Bab 5

  ZEVA berjalan lunglai ke arah Zidan yang sudah menunggunya di pekarangan rumah. Sebenernya matanya masih ingin terpejam, tapi bagaimana lagi, ia harus mengerjakan hukuman yang di berika oleh Pak Sapri kemaren . Sungguh ia merasa ingin menghilangkan Zidan dari hadapannya sekarang juga.

" Dosa apa gue bisa sepagi ini berangkat ke sekolah?" ujar Zeva dengan lirih.

" Sekali-kali lo ke sekolah pagi, bukan jam delapan." balas Zidan yang masih mendengar ucapan Zeva.

" Tapi kecepatan." Balas Zeva sebal sambil memanyunkan bibirnya.

"Kan, lo dihukum buat gantiin tugas piket anak-anak di kelas, Zev."

Muncul di otak kecil plus lemotnya Zeva ." Hemmm, Dan gue punya tawaran." ucap Zeva tiba-tiba kepada Zidan.

Zidan yang sedang memperbaiki letak tasnya seketika berhenti. " Tawaran apa? " ucapnya penasaran.

" Gimana kalau sekarang lo aja yang gantiin gue piket anak-anak di kelas?" Zeva menjeda ucapannya. " Sebagai imbalannya nanti, kalau kita udah nikah terus punya anak, gue yang bakalan ngerjain tugas anak-anak kita." dengan polos dan tanpa beban.

Zeva tersenyum dengan manisnya. " Gimana? "

" Ngaco!!!!!" Zidan menatap wajah Zeva dengan gemas.

" Emangnya Gue mau nikah sama lo?? Ogah !!! Amit-amit deh." ucap Zidan spontan sambil masang wajah yang mengesalkan bagi Zeva yang melihatnya.

" Serah lo. Nih, helmnya. " mengabaikan ocehan Zeva , Zidan pun menyodorkan helm berwarna lilac kepada Zeva.

" Jiahh... Diam-diam lo sweet juga, ya. " Zeva cengengesan sambil menerima helm tersebut. " Pake acara beliin gue helm demi bisa berangkat bareng."

" Pede banget lo." Zidan memasang helmnya. " itu hel gue nemu di gudang rumah." ucapnya.

"Alasan."

Zidan berdecak malas, lalu menaiki motornya. " Cepetan naik!!!!"

" Iya-iya sabar napa, Ini motor lo ketinggian ." Zeva menaikan roknya agar lebih mudah naik ke motor Zidan yang di terbilang cukup tinggi.

" Lo nya aja yang pendek ." Ejek Zidan dengan senyum miringnya.

Meski berhasil naik, Zeva tetap merasa tidak nyaman duduk di jok belakang motor Zidan. " Selain tinggi, motor lo joknya juga licin, ya."

" Peluk aja, biar nggak jatuh." pinta Zidan dengan tegas dan tanpa beban.

" Emang cowok-cowok tuh, bisaan banget modusnya." gerutunya. " Sengaja pakai motor tinggi, terus joknya dilicinin biar kita para cewek meluk.

" Tinggal peluk, apa susahnya, sih?" Zidan melirik Zeva dari kaca spion.

" Ih, gue nggak jadi meluk, deh. Ntar dia bangun , gue nggak mau tanggung jawab ." balasnya.

Zidan mendesah dan menegakkan punggungnya. " Zev, bagi cowok yang hormonnya tinggi, lo ngomong sefrontal itu aja bisa bikin dia bangun. Jadi, stop ngomongin hal yang aneh-aneh, tinggal peluk aja kalau lo takut jatuh. Gue mau ngebut, debat sama lo aja udah ngabisin waktu sepuluh menit. " balas Zidan panjang kali lebar.

" Ya udah, gue pegangan bahu lo aja, takut nanti ada apa-apa gue nggak bisa tanggung jawab." ucapnya.

" Bego!!!!!" Umpatan Zidan pun keluar, lalu mulai menjalankan motornya keluar dari pekarangan rumah Zeva.

Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, keduanya kini sampai di sekolah SMA Cendrawasih. Zidan menyeret Zeva langsung menuju ke kelas untuk mengerjakan tugas piket. Meski keduanya sering bertengkar, tapi terkadang keduanya bisa kompak juga. Terutama jika keduanya tiadak ada yang memancing keributan.

Zidan yang cuek di sekolah , selalu menampilkan ekspresi bervarian saat bersama Zeva. Hal kecil itu memuat para siswa berprasangka keduanya telah menjalin hubungan sepasang kekasih. Namun, berita itu terbantahkan dengan cepat oleh Zeva yang menyebarkan hoax jika Zidan itu sebenarnya GAy. Bukan tanpa alsan Zeva menduga-duga seperti itu. Pasalnya tidak pernah melihat Zidan dekat dengan gadis mana pun.

Zidan yang cuek pun tidak memperdulikan berita itu. Asalkan hidupnya tenang tidak ada gangguan. Ia hanya ingin lulus dengan nilai yang memuaskan.

" Aduh ... Capek . Ternyata ngerjain tugas piket itu susah." keluh Zeva seraya mengusap keringat yang ada di kening dan pelipisnya.

" Iyalah!!!! Kan, sebelumnya kalau tugas, piket gue cuma dapat hapus papan tulis sama buang sampah ." Zeva naik ke atas kursi, lalu berdiri di depan AC kelas yang suhunya sudah di turunkan. " Ntar kalau kita udah nikah, Sewa pembantu aja, ya buat bersihin rumah. " tambahnya tiba-tiba.

" Lo kenapa sih? Ngomong nikah mulu." tanya Zidan keheranan.

" Nggak tahu, mungkin karena kita emang jodoh?" Zeva terkekeh. Ia merasa tidak aneh dengan pembahasan hal seperti ini dengan Zidan yang sekali lagi di anggap GAy.

" DIh!!!"

Setelah dirasa cukup adem. Zeva melompat turun dari kursi . Ia pun menarik tangan Zidan untuk angun. " Kantin yuk masih ada waktu tiga puluh menit sebelum bel. "

Zidan berdiri dari duduknya. " Oke. Tapi lo yang bayarin." pinta Zidan.

" Ish, mana ada teorinya cewek yang bayarin cowoknya?" Zidan terkekeh geli melihat Zeva yang mengomel. Ia merangkul pundak Zeva dengan santainya sambil berjalan keluar kelas. " Emangnya lo cewek gue? Lagian, wajar kalau gue minta traktiran. Lo pikir nebeng lo ke sekolah nggak pakai biaya? Yang ngisi bensin siapa ? Gue, kan? Jadi lo sebagai penumpang harusnya bayar."

" Perhitungan banget sih, jadi cowok!!!" Zeva pun menyikut perut Zidan sampai cowok itu sedikit menjauh darinya.

"AWWWW!!!!"

" Gue jadi mikir berkali-kali buat nikah sama lo. Ntar kalau tabung gas di rumah habis, bisa-bisa gue di suruh kentut buat ngisi tabung gas yang kosong." tutur Zeva, menarik tangan Zidan berjalan cepat di koridor.

" Nggak gitu juga konsepnya, Jubaidah!!!!" ujar Zidan yang menyusul langkah Zeva.

" Terserah lo, Jaenudin." ucap Zeva jutek.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

ya allah ya rob, iklannya banyak sekali thor/Sob/masa baca satu bab kepotong iklan tiga kali, mau komen iklan sekali/Sob/

2025-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!