Bab 8: Beasiswa dan Pilihan

Latihan silat yang dijalani Kirana dan Ririn di bawah bimbingan Kakek Sapto telah berjalan sebulan dan mulai menunjukkan hasil. Kirana dan Ririn sudah mulai merasakan perubahan dalam tubuh mereka walaupun masih dalam tahap awal. Tubuh mereka terasa lebih kuat dan mental mereka juga semakin terasah. Kirana yang memang memiliki tekad yang lebih kuat dari Ririn, menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dibandingkan Ririn. Namun Ririn tidak merasa iri, namun dia justru bangga pada sahabatnya dan terus berusaha mengimbangi kemampuan Kirana.

Di tengah kesibukan latihan, kabar baik datang menghampiri Kirana. Suatu pagi Kirana yang sedang menyimak pelajaran Matematika yang diajarkan Pak Anto, tiba-tiba Bu Ani, wali kelas mereka muncul di depan pintu kelas.

“Maaf Pak Anto… saya mengganggu kelas bapak…,” ujar Bu Guru Ani dengan ramah namun tegas.

“Oh iya bu… ada apa ya Bu?” tanya Pak Anto yang sedang asik menerangkan rumus Matematika menoleh kepada Bu Ani sembari meletakkan buku yang sedang dipegangnya di atas meja.

Bu Ani tersenyum. “Begini pak… saya ditugaskan kepala sekolah untuk memanggil Kirana untuk segera menghadap beliau… Ada hal yang akan disampaikan beliau kepada Kirana pak…,” jawab Bu Ani.

Pak Anto mengangguk. “Oh silahkan bu….,” ucap Pak Anto sambil mempersilahkan Bu Ani masuk ke kelas tersebut.

Suasana kelas yang tadinya tenang mendadak menjadi tegang, karena Bu Ani terkenal sebagai wali kelas mereka yang tegas dan disiplin, sehingga kehadirannya sering membuat siswa merasa was-was.

Namun Bu Ani di depan kelas tersenyum dan berkata, “Pagi anak-anak… Saya ke sini mau menjemput Kirana… Ayo Kirana… Kamu dipanggil bapak kepala sekolah… Ada berita penting buat kamu.”

Semua anak-anak seketika menoleh kepada Kirana. Mereka tahu pasti Kirana dipanggil kepala sekolah karena program beasiswa yang diikutinya, karena mereka tahu Kirana anak yang berprestasi di sekolah.

Kirana yang duduk di bangku tengah merasa dadanya berdebar-debar. Ririn yang ada di sebelahnya memberi semangat. “Semangat Kirana… kamu pasti berhasil,” kata Ririn seraya memegang tangan Kirana.

Kirana tersenyum lemah. “Terima kasih Rin…! Aku berharap begitu”

Kirana segera berdiri dan bergegas mengikuti Bu Ani menuju ruangan kepala sekolah. Sepanjang perjalanan pikiran Kirana dipenuhi dengan pertanyaan. “Apakah aku lolos? Atau justru ada kabar buruk?” batin Kirana. Tangannya yang memegang ujung dasinya mulai berkeringat.

Sesampainya di di depan ruang kepala sekolah, Kirana mengetuk pintu pelan sambil mengucapkan salam. “Selamat pagi pak…,” ucap Kirana dengan suara gemetar.

“Ah Kirana… Silahkan masuk…,” sambut kepala sekolah dengan senyum lebar. Kirana mengamati di ruangan tersebut dan di sana ada dua orang asing yang sedang duduk di sofa. Mereka berpakaian rapi dengan ekspresi ramah namun penuh wibawa.

“Ayo silahkan duduk Kirana… ,” ucap kepala sekolah. Kirana bergeming dari tempatnya berdiri dan duduk di kursi yang disediakan.

“Kirana… Perkenalkan ini Bapak Andi dan Ibu Rina dari PT. Satria Dirgantara. Mereka ini adalah perwakilan perusahaaan yang memberikan program beasiswa yang kamu ikuti kemarin. Dan sekarang mereka ingin bertemu dan menyampaikan sesuatu yang penting kepadamu,” kata kepala sekolah melanjutkan.

