirnya Anwar pulang di antar langsung oleh pak direktur, dengan suka rela, tanpa harus di seret seret, tanpa meninggalkan trauma yang mendalam, Anwar pulang seperti permintaan direktur.
"Dadaaaahhhhh bu Jani, nanti ketemu lagi yaaaaaa" teriak Anwar dari dalam mobil. Sambil melambai lambaikan tangannya.
"Iya, dadah Anwar, " balasku membalas lambaian tangan Anwar.
"Maksih coklatnya yaaaa" Anwar masih berteriak teriak sambil mengacung acungkan dua buah coklat pemberianku.
"Iya Anwar, sama sama" aku menatap kepergian Anwar, hingga mobil yang di tumpanginya menghilang dari pandangan mataku.
Aku menghela nafas, ah, hanya dengan kata "Ibu" Anwar yang keras kepala akhirnya bisa di bujuk untuk pulang juga.
Kekuatan, dan cinta kasih dari seorang Ibu itu luar biasa bukan???
Bersambung........
jangan lupa vote, like, komen, dan bintang kima nya ya readers......di tunggu yaaa...makasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Neulis Saja
it looks like there is secret something your family
2023-02-02
0
Darna Dahlia
bkn autiskaj di Anwar Thor 😅
2020-08-22
1
Tarie Maryadi
tp kok Anwar paham akan usianya ya? 🤔
2020-04-10
1