Bab 18: Percobaan Pelecehan

Dalam perjalanan pulang, motor yang dikendarai Daniel tiba-tiba berbelok ke arah tepi hutan. Jalanan yang semula sudah sepi kini berubah menjadi lebih sepi seperti dunia lain yang terpisah dari kehidupan.

Rimbunnya pepohonan menutupi cahaya matahari siang menjelang sore ini dan menciptakan bayangan-bayangan panjang yang terasa menyeramkan. Suara dedaunan yang tertiup angin terdengar seperti bisikan-bisikan misterius seolah alam sendiri sedang memperingatkan Susi.

Susi yang duduk di belakang Daniel sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dadanya mulai berdebar-debar dan detak jantungnya semakin kencang seperti drum yang dipukul tanpa henti. Perasaan was-was yang sebelumnya hanya samar-samar kini semakin kuat seperti awan gelap yang menggantung di atas kepalanya. Susi mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja tapi nalurinya berkata lain.

“Kenapa belok ke sini? Ini bukan jalan pulang…,” pikir Susi dengan matanya yang terus memandang sekeliling dengan waspada. Hutan itu terlalu sepi dan terlalu terpencil. Dia tidak suka ini.... tidak suka sama sekali.

“Daniel… kenapa kita belok ke sini? Ini bukan jalan pulang…,” ujar Susi dengan suaranya yang berusaha tenang meskipun hatinya sudah mulai gelisah. Susi berharap jawaban Daniel bisa menenangkannya. 

Tapi ada sesuatu dalam nada suara Daniel yang membuatnya semakin tidak nyaman. Daniel hanya tersenyum tapi senyumnya terasa tidak tulus. “Santai saja Sus… Ada sesuatu yang mau aku ambil dulu. Nggak lama kok…,” jawabnya sambil terus mengarahkan motornya ke tepi hutan tersebut.

Susi mencoba menelan rasa tidak nyaman yang ada. “Mungkin dia benar… Mungkin ini hanya sebentar…” Tapi semakin jauh mereka menelusuri jalan tersebut, semakin tidak nyaman perasaannya. Udara terasa lebih dingin dan suasana semakin mencekam. Susi seperti terjebak dalam mimpi buruk.

“Daniel… ini tempatnya sepi banget. Aku merasa tidak enak… Kita balik saja ya…?” ujarnya lagi dan kali ini suaranya lebih mendesak. Susi berharap Daniel mau mendengarkannya dan berharap Daniel tidak melanjutkan perjalanannya dan mengantarkannya pulang. Tapi Daniel hanya menggeleng dan tangannya masih memegang setang motor dengan erat.

“Tenang Sus… kita hanya sebentar di sini. Nggak perlu ada yang perlu ditakutkan…,” ujar Daniel tapi suaranya terdengar datar seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

Susi merasakan bulu kuduknya berdiri. “Kenapa suaranya seperti itu? Apa yang dia rencanakan?” pikir Susi dengan pikiran yang mulai berlari-lari mencoba mencari penjelasan tapi tidak ada yang masuk akal. Dia merasa seperti sedang berjalan menuju jebakan tapi tidak tahu bagaimana caranya keluar.

Mereka akhirnya tiba di sebuah gubuk kecil di tepi hutan. Sebuah tempat yang biasa digunakan oleh para pencari kayu bakar untuk beristirahat. Gubuk itu terlihat usang dan dengan atap yang sudah berlubang serta dinding kayu yang sudah lapuk. Susi merasa seperti ada tangan dingin yang meraih hatinya. Tempat ini terlalu sepi dan terlalu terpencil. Susi mulai curiga tapi apa daya… Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti Daniel.

“Daniel… aku nggak nyaman di sini… Aku mau pulang…,” ujar Susi dengan suara gemetar. Dia mencoba melangkah mundur namun tangannya dipegang oleh Daniel. 

“Nggak usah buru-buru Sus… Kita kan baru sampai…,” ujar Daniel dengan senyuman semakin lebar. Tapi kali ini ada sesuatu yang mengerikan dalam senyuman itu. Matanya berbinar dengan niat yang tidak baik.

Susi merasa jantungnya berdegup kencang. “Ini salah… Ini sangat salah...,” pikirnya tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia merasa seperti seekor burung kecil yang terjebak dalam sangkar dan tidak bisa melarikan diri. 

“Daniel… ini nggak lucu. Aku serius… Aku mau pulang sekarang..!” teriaknya dan mencoba bersikap tegas meskipun suaranya masih gemetar.