Kirana mengangguk pelan dan mencoba menenangkan diri. Dia duduk di kursi yang disediakan, sementara kedua tamu tersebut memandangnya penuh perhatian.

“Selamat pagi Kirana… Nama saya Bapak Andi dan ini Ibu Rina. Kami dari PT. Satria Dirgantara,” ujar pria tersebut dengan suara lembut. “Kami ke sini ingin memberitahukan bahwa kamu lolos seleksi program beasiswa yang kami adakan. Selamat…!” lanjut pria itu seraya mengulurkan tangannya kepada Kirana.

Kirana terkesiap. Matanya membesar dan hatinya penuh kegembiraan. “Benarkah pak? Saya… saya tidak menyangka,” ucapnya dengan suara bergetar sembari menyambut uluran tangan Pak Andi.

“Kamu memang pantas Kirana. Prestasimu di sekolah dan semangat juangmu yang kami peroleh dari penuturan para guru yang kami wawancarai sangat menginspirasi. Kami yakin kamu akan sukses di masa depan,” tambah Ibu Rina tersenyum dan menjabat tangan Kirana memberikan selamat.

Kirana merunduk dan mencoba menahan air matanya yang mulai menggenang. “Terima kasih Pak… Bu… Ini… Ini seperti mimpi,” ucap Kirana sambil berusaha menghapus air mata yang mulai tidak bisa kompromi keluar dari matanya.

Pak Andi mengangguk. “Sekarang kami juga ingin bertanya kepadamu Kirana… Karena beasiswa ini memungkinkan kamu untuk SMA di Jakarta dengan semua kebutuhanmu akan kami tanggung. Semua biaya termasuk tempat tinggal dan uang saku akan ditanggung oleh perusahaan. Apalah kamu ada niat untuk melanjutkan sekolah di Jakarta?” ucap Pak Andi masih dengan senyuman di bibirnya.

Kirana terdiam sejenak. Pikirannya melayang ke Desa Sekawan, ke Paman Budi, Arif, Ririn, dan Kakek Sapto. Dia juga teringat dengan impiannya untuk membuktikan diri bahwa dia bisa mandiri dan sukses. Namun hatinya masih terikat pada desanya dan orang-orang yang disayanginya.

“Terima kasih dengan tawarannya Pak… Bu… Kirana memutuskan nanti akan tetap bersekolah di SMA Negeri yang ada di kota kecamatan. Mungkin tidak semewah dan selengkap di Jakarta, tapi Kirana yakin masih bisa berkembang di sana Pak… Bu… Maafkan saya Pak… Bu…,” ucap Kirana dengan suara tegas namun masih terdengar gemetar.

Pak Andi dan Bu Rina saling memandang dan tersenyum. “Baiklah kami menghargai keputusanmu Kirana… Kamu ternyata punya prinsip yang kuat. Kami yakin kamu akan sukses di manapun kamu berada,” kata Bu Rina.

Kepala sekolah yang duduk di samping Kirana mengangguk bangga. “Kirana kamu telah membuat keputusan yang membuat kami bangga. Semoga kamu tetap semangat dan rendah hati. Semoga kamu dapat menjadi teladan bagi siswa lain. Kami sangat bangga kepadamu…!” ucap kepala sekolah sambil mengelus rambut Kirana lembut.

Kirana tersenyum tapi dengan mata yang berkaca-kaca. “Terima kasih pak… saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.”

Bu Rina tersenyum melihat dan mendengar perkataan Kirana. Kemudian dia mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya. “Kirana… Ini adalah bukti bahwa kamu telah menerima beasiswa itu. Beasiswa itu sudah mulai berlaku hari ini. Di dalam amplop ini, ada buku tabungan dan ATM yang akan kami isi setiap bulan sesuai janji kami dalam program beasiswa ini. Terimalah… dan gunakan baik-baik,” ucap Bu Rina seraya menyerahkan amplop coklat itu kepada Kirana.

