Bab 12: Awal yang Baru

Pagi ini Kirana bangun lebih awal dari biasanya. Langit masih hitam dan hanya terlihat cahaya redup dari bulan sabit yang menyelinap dari balik jendela kamarnya. Udara yang dingin membuat dia sedikit menggigil ketika keluar dari selimut namun semangat tidak pernah padam.

Hari ini adalah hari pertama dia masuk SMA dan Karina tidak ingin terlambat. Ia bergegas ke dapur, tangannya dengan cekatan memotong sosis dan sedikit sayuran. Hari ini dia ingin membuat sarapan ala kadarnya, yaitu hanya nasi goreng sederhana dengan sosis dan telur mata sapi sebagai toppingnya. Menu yang praktis dan cepat namun bisa mengisi tenaganya seharian. Ini dilakukannya karena dia tidak ingin terlambat sampai di sekolah, apalagi hari ini masa orientasi siswa akan dimulai dan akan berlangsung selama seminggu.

Sementara Bibi Tari dan Rara masih terlelap sehingga Kirana bisa menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan tenang dan tanpa omelan.

“Aku tidak boleh terlambat hari ini…,” bisik Kirana sambil menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Matanya berbinar, campuran antara gugup dan antusiasme. Sambil mengerjakan pekerjaan rumahnya, dia membayangkan bagaimana hari pertamanya nanti dan bertemu dengan teman-teman baru. Dia juga membayangkan bagaimana mengikuti masa orientasi siswa yang akan berlangsung selama seminggu ini.

Setelah mencuci piring dan membereskan dapur, Kirana segera membersihkan diri dan menyiapkan peralatan yang mesti dibawa hari ini di sekolah. Kirana mengenakan kostum olahraga sekolah dan melilitkan rambut sebahunya dengan pita warna-warni. Penampilannya memang terlihat sedikit aneh tapi aura kecantikan alaminya tetap memancar. Dia sendiri sampai tersenyum melihat dirinya yang aneh pada saat bercermin. Sebelum keluar kamar, Kirana memeriksa kembali tasnya memastikan semua perlengkapan orientasi tidak ada yang tertinggal.

Saat Kirana akan berangkat, Paman Budi yang baru bangun muncul dari dalam kamarnya. Matanya masih mengantuk namun dia tersenyum melihat keponakannya sudah bersiap-siap ke sekolah.

“Kamu berangkat ke sekolah Nak…? Paman rasa hari ini masih terlalu pagi…,” tanya Paman Budi sambil mengusap matanya dan memperhatikan penampilan Kirana dengan tatapan penuh kasih meski sedikit bingung dengan gaya rambutnya yang unik.

Kirana tersenyum lebar dengan wajah menunjukkan semangat. “Iya paman… hari ini hari pertama orientasi siswa… Kirana berangkat pagi-pagi agar tidak terlambat Paman…,” jawab Kirana sambil mendekati Paman Budi. Kirana memberikan salim dan ini kebiasaan yang selalu ia lakukan sebelum berangkat kemanapun.

Paman Budi tersenyum dan mengelus bahu Kirana. “Iya Nak… Kamu sudah sarapan… ?” tanyanya dengan suara yang penuh perhatian.

“Sudah Paman… Kirana bikin nasi goreng tadi. Sarapan paman dan yang lainnya sudah Kirana siapkan di meja makan. Kirana ijin berangkat Paman…,” jawab Kirana masih dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Kirana merasa hangat dengan perhatian pamannya meski dia tahu pamannya bukan tipe yang banyak bicara.

Paman Budi mengangguk pelan. “Iya Nak… hati-hati di jalan ya Nak…! Jangan ngebut ya Nak…!”

Kirana mengangguk mantap. “Iya paman… Kirana janji akan selalu hati-hati.”

Lalu Kirana mengambil helm dan kunci motor tua berwarna merah yang ia beli dari tabungan beasiswa. Motor itu memang tua, namun mesinnya masih kuat dan layak pakai. Kirana tersenyum bangga setiap kali dia memandang motornya. Kirana merasa bangga. Ini adalah bukti kerja keras dan pengorbanannya selama ini, hidup hemat dan tidak menggunakan tabungan beasiswanya untuk hal yang tidak penting. 

Sebelum menyalakan mesin motornya, Kirana menoleh sekali lagi ke arah pamannya yang masih berdiri di depan teras. “Paman… doakan Kirana biar lancar hari ini…,” ujarnya dengan suara lembut.

