Bab 17: Bantuan Daniel

Setelah beberapa bulan berlalu, suasana sekolah terasa lebih tenang. Kirana tetap dengan rutinitasnya dengan penuh semangat, mengerjakan pekerjaan rumah, sekolah dan berlatih bersama Ririn di bawah bimbingan Kakek Sapto. Meskipun kegiatannya padat setiap hari, Kirana selalu terlihat semangat. Wajahnya yang cerah dan senyumnya yang hangat seolah menjadi penyemangat bagi siapa pun yang berada di dekatnya. Energi positifnya seperti menyebar ke seluruh sudut sekolah dan membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman jika berbincang dengannya.

Di sekolah Kirana tetap menjadi siswi yang lebih menonjol daripada yang lainnya. Nilai-nilai ulangannya selalu berada di peringkat teratas dan kecantikan alaminya membuatnya sulit untuk diabaikan. Namun yang membuat diri Kirana istimewa adalah kerendahan hatinya. Kirana tidak pernah menyombongkan diri atau merendahkan orang lain. Sikapnya yang ramah dan peduli dengan teman-temannya membuatnya disukai oleh banyak teman sekaligus disegani oleh siswa lainnya.

Suatu siang di kantin sekolah saat jam istirahat pelajaran, Kirana, Ririn dan Dina teman sekelas Kirana duduk bersama di meja dekat jendela. Mereka sedang menikmati makan siang sambil bercakap-cakap. Ririn dan Dina dengan nasi goreng di depannya sedangkan Kirana menikmati bakso urat yang dipesannya tadi. 

Ririn tiba-tiba menghela napas panjang sambil menatap Kirana dengan tatapan penuh kekaguman. “Kir… nilai ulanganmu selalu bagus… padahal kamu terlihat santai saja… aku saja sampai begadang semalaman tapi nilai ulanganku masih aja pas-pasan… bagi trik nya dong Kir…!” keluh Ririn sambil mengunyah nasi gorengnya.

Kirana tersenyum lembut dengan matanya berbinar penuh kelembutan. “Aku juga belajar keras Rin… Tapi mungkin yang paling penting adalah kita menikmati prosesnya. Kalau kita terlalu stres malah akan susah konsentrasi.”

Ririn mengerutkan keningnya dan masih penasaran. “Tapi kamu sibuk dengan pekerjaan rumah yang seabrek itu… Apalagi mendengar ocehan Bibi Tari dan Rara setiap hari… ditambah lagi kita sibuk latihan dengan Kakek Sapto. Gimana kamu bisa bagi waktu Kir…?” tanya Ririn kembali menatap Kirana dengan heran.

Kirana menghela napas ringan dan matanya menerawang sejenak memikirkan rutinitas yang dia jalani setiap hari. “Kadang memang melelahkan… Latihan dengan Kakek Sapto bukan hanya soal fisik tapi juga melatih kesabaran dan ketekunan kita. Aku belajar banyak dari beliau,” ujar Kirana sambil menikmati bakso yang dipesannya tadi. Suaranya lembut namun terasa penuh keyakinan.

Ririn memandang Kirana dengan kekaguman yang semakin dalam. “Kamu ini kayak Kakek Sapto saja… Padahal umurmu sama kayak aku … tapi pikiranmu jauh lebih bijaksana… seperti… Kakek Sapto muda… ha… ha… ha…,” ujar Ririn sambil tertawa lepas membayangkan Kirana dengan jenggot panjang seperti Kakek Sapto yang sedang memberikan ceramah.

Kirana ikut tertawa lalu menepuk pundak Ririn dengan lembut. “Jangan bilang begitu Rin… Kamu juga punya kelebihan yang aku nggak punya. Misalnya kamu itu selalu bisa bikin orang tertawa… seperti saat ini… Aku saja sangat bersyukur punya sahabat kayak kamu.

Ririn tersipu malu dan wajahnya jadi memerah. “Ah kamu ini… selalu saja bisa ngomong hal-hal manis,” ujarnya sambil menunduk mencoba menyembunyikan senyumannya yang lebar.

Dina teman sekelas Kirana yang duduk di sebelah Ririn, ikut tertawa. “Iya Kir… kamu itu kayak magnet positif. Semua orang pasti merasa nyaman dekat sama kamu.”

Kirana menggeleng dengan senyum tetap hangat. “Aku cuma berusaha menjadi teman yang baik buat kalian. Kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang penting kira saling mendukung dan tidak saling iri.”