Kirana sangat terkejut. Dia tidak pernah berhadap secepat itu beasiswanya akan cair. Dengan air mata yang menetes, dia menerima amplop coklat itu. “Terima kasih Bu… Pak… Sampaikan juga terima kasih kami kepada pemilik perusahaan… Maaf juga saya tidak bisa menerima tawaran untuk sekolah di Jakarta, mungkin nanti jika ada kesempatan kuliah, baru Kirana akan ke Jakarta Pak… Bu…,” ucap Kirana kembali terisak.

Setelah mengobrol beberapa saat, Pak Andi dan Bu Rina pamit untuk kembali ke Jakarta. Kirana lalu keluar dari ruang kepala sekolah dengan perasaan campur aduk. Dia merasa lega dan bahagia, juga ada sedikit perasaan khawatir. Dia tahu keputusannya untuk tetap di desa mungkin akan mengecewakan beberapa orang terutama Bibi Tari dan Rara yang selalu meremehkannya. Namun Kirana yakin bahwa ini adalah pilihan terbaik untuknya.

Di luar ruang kepala sekolah, Bu Ani masih berdiri di luar sambil mengamati siswa yang sedang istirahat di halaman. Kirana yang melihat Bu Ani, seraya menghampiri dan memeluk Bu Ani dari samping. “Bu… terima kasih bu…!” ucap Kirana sambil menangis.

Bu Ani tersenyum. “Nak… kamu pantas mendapatkannya. Kamu pintar, berprestasi, rendah hati dan tambahannya kamu cantik… Ini sudah rejekimu Nak… Jangan lupa bersyukur kepada Tuhan ya Nak…!” kata Bu Ani sambil memeluk dan mengelus rambut Kirana.

“Tanpa ibu… Kirana mungkin tidak dapat beasiswa ini Bu… Terima kasih Bu… Terima kasih…,” isak Kirana masih dengan memeluk Bu Ani.

“Ibu hanya perantara saja Nak… kebetulan anak Ibu kerja di perusahaan itu… Dia yang memberitahu Ibu… Sekarang kamu kembali ke kelas ya… Simpan baik-baik yang diberikan Pak Andi dan Bu Rina ya. Jangan sampai ketahuan Bibi dan kakakmu,” ucap Bu Ani mengingatkan Kirana, karena dia tahu bagaimana kehidupan Kirana di rumah itu.

“Baik Bu… Sekali lagi terima kasih Bu…,” ucap Kirana sambil mencium pipi Bu Ani. Lalu Kirana beranjak menuju ruang kelasnya.

Bu Ani terkekeh. “Kirana… semoga kamu akan sukses nanti… dan kamu tetap rendah hati…,” batin Bu Ani yang melihat Kirana berjalan dengan langkap penuh semangat.

Bagaimana kisah selanjutnya...? Ikuti bab selanjutnya...