Paman Budi tersenyum dan matanya memandang dengan bangga. “Tentu Nak… Semoga masa orientasimu menyenangkan dan paman yakin kamu pasti bisa.”

Kirana mengangguk lalu menyalakan mesin motornya. Suaranya menderu pelan mengisi keheningan pagi yang masih diselimuti kabut tipis. Ternyata Ririn sudah menunggu di depan rumahnya dan langsung melompat ke jok belakang dengan semangat lalu memeluk pinggang Kirana erat-erat.

“Awas… awas…! Jangan ngebut Kir… kamu baru bisa naik motor…. dan ini motor jadul… Takutnya rontok tengah jalan…!” teriak Ririn sambil memeluk pinggang Kirana lebih kencang. Wajahnya menunjukkan ekspresi setengah khawatir dan setengah bercanda.

“Bisa diam nggak sih kamu Rin…! Tenang… aku sudah hapal setiap lobang di jalan ini… dan motor ini kuat…!” seru Kirana sambil tertawa kecil melihat kelakuan sahabatnya di belakang.

Mereka melaju pelan di jalan desa yang masih sepi. Udara pagi yang dingin menyapu wajah mereka membuat Ririn menggigil serta menggeser posisi duduknya lebih dekat ke Kirana. Sinar matahari mulai menyembul dari balik bukit, yang membuat jalan tidak lagi terlihat terlalu gelap. Ririn bersenandung kecil di belakang, sedangkan Kirana fokus memperhatikan jalan di depannya.

“Kir… kamu tidak gugup? Ini hari pertama kita masuk SMA lho…!” seru Ririn agak keras sambil menepuk bahu Kirana.

“Sedikit sih…” jawab Kirana dengan jujur namun matanya masih dengan fokusnya di jalan. “Tapi aku senang… sudah bisa sampai di titik ini… rasanya seperti mimpi…!” lanjut Kirana. Hatinya senang dan bersyukur mengingat perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa. Jika saja beasiswa itu tidak diperolehnya, mungkin Bibi Tari tidak akan memperbolehkannya sekolah.

Ririn mengangguk antusias, walaupun tidak dilihat oleh Kirana. “Iya…. Aku juga senang. Tapi… kamu yakin kita bisa melewati masa orientasi ini ini? Katanya OSIS-nya galak-galak…!” ujar Ririn dengan suara bernada cemas tapi tetap penuh semangat.

Kirana menghela napas. “Kita sudah dapat bekal dari Kakek Sapto khan? Kalau ada yang mengganggu… kita beri pelajaran saja… he… he… he…,” ujar Kirana sambil tertawa kecil mencoba meredakan ketegangan.

Ririn ikut tertawa meski masih terasa gugup. “Iya sih… tapi jangan sampai kita menjadi bulan-bulanan mereka ya…!” protesnya sambil memeluk Kirana lagi. “Aku tidak mau jadi bahan tertawaan di hari pertama!”

Kirana mengangguk dan matanya berbinar penuh tekad. “Tenang saja Rin… Aku janji akan jaga kamu. Lagipula kita khan selalu bersama. Apapun yang terjadi… kita hadapi bersama-sama.”

Ririn bernapas lega meski masih ada sedikit kecemasan di hatinya. “Iya Kir… kamu selalu bisa membuat aku tenang. Makasih ya…!” ucap Ririn dengan tulus.

Perbincangan mereka pun berlanjut yang diisi dengan sedikit perdebatan dan canda tawa. Suara tawa mereka mengisi udara pagi yang sejuk seolah menjadi pengingat bahwa apapun yang akan mereka hadapi, mereka tidak sendirian.

Bagaimana kisah selanjutnya...? Ikuti bab selanjutnya...

