Masih dengan Anisa yang baru bertemu lagi dengan Ibra setelah 7 tahun berlalu. Setelah membangunkan Elina yang mendadak pingsan, Anisa dan Elina pun duduk di kursi bambu itu, sementara Ibra berdiri 3 meter dari hadapan mereka. Anisa masih menatap tak percaya kalau laki laki di hadapannya itu adalah Ibra, apalagi kini Ibra menjadi seorang ustad, guru pengajar di pesantren. Elina terus meggosok gosokan matanya, takut matanya tiba tiba katarak ketika menatap sosok Ibra di hadapannya.
" Nis apa aku sudah ada di surga?, tapi ko di surga ada si Ibra?, bukannya si Ibra itu sudah di jebloskan ke neraka" ucap Elina masih dengan menggosok gosokan matanya.
" Kau ini bicara apa, kita ini masih di pesantren, dan kau belum meninggal, kau hanya pingsan" tutur Anisa. Elina pun terdiam.
" Benarkah?"
" Hmmm"
Ibra hanya tersenyum sambil menundukan kepalanya saat melihat reaksi dari dua perempuan yang ada di hadapannya itu.
" Nis, aku tidak sedang bermimpikan, apa benar yang kini berdiri di hadapan kita itu Ibra?" tanya Elina.
" Hmmm"
" Kenapa Elina?" tanya Ibra.
" Jadi kau beneran Ibra?, kau masih hidup?, kufikir kau sudah mati gara gara overdosis" celetuk Elina, hingga Anisa langsung membungkam mulut sahabatnya itu.
" Jaga bicaramu, kau mau Ibra mengalungkan cerulit di lehermu" bisik Anisa. Ibra hanya tersenyum senyum saja melihat perdebatan mereka.
" Nis, aku masih tidak percaya kalau dia itu si Ibra berandalan Jakarta. Kau lihat tubuhnya sekarang, dua kali lipat dari tubuhnya yang dulu. Dulu kurus kerempeng, tapi sekarang badannya tinggi besar, 11 12 dengan ustad Riziq, apa dia makan sehari 7 kali ya, itu otot di tangannya gede banget " ucap Elina.
" Kenapa kalian menatapku seperti itu, apa karna kalian tidak bertemu denganku selama 7 tahun jadi kalian lupa denganku, apa perlu kita berkenalan lagi" tutur Ibra.
" Jadi kau beneran Ibra tetangganya Anisa di Jakarta?" tanya Erika. Ibra pun mengangguk.
Tiba tiba Elina berbisik.
" Nis, ko penampilan Ibra beda banget ya, dia sudah seperti ustad" ucap Elina.
" Dia memang ustad Ibrahim" jawab Anisa.
" Nis coba kau pelorotin sarungnya" pinta Elina sambil berbisik.
"Kau sudah gila ya, untuk apa aku melorotin sarungnya" gerutu Anisa sambil berbisik juga.
" Untuk memastikan, dia bawa senjata tajam atau tidak, siapa tau dia bawa cerulit di pinggangnya"
" Kau jangan macam macam ya Lin"
" Kau apa kabar Nis?" tanya Ibra. Anisa pun terdiam setelah mendapat pertanyaan dari seorang Ibra.
" A-aku baik. Alhamdulilah" jawab Anisa sedikit gugup.
" Kau masih ingat dengan janjimu?" tanya Ibra kembali.
Deg
Deg
Deg
Anisa terkejut dengan pertanyaan yang di ucapkan si ustad preman. Anisa fikir Ibra akan lupa dengan janji yang diucapkannya 7 tahun yang lalu. Anisa menelan ludahnya kasar, ada setitik ketakutan dalam hatinya.
" Janji?" ucap Anisa.
" Ya 7 tahun yang lalu kau mengikrarkan janji di hadapanku dan di hadapan sahabatmu itu" tutur Ibra. Anisa pun langsung melirik Elina.
" Lin dia masih ingat sama janji itu" bisik Anisa. Elina pun mengangguk ngangguk.
" Kau tidak lupa kan Nis?" tanya Ibra.
" Ya aku ingat"
" Kau tidak sedang berusaha mengingkarinya kan?"
Anisa pun terdiam kebingungan. Dia memegangi dadanya yang sedari tadi terus bergetar. Anisa mencoba memberanikan diri untuk bicara.
" Apa kau sudah merasa dekat dengan Allah?" tanya Anisa. Ibra malah menundukan kepalanya.
" Penampilan bisa saja menipu, aku butuh pembuktian yang nyata kalau kau memang benar benar sudah berubah lebih baik dan dekat dengan Allah" tutur Anisa. Ibra malah tersenyum.