Tapi Daniel tidak bergeming. Dia malah semakin mendekatkan dirinya dengan Susi dengan langkah pelan tapi penuh ancaman. “Kamu tidak perlu takut Sus… Aku mau kita menikmati hari ini… Berdua saja… tanpa gangguan,” ujar Daniel dengan mata menyala penuh nafsu.

Susi mencoba berlari tapi Daniel dengan cepat menangkap lengannya. “Lepasin aku Daniel…! Ini nggak lucu...!" teriak Susi dengan suara penuh kepanikan.

Daniel tertawa tapi tawanya dingin dan membuat Susi semakin ketakutan. “Santai saja Sus… Kamu nggak perlu lari… Kamu kan selama ini menyukaiku… Kenapa sekarang kamu menghindar…?” ucap Daniel dengan senyum mesumnya.

Susi berusaha memberontak sekuat tenaga dan mencoba melepaskan diri dari pegangan Daniel. Tapi tenaganya tidak sebanding. Daniel mendorongnya ke dinding gubuk dan Susi merasa napasnya tertahan. “Tidak… tidak… ini tidak boleh terjadi…,” pikirnya tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia seperti terjebak dalam mimpi buruk.

Daniel menatap teman-temannya yang masih menunggu perintah darinya. “Kalian tunggu di sini… ,” perintahnya dengan suara tegas. Matanya berbinar dengan niat jahat yang tak tersembunyikan. “Jaga tempat ini… Jangan ada yang masuk sebelum aku selesai.”

Daniel berhenti sejenak lalu tersenyum lebar. Senyum yang membuat bulu kuduk berdiri. “Nanti giliran kalian setelah aku selesai… ha… ha… ha…,” lanjutnya dengan tawanya yang menggema di udara penuh kesombongan.

Teman-temannya ikut tertawa dan mengangguk. “Siap bos… Nikmati waktunya bos…,” ucap salah satu temannya dengan tawa yang belum lepas dari mulutnya.

Daniel berjalan masuk ke dalam gubuk dan tidak menghiraukan gurauan temannya. Daniel sedang fokus pada rencananya. Daniel merasa tidak ada yang bisa menghentikannya dan tidak ada yang akan berani. Dia adalah raja di sini dan Susi adalah mangsanya.

Susi yang masih meringkuk di dalam gubuk sudah menangis sesegukan. Walaupun Susi pernah merasa tertarik pada Daniel bahkan mungkin bisa dibilang dia menyukainya namun semua itu kini hancur berantakan. Dahulu dia melihat Daniel sebagai sosok yang percaya diri, menarik dan penuh karisma. Tapi sekarang… setelah melihat sisi gelapnya dan setelah merasakan ketakutan yang ditimbulkan Daniel, Susi baru menyadari dirinya salah.

“Bagaimana bisa aku pernah menyukai seseorang seperti dia?” pikir Susi dengan hati yang dipenuhi rasa kecewa dan marah, bukan hanya pada Daniel tapi juga pada dirinya sendiri. Dia merasa bodoh karena pernah terpesona oleh senyum manis Daniel dan kata-kata manis yang ternyata hanya topeng yang menyembunyikan niat buruknya. 

Jika saja dia tahu sejak awal bahwa Daniel adalah orang yang bisa bertindak sekeji ini, tentu dia tidak akan pernah membiarkan dirinya tertarik pada cowok itu. 

Tiba-tiba Daniel sudah berdiri di depannya. “Sudah siap sayang…,” katanya sambil tersenyum jahat.

-----

Apakah Daniel dapat menjalankan niat jahatnya? Tunggu kisahnya pada bab berikutnya.

