Jakarta.
Kini Syabil sedang duduk di kursi ruangan kantornya. Ia terus saja memikirkan Ibra dan Anisa. Ia masih bertanya tanya kenapa Anisa bisa tinggal di kota yang sama dengan musuh bebuyutannya yaitu Ibra. Karna Syabil tau kalau Ibra begitu tergila gila pada Anisa sejak 7 tahun yang lalu.
" Apa mungkin Anisa datang kemari hanya untuk dekat dengan si berandalan itu, setauku Anisa dulu sangat takut dengannya" batin Syabil. Tiba tiba si kembar Yudi dan Yuda datang dan masuk ke ruangannya Syabil.
" Sore bos" sapa Yudi dan Yuda.
" Apa yang kalian dapatkan tentang si berandalan itu?" tanya Syabil. Yudi dan Yuda pun duduk dihadapannya Syabil.
" Si Ibra tinggal di pesantren bos. Dia tinggal di sana sudah 7 tahun" ucap Yudi.
" Lanjut" pinta Syabil.
" Sejak ditangkap polisi 7 tahun yang lalu di Jakarta, orang tuanya Ibra telah menjamin kebebasannya, sejak saat itulah Ibra di bawa kepesantren. Awal awal ia ikut menjadi santri di pesantren, tapi lama lama dia diangkat menjadi pengajar di sana karna kecerdasan dan ilmu agamanya yang lumayan bagus" tutur Yuda.
" Jadi ustad maksudnya?" tanya Syabil sedikit tak percaya.
" Hmmm, ustad Ibrahim"
Mendengar pertuturan anak buahnya, Syabil merasa tidak percaya, seorang ketua berandalan Jakarta yang hobinya bolak balik masuk penjara, tiba tiba kini menjadi seorang ustad di sebuah pesantren. Itu seperti mimpi baginya.
" Besok, bagaimanapun caranya kalian berdua menyelinap masuk ke pesantren itu, cari tau tentang Ibra sedetail detailnya dan jangan sampai ada yang terlewat sedikit pun" pinta Syabil.
" Baik bos kita laksanakan besok" ucap Yudi dan Yuda.
* * * * * *
Malam pun tiba, hujan lebat mengguyur kota A. Setelah mengerjakan shalat Isya, Anisa dan Elina pun menutup butik karna cuaca yang tidak memungkinkan akan ada pengunjung yang datang. Tiba tiba dari kejauhan nampak Ibra dan Salwa berlari menuju butik mereka. Ibra memilih untuk berteduh di butiknya Anisa dari pada harus berduaan di toko buku yang sedikit sempit bersama Salwa, ia takut akan ada setan yang menghampiri. Jadi Ibra mengajak Salwa untuk berteduh di butiknya Anisa. Selain ada Anisa, di sana juga pasti ada Elina.
Tok tok tok.
" Asalamualaikum"
Elina pun membuka pintu butik.
" Waalaikum salam" Elina melihat Ibra dan Salwa berdiri didepan pintu dengan sedikit basah kuyup.
" Kalian belum pulang?" tanya Elina
" Boleh kami berteduh di butuk kalian?" tanya Ibra. Elina langsung menatap Anisa, seketika Anisa langsung menganggukan kepalanya.
" Ayo masuk" pinta Elina.
" Makasih mba Elina" ucap Salwa sambil tersenyum. Ibra dan Salwa pun duduk di sofa yang ada di butik itu. Anisa memberikan handuk pada Salwa dan Ibra.
" Terima kasih"
" Makasih mba Nisa" ucap Salwa. Ibra pun membuka baju kokonya yang basah karna kehujanan, kebetulan ia baru pulang dari masjid setelah mengerjakan shalat Isya. Ibra membuka baju kokonya kebetulan ia masih mengenakan kaos putih berlengan pendek sebagai dalemannya. Anisa dan Elina nampak menganga melihat otot otot di tangannya Ibra. Elina langsung menutup matanya, sementara Anisa terus memperhatikan lengan kanan Ibra karna ia masih penasaran dengan tato burung elang yang telah dihapus itu. Apakah tato itu masih meninggalkan jejaknya atau sudah berubah mulus seperti kulit aslinya. Anisa terus memperhatikannya, namun Ibra tidak tau kalau Anisa sedari tadi terus memperhatikannya, ia lebih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk yang diberi oleh Anisa.
" Nis, kondisikan matamu" bisik Elina. Seketika Anisa langsung menundukan wajahnya dengan sedikit malu.