Episodes
1 Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2 Bab 2: Ujian Tak Terduga
3 Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4 Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5 Bab 5: Kejutan
6 Bab 6: Latihan Perdana
7 Bab 7: Latihan Perdana 2
8 Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9 Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10 Bab 10: Liburan dan Latihan
11 Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12 Bab 12: Awal yang Baru
13 Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14 Bab 14: Kecemburuan Susi
15 Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16 Bab 16: Pembalasan Kirana
17 Bab 17: Bantuan Daniel
18 Bab 18: Percobaan Pelecehan
19 Bab 19: Upaya Penyelamatan
20 Bab 20: Misi Penyelamatan
21 Bab 21: Trauma Susi
22 Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23 Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24 Bab 24: Usaha dan Harapan
25 Bab 25: Pertemuan
26 Bab 26: Terluka Parah
27 Bab 27: Pertolongan Pertama
28 Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29 Bab 29: Perkenalan
30 Bab 30: Flashback
31 Bab 31: Pemulihan
32 Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33 Bab 33: Penghianat
34 Bab 34: Rencana Pulang
35 Bab 35: Penjemputan
36 Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37 Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38 Bab 38: Pulang
39 Bab 39: Perubahan Rencana
40 Bab 40: Menuju Singapura
41 Bab 41: Rindu
42 Bab 42: Berobat
43 Bab 43: Telponan
44 Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45 Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46 Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47 Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48 Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49 Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50 Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51 Bab 51: Hukuman Awal
52 Bab 52: Jejak yang Menghilang
53 Bab 53: Ke Jakarta
54 Bab 54: Hari Kelulusan
55 Bab 55: Bertemu
56 Bab 56: Ungkapan Perasaan
57 Bab 57: Restu Kakek Sapto
58 Bab 58: Rencana Keberangkatan
59 Bab 59: Berangkat
60 Bab 60: Rindu
61 Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62 Bab 62: Konflik dengan Bagas
63 Bab 63: Persahabatan
64 Bab 64: Rencana Penculikan
65 Bab 65: Jalan-Jalan
66 Bab 66: Penculikan
67 Bab 67: Kepanikan di Mansion
68 Bab 68: Bantuan Jonathan
69 Bab 69: Belum Terlacak
70 Bab 70: Dalam Keterbatasan
71 Bab 71: Petunjuk
72 Bab 72: Tebusan
73 Bab 73: Upaya Penyelamatan
74 Bab 74: Tertembak
75 Bab 75: Dirawat
76 Bab 76: Khawatir
77 Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78 Bab 78: Motif Sesungguhnya
79 Bab 79: Pengakuan
80 Bab 80: Kekhawatiran Arif
81 Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82 Bab 82: Dukungan Paman Budi
83 Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84 Bab 84: Bisa Pulang
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2
Bab 2: Ujian Tak Terduga
3
Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4
Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5
Bab 5: Kejutan
6
Bab 6: Latihan Perdana
7
Bab 7: Latihan Perdana 2
8
Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9
Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10
Bab 10: Liburan dan Latihan
11
Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12
Bab 12: Awal yang Baru
13
Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14
Bab 14: Kecemburuan Susi
15
Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16
Bab 16: Pembalasan Kirana
17
Bab 17: Bantuan Daniel
18
Bab 18: Percobaan Pelecehan
19
Bab 19: Upaya Penyelamatan
20
Bab 20: Misi Penyelamatan
21
Bab 21: Trauma Susi
22
Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23
Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24
Bab 24: Usaha dan Harapan
25
Bab 25: Pertemuan
26
Bab 26: Terluka Parah
27
Bab 27: Pertolongan Pertama
28
Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29
Bab 29: Perkenalan
30
Bab 30: Flashback
31
Bab 31: Pemulihan
32
Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33
Bab 33: Penghianat
34
Bab 34: Rencana Pulang
35
Bab 35: Penjemputan
36
Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37
Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38
Bab 38: Pulang
39
Bab 39: Perubahan Rencana
40
Bab 40: Menuju Singapura
41
Bab 41: Rindu
42
Bab 42: Berobat
43
Bab 43: Telponan
44
Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45
Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46
Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47
Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48
Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49
Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50
Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51
Bab 51: Hukuman Awal
52
Bab 52: Jejak yang Menghilang
53
Bab 53: Ke Jakarta
54
Bab 54: Hari Kelulusan
55
Bab 55: Bertemu
56
Bab 56: Ungkapan Perasaan
57
Bab 57: Restu Kakek Sapto
58
Bab 58: Rencana Keberangkatan
59
Bab 59: Berangkat
60
Bab 60: Rindu
61
Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62
Bab 62: Konflik dengan Bagas
63
Bab 63: Persahabatan
64
Bab 64: Rencana Penculikan
65
Bab 65: Jalan-Jalan
66
Bab 66: Penculikan
67
Bab 67: Kepanikan di Mansion
68
Bab 68: Bantuan Jonathan
69
Bab 69: Belum Terlacak
70
Bab 70: Dalam Keterbatasan
71
Bab 71: Petunjuk
72
Bab 72: Tebusan
73
Bab 73: Upaya Penyelamatan
74
Bab 74: Tertembak
75
Bab 75: Dirawat
76
Bab 76: Khawatir
77
Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78
Bab 78: Motif Sesungguhnya
79
Bab 79: Pengakuan
80
Bab 80: Kekhawatiran Arif
81
Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82
Bab 82: Dukungan Paman Budi
83
Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84
Bab 84: Bisa Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!