" Apa setelah melihat perubahanku, kau bersedia menjadi istriku?"
Deg
Deg
Deg
Anisa malah menunduk kebingungan.
" Sepertinya kau sangat takut denganku. Apa perubahan fisik dan penampilanku begitu terlihat menyeramkan hingga tubuhmu bergetar seperti itu?" tutur Ibra.
Tiba tiba terdengar suara adzan ashar di mesjid besar pesantren. Mereka bertiga pun terdiam. Suasana hening begitu saja.
" Aku harus ke masjid, Semoga Allah masih mempertemukan kita lagi, biar aku bisa membuktikan perubahan hidupku, mungkin masih jauh dengan perubahan kriteria yang kau maksud, tapi setidaknya aku sudah meninggalkan duniaku yang kelam itu" tutur Ibra, Anisa hanya diam menundukan kepalanya. Ibra pun melangkahkan kaki untuk beranjak pergi ke masjid, namun langkahnya terhenti saat ia berdiri di hadapan Anisa.
" Terima kasih. Karna janjimu hidupku berubah menjadi lebih baik" ucap Ibra sambil menatap Anisa, Anisa pun ikut menatapnya.
" Asalamualaikum"
" Waalaikum salam"
Ibra pun pergi dari perkebunan itu. Anisa dan Elina pun terus menatap kepergian Ibra.
" Apa aku sedang bermimpi Lin?" tanya Anisa. Tiba tiba Elina langsung mencubit lengan Anisa.
" Awww, sakit"
" Itu artinya kau sedang tidak bermimpi" ucap Elina.
" Lin, bagaimana kalau Ibra benar benar sudah berubah, dia pasti akan memintaku untuk menepati janjiku"
" Sepertinya dia punya hak untuk itu"
" Maksudmu?"
" Kau yang memintanya berubah, ya meskipun aku tau kau memintanya agar kau terhindar dari ancamannya dulu. Merubah diri menjadi lebih baik itu tidak gampang, butuh perjuangan dan butuh pengorbanan. Sedikit banyaknya perubahan yang terjadi pada Ibra itu semua karnamu. Pantas saja ustadzah Ulfi berterima kasih padamu, Kaulah yang membuatnya berubah. Sedikit banyaknya, dia sudah meninggalkan dunianya yang kelam itu." tutur Elina.
" Lin, apa yang harus aku lakukan. Aku bingung, aku belum yakin Ibra sudah berubah"
" Pertanggung jawabkan semua ucapan yang keluar dari mulutmu" ucap Elina. Anisa malah menundukan kepalanya.
" Kau tidak sedang berfikir untuk mengingkarinyakan?, kau tidak lupa dengan ancamannya dulu. Kalau kau mengingkarinya, dia bilang dia akan menculikmu dan menculik ayahmu, lalu membawa kalian ke KUA" tutur Elina mengingatkan.
" Bukankah kalau dia benar benar sudah berubah dia tidak mungkin melakukan perbuatan seperti itu"
" Seseorang akan berubah berbanding terbalik ketika usaha dan perjuangannya tidak dihargai. Bisa saja saat kau mengingkari janjimu, tiba tiba Ibra murka dan berubah kembali seperti Ibra yang dulu, bahkan lebih kejam dari Ibra si berandalan Jakarta" tutur Elina.
" Salah tidak jika aku minta pembuktian. Aku tidak mau tertipu dengan penampilan?"
" Kau berhak untuk itu"
Anisa pun tersenyum.
" Ayo kita pulang, salat asharnya di masjid dekat ruko saja"
" Hmmm"
Anisa dan Elina pun pergi dari perkebunan itu. Meskipun perasaan Anisa sedang merasa campur aduk, setidaknya ia merasa sedikit senang melihat Ibra berubah meskipun hanya baru terlihat dari penampilannya saja.
Mereka terus berjalan sambil beriringan menuju gerbang utama dan menyusuri jalanan menuju ruko.
" Eh ngomong ngomong siapa nama lengkapnya?" tanya Elina penasaran.
" Ustad Malik Ibrahim si ustad preman pensiun" jawab Anisa. Elina malah tertawa kecil.
" Berarti bukan lagi si Ibra berandalan Jakarta?"
" Hmmm"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Erna Masliana
buat apa El .mau lihat apa😁😁/Facepalm/
2024-07-27
1
Hera
jadi ketawa ndiri nih sumpah dah senyum2 baca ceritanya seruu dah pokok e 😊😁
2022-10-20
1
Yayoek Rahayu
anisa jgn ingkar janji yaa
2022-06-29
1