Bab 11

  Zeva mendengus pelan. Saat ini, ia sudah berada di ruang tamu rumah Zidan bersama buku-buku yang berserakan di atas meja. Baru beberapa menit ia mendengar penjelasan dari Zidan, kepalanya sudah terasa berat.

 " Nyerah gue." Ucap Zeva, meletakan pulpennya di atas buku. Mata gue langsung belekan tiap liat soal matematika."

 " Dibiasain, ntar juga kebiasaan." ucap Zidan, masi fokus mengerjakan soal-soal dalam buku Contoh Soal Ujian Nasional. Beberapa saat kemudian, ia pun mengalihkan pandangannya kepada Zeva yang terlihat murung.

 " Kerjain aja, kalau ada yang nggak ngerti, baru tanya ke gue." ucap Zidan sambil menyelipkan pulpen di sela jari-jari Zeva.

 " Apanya yang mau di kerjain? Dari isi buku ini, nggak ada yang aku gue ngerti." keluh Zeva sembari meremas rambutnya pelan.

" Astaga," Zidan mengambil alih buku Zeva. " Nomor satu pernah belajar pas SD kelas 6. Nomor dua pas kelas 3 SMP. Nomor tiga baru aja minggu lalu di jelasin ama Bu Tutik."

" Ya, mana gue tahu!!! Pelajaran SD yang nempel di otak gue cuma 1+1\=2, Selebihnya lupa ingatan." Otak Zeva memang tidak bisa menampung materi terlalu lama. Paling tahan paling cuma setengah hiri, itu pun kalau materi yang masuk tidak jauh-jauh dari bilangan.

" Makanya kalau guru lagi jelasin materi , di perhatikan jangan malah tidur di pojokan." sindir Zidan.

    Zeva menoleh tidak suka akan ucapan Zidan barusan. " Iya, tahu. Kalau guru jelasin materi gue perhatiin kok. Cuma ya, gitu. Materi yang masuk di otak gue, kalau masuk kanan, eh puter balik keluar ke kanan jadi, mending tidur kalau gitu."

 " Itu sih emang dasarnya lo yang nggak minat belajar."

 " yang sarapannya Coco crunch, mah emang beda otaknya. Apalah daya ku yang sarapan paginya nasi goreng, itu pun nasi bekas sisa semalem." ucap Zeva mendramatisir. Kalau saja mamah Rena mendengar ucapannya, sudah pasti di marahi habis-habisan.

" Serah lo, dah!!!" ucap Zidan yang sudah males debat dengan Zeva. " Sekarang lo perhatiin." ia mengetuk-ngetuk buku paket itu dengan pulpen di tangannya.

  Zeva menaruh sebalah tangannya di atas meja. Lalu menjadikannya sebagai sandaran, Kepalanya berbalik menghadap ke Zidan. Sambil masang wajah serius, mata Zeva terus memperhatikan Zidan.

   Zidan yang merasa ada yang terus memperhatikan, Zidan melirik Zeva dari ujung matanya. " Ngapain?" ucapnya.

" Merhatiin lo." ujarnya

Alis Zidan bertaut," Kok, gue?" ucapnya terheran-heran.

" Kan kata lo tadi, kalau ada yang menjelaskan harus di perhatikan. Jadi, gue lagi merhatiin." Zeva berucap santai.

TUK!!!

  Zidan menyentil kening Zeva. Lumayan keras sehingga menimbulkan bunyi nyaring dan membuat Zeva memekik. " AWWWW!!!!!!"

 " Maksud gue, yang di perhatiin materi yang di jelasin, bukan orangnya, Zeva."kata Zidan, geleng-geleng kepala. Heran, Zeva benar-benar definisi 'Malas pangkal Bodoh.'

    Zidan menuntun perhatian Zeva kembali fokus ke buku paket pelan, ia menjelaskan materi pelajaran SD itu kepada Zeva. Gadis itu tampak menyimak dengan seksama. Kepalanya sesekali mengangguk mendengar penjelasan Zidan, entah itu tanda-tanda mengerti atau tidak.

" Udah ngerti?" Tanya Zidan.

 Zeva tersenyum manis. " Belum. HEHEHEHE... "

 " Terus ngapain tadi lo ngangguk-ngangguk?" tanya Zidan yang mulai frustasi.

 " LAh, emang salah kalau gue ngangguk-ngangguk?"