Percakapan mereka terus mengalir penuh canda dan tawa sambil menikmati istirahat siang mereka di kantin sekolah. Suasana kantin yang riuh rendah seolah mereda di sekitar mereka dan digantikan oleh kehangatan persahabatan mereka yang tulus.

-----

Suatu siang menjelang sore saat matahari sudah mulai sedikit condong ke barat menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalan. Cuaca sedikit mendung menambah sejuknya hari itu. Namun kesejukan udara siang itu tidak dirasakan oleh Susi. Mobilnya yang biasa dia pakai pulang pergi sekolah tiba-tiba mogok di tempat yang agak sepi dan jauh dari keramaian. Jalanan yang biasanya ramai kiri terasa sunyi dan hanya ditemani suara angin yang berembus pelan. Susi mencoba menyalakan mesin mobilnya berulang kali tapi mobilnya tetap tidak mau hidup. Suara mesin yang hanya berputar-putar tanpa hasil membuatnya semakin frustasi.

“Kenapa harus sekarang…?” gumannya sambil memukul setir mobilnya dengan kesal. Tangannya mulai berkeringat dan perasaan kesal bercampur panik mulai menguasainya. Dia berusaha mencari ponselnya tapi tiba-tiba dia ingat bahwa baterai ponselnya habis sejak siang tadi. Susi menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri tapi rasa cemas itu terus membayang.

“Apa yang harus aku lakukan…?” bisiknya dalam hari dan matanya memandang sekeliling berharap ada seseorang yang bisa membantunya.

Tidak lama kemudian dari kejauhan Susi melihat Daniel dan beberapa temannya mendekat dengan motor yang mereka pakai. Susi merasa lega. Setidaknya ada orang yang dia kenal. “Daniel…! Tolong… mobilku mogok..!” teriak Susi mencoba menarik perhatian Daniel dan teman-temannya. Suaranya terdengar gemetar tapi penuh harap.

Daniel dan teman-temannya mendekat dan memarkirkan motor mereka di dekat mobil Susi. Daniel memandang Susi dan senyum lebar langsung menghias wajahnya. Namun ada sesuatu yang tidak tulus dalam senyumannya. Matanya menyipit dan senyum itu lebih terasa seperti senyum sinis daripada senyum ramah. “Wah kebetulan sekali Sus… Jangan khawatir… akan kami bantu…,” ujarnya dengan nada yang terlalu ramah.

Namun Susi tidak menyadari hal ini. Hatinya hanya dipenuhi rasa senang, apalagi Daniel sudah dari dulu sangat disukainya. Mungkin dengan kejadian ini dia bisa lebih dekat dengan Daniel. “Makasih Daniel… Aku nggak tahu harus ngapain. Mobilku nggak mau nyala dari tadi dan ponselku juga kehabisan baterai,” ujarnya dengan senyum lebar dan mencoba menjelaskan situasinya dengan tenang. Matanya berbinar penuh harap namun ada sedikit rasa gugup.

Daniel melangkah lebih dekat dan diikuti oleh dua temannya yang hanya diam sambil memandang Susi dengan tatapan yang membuatnya sedikit tidak nyaman. “Tenang aja Sus… Kira pasti bisa bantu…,” kata Daniel sambil menepuk bahu Susi dengan sikap yang terlalu akrab. Susi terkejut… walaupun dia suka dengan Daniel, tapi sedikit terkejut dengan sikap Daniel tersebut. Susi berusaha tidak melangkah mundur tapi dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Hal ini terlihat dari senyum dan pandangan Daniel yang seperti menelanjanginya hingga membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.

Daniel membuka kap mesin mobil Susi dan mengutak-atik mesin mobil itu seperti seorang ahli yang sedang memperbaiki mobil. “Kamu coba nyalain mesinnya Sus… Siapa tahu cuma masalah kecil…,” ujar Daniel sambil menyeringai. Susi mengangguk lalu mencoba menyalakan mobilnya sekali lagi. Tetapi seperti sebelumnya… mobilnya tetap tidak mau menyala.

“Tetap nggak bisa…,” ujar Susi dengan suara mulai terdengar putus asa.

“Daniel menghela napas dramatis lalu berpura-pura berpikir sejenak. “Hmmm… kayaknya masalahnya serius nih. Tapi jangan khawatir Sus… Aku ada solusi…” kata Daniel mencoba menyakinkan Susi. Mata Susi berbinar ada yang bisa membantunya saat ini.