" Ibra, eh maksudnya ustad Ibrahim, kumohon kau jangan lepas baju" pinta Elina.
" Bajuku basah"
" Biarkan" ucap Elina.
" Aku takut masuk angin"
" Kalau kau masuk angin, nanti Anisa bersedia untuk ngerokin" ucap Elina. Anisa langsung mengeryitkan keningnya sementara Ibra langsung tertawa kecil.
" Memangnya kenapa kalau aku hanya mengenalan kaos putih?" tanya Ibra.
" Sedari tadi mata Nisa jelalatan curi curi pandang pada otot otot di tanganmu" tutur Elina. Seketika Ibra langsung menutupi tubuhnya dengan handuk. Sementara Anisa sudah memicingkan matanya pada Elina.
" Sepertinya kau sangat suka curi curi pandang padaku" ucap Ibra sambil menatap Anisa, tiba tiba Ibra langsung menutup matanya ketika menatap penampilan Anisa yang baru disadarinya itu.
" Astagfirullah Nis, kenapa kau telanjang dihadapanku" ucap Ibra masih dengan menutup matanya.
Deg.
Anisa sendiri pun baru menyadarinya kalau ia hanya mengenakan Dress bunga diatas lutut. Wajah Anisa sudah memerah karna malu, ia mengenakan baju tidur yang sedikit terbuka itu karna ia fikir tidak akan ada tamu yang datang karna butik sudah ditutup.
" Cepat kau ganti baju" bisik Elina.
Seketika Anisa langsung naik ke lantai dua dengan sedikit berlari untuk mengganti bajunya. Anisa sudah menggantinya dengan baju tidur berlengan panjang dan celana panjang juga. Setelah selesai berganti pakaian, Anisa pun turun kembali dan ikut bergabung dengan mereka. Hujan deras sepertinya tak mau berhenti hingga menjebak Ibra untuk berlama lama di butik itu.
" Aku laper" ucap Anisa tiba tiba.
" Hujan masih deras, tidak mungkin kita keluar untuk cari makanan" ucap Elina.
" Memangnya tidak ada bahan makanan di sini?" tanya Ibra.
" Ada, tapi sayang kami tidak bisa masak" ucap Elina.
" Kalau kalian mengijinkan, biar aku yang masak" Ibra menawarkan diri. Anisa dan Elina langsung mengeryitkan keningnya seolah tak percaya kalau seorang Ibra si preman pensiun bisa masak.
" Jangan bercanda" ucap Elina.
" Kalian tidak percaya kalau aku bisa masak?" tanya Ibra. Anisa dan Elina pun mengangguk. Kini Ibra, Anisa dan Elina sudah berada di dapur, Ibra sudah mengenakan celemek, ia sudah bersiap untuk memasak. Sementara Anisa dan Elina hanya berdiri memperhatikan saja. Lalu Salwa masih duduk di sofa, ia terus mengagumi karya karya Anisa dan Elina yang sudah terpampang di patung manekin.
Ibra pun memasak nasi goreng dan telor ceplok karna cuma itu yang ada di dapurnya Anisa.
" Kau yakin dia bisa masak?" tanya Anisa pada Elina.
" Kita perhatikan saja, dia sudah seperti chef Juna" ucap Elina. Setelah selesai memasak, Ibra pun menyajikan hasil masakannya di atas meja dan siap untuk dinikmati.
" Silahkan" ucap Ibra. Meski ragu Anisa dan Elina pun duduk di meja makan dan siap menikmati hidangan. Namun mereka hanya diam karna ragu dengan hasil masakannya Ibra.
" Lin kita tidak akan keracunan kan?" tanya Anisa sambil berbisik, namun Ibra masih dapat mendengar ucapan perempuan yang ada di hadapannya itu.
" Aku tidak menaruh racun di nasi gorengnya" ucap Ibra. Anisa dan Elina pun langsung mencicipinya, mereka terdiam ada rasa malu saat tau kalau masakan itu terasa enak.
"Enak"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
soepratno Mokoginta
bagus di buat sinetron cerita ni
2023-01-26
1
Hera
elina ada2 aja takut dia dgn masakan ibra tapi laper 😊😄
2022-10-20
1
Nurliana Saragih
ya mbok kalo kena hujan si Ibra ma Salwa, dikasih baju biar ganti gitu....!
kan kasian kedinginan,percuma punya butik,anisa2???
2021-12-04
1