Episodes
1 Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2 Bab 2: Ujian Tak Terduga
3 Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4 Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5 Bab 5: Kejutan
6 Bab 6: Latihan Perdana
7 Bab 7: Latihan Perdana 2
8 Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9 Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10 Bab 10: Liburan dan Latihan
11 Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12 Bab 12: Awal yang Baru
13 Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14 Bab 14: Kecemburuan Susi
15 Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16 Bab 16: Pembalasan Kirana
17 Bab 17: Bantuan Daniel
18 Bab 18: Percobaan Pelecehan
19 Bab 19: Upaya Penyelamatan
20 Bab 20: Misi Penyelamatan
21 Bab 21: Trauma Susi
22 Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23 Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24 Bab 24: Usaha dan Harapan
25 Bab 25: Pertemuan
26 Bab 26: Terluka Parah
27 Bab 27: Pertolongan Pertama
28 Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29 Bab 29: Perkenalan
30 Bab 30: Flashback
31 Bab 31: Pemulihan
32 Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33 Bab 33: Penghianat
34 Bab 34: Rencana Pulang
35 Bab 35: Penjemputan
36 Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37 Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38 Bab 38: Pulang
39 Bab 39: Perubahan Rencana
40 Bab 40: Menuju Singapura
41 Bab 41: Rindu
42 Bab 42: Berobat
43 Bab 43: Telponan
44 Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45 Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46 Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47 Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48 Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49 Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50 Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51 Bab 51: Hukuman Awal
52 Bab 52: Jejak yang Menghilang
53 Bab 53: Ke Jakarta
54 Bab 54: Hari Kelulusan
55 Bab 55: Bertemu
56 Bab 56: Ungkapan Perasaan
57 Bab 57: Restu Kakek Sapto
58 Bab 58: Rencana Keberangkatan
59 Bab 59: Berangkat
60 Bab 60: Rindu
61 Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62 Bab 62: Konflik dengan Bagas
63 Bab 63: Persahabatan
64 Bab 64: Rencana Penculikan
65 Bab 65: Jalan-Jalan
66 Bab 66: Penculikan
67 Bab 67: Kepanikan di Mansion
68 Bab 68: Bantuan Jonathan
69 Bab 69: Belum Terlacak
70 Bab 70: Dalam Keterbatasan
71 Bab 71: Petunjuk
72 Bab 72: Tebusan
73 Bab 73: Upaya Penyelamatan
74 Bab 74: Tertembak
75 Bab 75: Dirawat
76 Bab 76: Khawatir
77 Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78 Bab 78: Motif Sesungguhnya
79 Bab 79: Pengakuan
80 Bab 80: Kekhawatiran Arif
81 Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82 Bab 82: Dukungan Paman Budi
83 Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84 Bab 84: Bisa Pulang
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2
Bab 2: Ujian Tak Terduga
3
Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4
Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5
Bab 5: Kejutan
6
Bab 6: Latihan Perdana
7
Bab 7: Latihan Perdana 2
8
Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9
Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10
Bab 10: Liburan dan Latihan
11
Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12
Bab 12: Awal yang Baru
13
Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14
Bab 14: Kecemburuan Susi
15
Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16
Bab 16: Pembalasan Kirana
17
Bab 17: Bantuan Daniel
18
Bab 18: Percobaan Pelecehan
19
Bab 19: Upaya Penyelamatan
20
Bab 20: Misi Penyelamatan
21
Bab 21: Trauma Susi
22
Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23
Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24
Bab 24: Usaha dan Harapan
25
Bab 25: Pertemuan
26
Bab 26: Terluka Parah
27
Bab 27: Pertolongan Pertama
28
Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29
Bab 29: Perkenalan
30
Bab 30: Flashback
31
Bab 31: Pemulihan
32
Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33
Bab 33: Penghianat
34
Bab 34: Rencana Pulang
35
Bab 35: Penjemputan
36
Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37
Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38
Bab 38: Pulang
39
Bab 39: Perubahan Rencana
40
Bab 40: Menuju Singapura
41
Bab 41: Rindu
42
Bab 42: Berobat
43
Bab 43: Telponan
44
Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45
Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46
Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47
Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48
Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49
Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50
Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51
Bab 51: Hukuman Awal
52
Bab 52: Jejak yang Menghilang
53
Bab 53: Ke Jakarta
54
Bab 54: Hari Kelulusan
55
Bab 55: Bertemu
56
Bab 56: Ungkapan Perasaan
57
Bab 57: Restu Kakek Sapto
58
Bab 58: Rencana Keberangkatan
59
Bab 59: Berangkat
60
Bab 60: Rindu
61
Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62
Bab 62: Konflik dengan Bagas
63
Bab 63: Persahabatan
64
Bab 64: Rencana Penculikan
65
Bab 65: Jalan-Jalan
66
Bab 66: Penculikan
67
Bab 67: Kepanikan di Mansion
68
Bab 68: Bantuan Jonathan
69
Bab 69: Belum Terlacak
70
Bab 70: Dalam Keterbatasan
71
Bab 71: Petunjuk
72
Bab 72: Tebusan
73
Bab 73: Upaya Penyelamatan
74
Bab 74: Tertembak
75
Bab 75: Dirawat
76
Bab 76: Khawatir
77
Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78
Bab 78: Motif Sesungguhnya
79
Bab 79: Pengakuan
80
Bab 80: Kekhawatiran Arif
81
Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82
Bab 82: Dukungan Paman Budi
83
Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84
Bab 84: Bisa Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!