Episodes
1 Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2 Bab 2: Ujian Tak Terduga
3 Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4 Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5 Bab 5: Kejutan
6 Bab 6: Latihan Perdana
7 Bab 7: Latihan Perdana 2
8 Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9 Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10 Bab 10: Liburan dan Latihan
11 Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12 Bab 12: Awal yang Baru
13 Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14 Bab 14: Kecemburuan Susi
15 Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16 Bab 16: Pembalasan Kirana
17 Bab 17: Bantuan Daniel
18 Bab 18: Percobaan Pelecehan
19 Bab 19: Upaya Penyelamatan
20 Bab 20: Misi Penyelamatan
21 Bab 21: Trauma Susi
22 Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23 Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24 Bab 24: Usaha dan Harapan
25 Bab 25: Pertemuan
26 Bab 26: Terluka Parah
27 Bab 27: Pertolongan Pertama
28 Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29 Bab 29: Perkenalan
30 Bab 30: Flashback
31 Bab 31: Pemulihan
32 Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33 Bab 33: Penghianat
34 Bab 34: Rencana Pulang
35 Bab 35: Penjemputan
36 Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37 Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38 Bab 38: Pulang
39 Bab 39: Perubahan Rencana
40 Bab 40: Menuju Singapura
41 Bab 41: Rindu
42 Bab 42: Berobat
43 Bab 43: Telponan
44 Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45 Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46 Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47 Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48 Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49 Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50 Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51 Bab 51: Hukuman Awal
52 Bab 52: Jejak yang Menghilang
53 Bab 53: Ke Jakarta
54 Bab 54: Hari Kelulusan
55 Bab 55: Bertemu
56 Bab 56: Ungkapan Perasaan
57 Bab 57: Restu Kakek Sapto
58 Bab 58: Rencana Keberangkatan
59 Bab 59: Berangkat
60 Bab 60: Rindu
61 Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62 Bab 62: Konflik dengan Bagas
63 Bab 63: Persahabatan
64 Bab 64: Rencana Penculikan
65 Bab 65: Jalan-Jalan
66 Bab 66: Penculikan
67 Bab 67: Kepanikan di Mansion
68 Bab 68: Bantuan Jonathan
69 Bab 69: Belum Terlacak
70 Bab 70: Dalam Keterbatasan
71 Bab 71: Petunjuk
72 Bab 72: Tebusan
73 Bab 73: Upaya Penyelamatan
74 Bab 74: Tertembak
75 Bab 75: Dirawat
76 Bab 76: Khawatir
77 Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78 Bab 78: Motif Sesungguhnya
79 Bab 79: Pengakuan
80 Bab 80: Kekhawatiran Arif
81 Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82 Bab 82: Dukungan Paman Budi
83 Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84 Bab 84: Bisa Pulang
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2
Bab 2: Ujian Tak Terduga
3
Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4
Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5
Bab 5: Kejutan
6
Bab 6: Latihan Perdana
7
Bab 7: Latihan Perdana 2
8
Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9
Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10
Bab 10: Liburan dan Latihan
11
Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12
Bab 12: Awal yang Baru
13
Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14
Bab 14: Kecemburuan Susi
15
Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16
Bab 16: Pembalasan Kirana
17
Bab 17: Bantuan Daniel
18
Bab 18: Percobaan Pelecehan
19
Bab 19: Upaya Penyelamatan
20
Bab 20: Misi Penyelamatan
21
Bab 21: Trauma Susi
22
Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23
Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24
Bab 24: Usaha dan Harapan
25
Bab 25: Pertemuan
26
Bab 26: Terluka Parah
27
Bab 27: Pertolongan Pertama
28
Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29
Bab 29: Perkenalan
30
Bab 30: Flashback
31
Bab 31: Pemulihan
32
Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33
Bab 33: Penghianat
34
Bab 34: Rencana Pulang
35
Bab 35: Penjemputan
36
Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37
Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38
Bab 38: Pulang
39
Bab 39: Perubahan Rencana
40
Bab 40: Menuju Singapura
41
Bab 41: Rindu
42
Bab 42: Berobat
43
Bab 43: Telponan
44
Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45
Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46
Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47
Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48
Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49
Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50
Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51
Bab 51: Hukuman Awal
52
Bab 52: Jejak yang Menghilang
53
Bab 53: Ke Jakarta
54
Bab 54: Hari Kelulusan
55
Bab 55: Bertemu
56
Bab 56: Ungkapan Perasaan
57
Bab 57: Restu Kakek Sapto
58
Bab 58: Rencana Keberangkatan
59
Bab 59: Berangkat
60
Bab 60: Rindu
61
Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62
Bab 62: Konflik dengan Bagas
63
Bab 63: Persahabatan
64
Bab 64: Rencana Penculikan
65
Bab 65: Jalan-Jalan
66
Bab 66: Penculikan
67
Bab 67: Kepanikan di Mansion
68
Bab 68: Bantuan Jonathan
69
Bab 69: Belum Terlacak
70
Bab 70: Dalam Keterbatasan
71
Bab 71: Petunjuk
72
Bab 72: Tebusan
73
Bab 73: Upaya Penyelamatan
74
Bab 74: Tertembak
75
Bab 75: Dirawat
76
Bab 76: Khawatir
77
Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78
Bab 78: Motif Sesungguhnya
79
Bab 79: Pengakuan
80
Bab 80: Kekhawatiran Arif
81
Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82
Bab 82: Dukungan Paman Budi
83
Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84
Bab 84: Bisa Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!