  Zidan menyugar rambutnya ke belakang. " Lo, pasti lapar kan?" tanyanya, di balas anggukan oleh Zeva. " Sekarang lo ganti baju , abis itu gue ngerjain tugas lo kita cari makan. Lo rese, kalau lagi lapar pengen gue buang ke rawa-rawa jadinya."

Senyum cerah terbit di wajah manis milik Zeva. Ia merangkul Zidan dengan semangat. " Serius?! Demi, lo baik banget malam ini."

" Gue nggak mau nyusul Bu Susi masuk RS cuma ngajarin lo soal anak SD yang bahkan Niko Aja bisa jawab. " Zidan berucap sambil melepaskan rangkulan Zeva yang makin lama makin terasa mencekiknya.

Zeva melepaskan rangkulannya, lalu beralih memperhatikan jakun Zidan. " Lo kalau nelen makanan nggak sakit apa? Itu batu di leher lo gede amat." ucapnya dengan raut muka polosnya.

GLEK!!!

Zidan meneguk ludahnya, Nafas Zeva terasa menyapu permukaan kulit lehernya, membuat bulu kuduknya berdiri seketika. " Zev, lo nggak boleh kaya gitu ke cowok, bego!!!! "

Kening Zeva mengkerut, Sesaat kemudian, ia mengangguk. Dirinya paham maksud dari perkataan Zidan sekarang. Namun, bukan Zeva namanya kalau tidak membuat orang lain kesal.

" Gue kira lo Gay."

Ucapan Zeva sukses membuat Zidan terkekeh pelan, rasa gugupnya hilang seketika. Zidan berdecih sinis, mengambil alih tangan Zeva yang berada di pundaknya lalu membaringkan Zeva di lantai dan menindihnya. Zidan menatap lekat manik mata Zeva. Kemudian tersenyum melirik bibir cery milik Zeva.

" Lo beneran anggap gue gay? "

Zeva mengangguk pelan. Matanya mengerjap beberapa kali dan dengan gugup Zeva berkata. " Y-ya, lo kan E-emang g-gay? "

Sebelah alis Zidan terangkat. " Oh ya? "

Zeva mengangguk.

" Lo lupa siapa yang ngambil first kiss lo pas SD? " Tanya Zidan dengan mendekatkan wajahnya ke wajah Zeva.

" J-jangan dekat-dekat ngomongnya. " Bulu kuduk Zeva berdiri. Ia mendorong kepala Zidan agar menjauh dari wajahnya, tapi tenaganya tidak sebesar Zidan. " Itu, kan ciuman nggak sengaja. "

Dengan smirk andalanya, Zidan mendekatkan wajahnya secara perlahan membuat Zeva refleks menutup mata. " Z-Zidan----- "

Zidan menahan tawanya saat Zeva menutup mata. Padahal niatnya hanya menggoda, tapi Zeva malah menutup mata seakan minta di cium. Namun, sebelum Zidan menjauhkan wajahnya, sebuah insiden luar biasa terjadi.

" HUAAAAAAAACCCCHHIIMMMMM!!! "

" Ahh ... Leganya. " desah Zeva sambil mengusap ujung hidungnya. Ia bersin dengan khidmat, bahkan air liurnya terpercik mengenai wajah tampan Zidan.

" Sialan!!! " umpat Zidan.

ˆ-ˆ

TIN!!! TIN!!!

Zeva berdiri dari jongkoknya setelah melihat motor Zidan baru keluar dari gerbang. " Kok, pakai helm? Kan, dekat. "

Zidan membuka kaca helm full face-nya, kemudian menyodorkan helm lainnya kepada Zeva. " Pakai, hawa dinginya malam nggak baik buat asma lo. " titahnya.

Zeva menurut, ia perlahan menaiki motor dengan memegang bahu Zidan. " Okay. "

Zidan mulai menjalankan motornya keluar dari area kompleks. Keduanya larut dalam bunyi kendaraan yang ramai di jalan. Sampai di persimpangan, lampu lalu lintas yang tadinya berwarna hijau berubah warna menjadi kuning. Zidan menghentikan laju motornya, Zeva pun melingkarkan tanganya di pinggang Zidan, lalu memainkan tangannya di tangki motor bagian depan.

Sambil menunggu lampu kembali hijau, Zidan ikut memainkan tangannya di tangki bersama Zeva. Mengetuk-ngetuk tangki itu seperti memainkan gendang. Sadar tak sadar, Zidan memegang tangan Zeva lalu mengelusnya pelan. Begitu pun dengan Zeva yang tak sadar membalas elusan tangan Zidan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!