“Solusinya apa…?” tanya Susi tanpa curiga. Susi masih terlalu polos untuk membaca niat tersembunyi di balik senyum Daniel.

Daniel tersenyum lebar lagi dan kali ini lebih lebar dari sebelumnya. “Gampang… kamu akan kami antar pulang… biarkan saja mobilnya di sini. Minta ayahmu nanti mengambil mobilmu dengan derek…,” ujarnya dengan nada tiba-tiba berubah menjadi lebih serius seolah-olah sedang menawarkan solusi yang sempurna.

Susi hanya berpikir sejenak lalu tersenyum. “Baiklah… nanti sampai rumah aku minta ayah mengambil mobilku. Terima kasih atas bantuannya Daniel… Aku nggak tahu gimana kalau kamu tidak tidak datang,” ucap Susi dengan tersenyum lebar. Susi masih terlalu naif untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Daniel tersenyum samar dan matanya berbinar dengan sesuatu yang tidak bisa Susi baca “Ayo naik ke motorku…! Aku antar pulang…! Ayo teman-teman…!” ucap Daniel ke Susi dan teman-temannya. 

Susi naik ke motor Daniel dan memegang bahu Daniel dengan sangat erat. Hatinya berdebar-debar campuran antara rasa senang dan sedikit cemas. Dia sangat senang karena akhirnya bisa dibonceng oleh orang yang disukainya, tapi di sisi lain ada perasaan tidak nyaman yang yang tidak bisa dia abaikan. “Terima kasih Daniel…,” ujarnya pelan dan mencoba menenangkan diri.

Daniel hanya mengangguk lalu menyalakan mesin motornya. “Siap…? Ayo kira pergi…,” ujarnya dengan nada yang terdengar biasa namun ada sesuatu yang gelap di baliknya.

Susi memandang ke depan dan mencoba menikmati momen ini. Tapi dalam hatinya ada perasaan was-was yang tidak bisa dia abaikan. 

-----

Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Apalah Daniel tulus menolong Susi? Kita ikuti kisahnya pada bab selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Atik R@hma

Atik R@hma

ok ka,,,,

2025-02-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2 Bab 2: Ujian Tak Terduga
3 Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4 Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5 Bab 5: Kejutan
6 Bab 6: Latihan Perdana
7 Bab 7: Latihan Perdana 2
8 Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9 Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10 Bab 10: Liburan dan Latihan
11 Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12 Bab 12: Awal yang Baru
13 Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14 Bab 14: Kecemburuan Susi
15 Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16 Bab 16: Pembalasan Kirana
17 Bab 17: Bantuan Daniel
18 Bab 18: Percobaan Pelecehan
19 Bab 19: Upaya Penyelamatan
20 Bab 20: Misi Penyelamatan
21 Bab 21: Trauma Susi
22 Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23 Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24 Bab 24: Usaha dan Harapan
25 Bab 25: Pertemuan
26 Bab 26: Terluka Parah
27 Bab 27: Pertolongan Pertama
28 Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29 Bab 29: Perkenalan
30 Bab 30: Flashback
31 Bab 31: Pemulihan
32 Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33 Bab 33: Penghianat
34 Bab 34: Rencana Pulang
35 Bab 35: Penjemputan
36 Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37 Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38 Bab 38: Pulang
39 Bab 39: Perubahan Rencana
40 Bab 40: Menuju Singapura
41 Bab 41: Rindu
42 Bab 42: Berobat
43 Bab 43: Telponan
44 Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45 Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46 Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47 Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48 Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49 Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50 Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51 Bab 51: Hukuman Awal
52 Bab 52: Jejak yang Menghilang
53 Bab 53: Ke Jakarta
54 Bab 54: Hari Kelulusan
55 Bab 55: Bertemu
56 Bab 56: Ungkapan Perasaan
57 Bab 57: Restu Kakek Sapto
58 Bab 58: Rencana Keberangkatan
59 Bab 59: Berangkat
60 Bab 60: Rindu
61 Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62 Bab 62: Konflik dengan Bagas
63 Bab 63: Persahabatan
64 Bab 64: Rencana Penculikan
65 Bab 65: Jalan-Jalan
66 Bab 66: Penculikan
67 Bab 67: Kepanikan di Mansion
68 Bab 68: Bantuan Jonathan
69 Bab 69: Belum Terlacak
70 Bab 70: Dalam Keterbatasan
71 Bab 71: Petunjuk
72 Bab 72: Tebusan
73 Bab 73: Upaya Penyelamatan
74 Bab 74: Tertembak
75 Bab 75: Dirawat
76 Bab 76: Khawatir
77 Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78 Bab 78: Motif Sesungguhnya
79 Bab 79: Pengakuan
80 Bab 80: Kekhawatiran Arif
81 Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82 Bab 82: Dukungan Paman Budi
83 Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84 Bab 84: Bisa Pulang
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1: Kirana dan Kehidupannya
2
Bab 2: Ujian Tak Terduga
3
Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius
4
Bab 4: Kemarahan Bibi Tari
5
Bab 5: Kejutan
6
Bab 6: Latihan Perdana
7
Bab 7: Latihan Perdana 2
8
Bab 8: Beasiswa dan Pilihan
9
Bab 9: Kebahagiaan dan Cibiran
10
Bab 10: Liburan dan Latihan
11
Bab 11: Pagi Penuh Kejutan
12
Bab 12: Awal yang Baru
13
Bab 13: Jerat di Balik Senyum
14
Bab 14: Kecemburuan Susi
15
Bab 15: Perseteruan Susi dan Kirana
16
Bab 16: Pembalasan Kirana
17
Bab 17: Bantuan Daniel
18
Bab 18: Percobaan Pelecehan
19
Bab 19: Upaya Penyelamatan
20
Bab 20: Misi Penyelamatan
21
Bab 21: Trauma Susi
22
Bab 22: Kemarahan Orang Tua Susi
23
Bab 23: Trauma dan Konsekuensi
24
Bab 24: Usaha dan Harapan
25
Bab 25: Pertemuan
26
Bab 26: Terluka Parah
27
Bab 27: Pertolongan Pertama
28
Bab 28: Kirana Terpaksa Berbohong
29
Bab 29: Perkenalan
30
Bab 30: Flashback
31
Bab 31: Pemulihan
32
Bab 32: Menghubungi Tuan Nugroho
33
Bab 33: Penghianat
34
Bab 34: Rencana Pulang
35
Bab 35: Penjemputan
36
Bab 36: Tuan Nugroho dan Satria
37
Bab 37: Tuan Nugroho dan Satria 2
38
Bab 38: Pulang
39
Bab 39: Perubahan Rencana
40
Bab 40: Menuju Singapura
41
Bab 41: Rindu
42
Bab 42: Berobat
43
Bab 43: Telponan
44
Bab 44: Ungkapan Perasaan dan Pesan Perpisahan
45
Bab 45: Di Negeri Paman Sam
46
Bab 46: Malam Penuh Ketegangan
47
Bab 47: Penghianat Beraksi Lagi
48
Bab 48: Pengkhianatan yang Mematikan
49
Bab 49: Badai di Tengah Ketenangan
50
Bab 50: Kejanggalan di Balik Layar
51
Bab 51: Hukuman Awal
52
Bab 52: Jejak yang Menghilang
53
Bab 53: Ke Jakarta
54
Bab 54: Hari Kelulusan
55
Bab 55: Bertemu
56
Bab 56: Ungkapan Perasaan
57
Bab 57: Restu Kakek Sapto
58
Bab 58: Rencana Keberangkatan
59
Bab 59: Berangkat
60
Bab 60: Rindu
61
Bab 61: Pertemuan Tak Terduga
62
Bab 62: Konflik dengan Bagas
63
Bab 63: Persahabatan
64
Bab 64: Rencana Penculikan
65
Bab 65: Jalan-Jalan
66
Bab 66: Penculikan
67
Bab 67: Kepanikan di Mansion
68
Bab 68: Bantuan Jonathan
69
Bab 69: Belum Terlacak
70
Bab 70: Dalam Keterbatasan
71
Bab 71: Petunjuk
72
Bab 72: Tebusan
73
Bab 73: Upaya Penyelamatan
74
Bab 74: Tertembak
75
Bab 75: Dirawat
76
Bab 76: Khawatir
77
Bab 77: Motif Mulai Terungkap
78
Bab 78: Motif Sesungguhnya
79
Bab 79: Pengakuan
80
Bab 80: Kekhawatiran Arif
81
Bab 81: Pertemuan Kirana dan Arif
82
Bab 82: Dukungan Paman Budi
83
Bab 83: Ucapan Terima Kasih
84
Bab 84: Bisa Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!