Bab 7

   Suasana di kelas XII IPS 2 begitu sunyi,. Seorang guru yang sudah memasuki kepala empat itu mengajar dengan serius, sesekali beliau membenarkan letak kacamatanya yang sedikit menurun. Di sisi lain ada beberapa siswa yang serius mendengarkan penjelasan dari guru dan ada beberapa juga siswa yang berpura-pura mengerti agar istirahat di percepat contohnya, Zeva.

  " Sampai sini paham anak-anak?" Tanya Bu Tutik selaku guru Matematika.

  "PAHAM BU!!!" Jawab serentak para siswa di kelas dengan penuh semangat.

  Bu Tutik Menurunkan kacamatanya sedikit sambil memandangi seluruh siwa di dalam kelas , lalu mengangguk. " Kalau begitu cukup sampai di sini pertemuan kita ka---"

  " Eng ... Bu!!! Ucap ragu seorang siswa berkacamata yang duduk di depan.

 " Iya Erika ada apa?"

  Semua pandangan sinis kini tertuju kepada gadis berkacamata itu. Erika yang sadar akan tatapan teman sekelasnya pun menjadi gugup.

  " EH? Ng ,,,,, " Ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Pasalnya, masih ada yang belum ia pahami dan ingin bertanya, tapi di sis lain, ia takut akan tatapan mengancam dari para teman-temannya.

  " Kenapa Erika ? Apa masih ada yang kurang jelas?" Ulang Bu Tuti sambil menatap Erika.

  " Hohoho ..... Erika pasti paaamlah bu. Dia kan, murid paling pintar setelah Zeva di kelas. " Zeva memberikan kode kepada Erika dengan mengedipkan mata, tapi Erika hanya menundukkan kepala.

 Xavier yang duduk di belang Zeva , menahan tawanya. " Pfffftttt....... Pintar apanya, lo aja Ranking di bawah gue."

  " Eh,! Gue masih mending ya ranking 46 dari 47 siswa di kelas. Noh, Si Alan rangking 1 dari belakang." Zeva melirik Alan sekilas.

 " Sesama orang bodoh nggak boleh saling menghina. " Ucap Alan dengan santai.

 " Emang ya kalau tong kosong itu nyaring bunyinya. Buktinya, yang banyak omong di kelas itu cuma orang-orang yang otaknya kosong, makanya ucapanya yang keluar dari mulutnya unfaedah semua. " Sindir seorang siswi yang sedang mengoleskan lip blam sambil berkaca.

 " Lo lagi nyindir gue atau lagi ngomongin diri sendiri ?" Balas Zev tak kalah pedas.

" Apa lo bilang?" Melisa menunjuk Zeva dengan cerminnya.

 " Apa? Mau adu otot? Atau mau mau main tarik-tarikan rambut kaya ciwi-ciwi alay? Ayok, Gue jabanin. " tantang Zeva tanpa rasa takut sambil menggulung lengan bajunya.

  " Cewek ko kaya laki." Sindir melisa , berusaha tidak terpancing.

" Lo---"

" Diam!! " Teriak Bu Tutik penuh emosi.

Zeva mengatupkan bibir. Begitu pun dengan Melia yang langsung menyimpan alat make up\_nya.

" Pantesan aja kemaren bu susi masuk rumah sakit gara-gara hipertensi. Gimana nggak darah tinggi, punya murid yang kelakuannya kaya kalian begini." ucapan ketus Bu Tutik dengan mata mengedarkan ke penjuru kelas. " Sudah0sudah Ibu nggak mau ikutan masuk rumah sakit gara-gara denger kalian berantem."

" Erika ?"

"Iya bu?" Balas Erika sopan.

" Tadi kamu mau nanya tentang apa?"

" Em .... Nggak usah bu, saya ananyanya nanti aja." ucap Erika ragu-ragu.

" Nggak apa-apa, Sekalian ibu jelasin ulang biar teman-teman kamu yang tak paham bisa paham juga."

" Yah .... Ibu." Desah kecewa beberapa murid.

" Nggak usah bu. Biar saya nanya ke Zeva aja kalau nggak paham." Tolak Erika halus, lalu melirik ke arah bangku yang di tempati Zeva.

Zeva yang merasa namanya di panggil pun, membulatkan matanya sambil menunjuk dirinya sendiri. " Loh, ??!! Kok, Gue?"

" Kan tadi kamu bilang kalau kamu udah paham sama materi yang di jelaskan ." Balas Erika, takut-takut , kepalanya pun sedikit menunduk tidak berani menatap Zeva .

Zeva tidak menyangka kalau akal bulusnya akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Setelah bu Tutik pamit keluar kelas, anak-anak abis kelas langsung mengerubungi Zeva. Mereka memberondongnya dengan pertanyaan seputar materi matematika tadi. Zeva bahkan harus rela di tinggal teman-temannya ke kantin gara-gara manusia ambis di sana tidak membiarkannya pergi.

" Zidan!!!!! " panggil Zeva kepada Zidan yang sudah berada di dekat pintu.

" Apaan? " Balas Zidan cuek.

" Bantuin Gue jelasin ke anak-anak, woy!!!!! Lo, kan peringkat satu di kelas!!! teriak Zeva.

" Males. Lo aja yang jelasin, katanya udah paham."

Zeva berdecak sambil memutar bola matanya." Ah elah, lo kaya gak tahu gue aja , bantuin dong!!!"

Zidan hanya memberikan respon menjulurkan lidah.

" Kampret!!!! " Umpat Zeva. Ia menggaruk kepalanya. " Gimana, ya...... "

Di tengah anak-anak kelas yang ribut mendesaknya, Zeva pun berfikir. Ia mengerjap ketika menemukan ide dari otak bekunya itu. Ia segera mengajak mereka mendekat dan membisikan sesuatu.

Zidan yang masih berdiri di depan kelas, menatap curiga ke meja Zeva. Entah apa yang sedang di rencanakan Zeva, ia berniat mendekatinya, ingin mencari tahu sekaligus mengajak zeva pergi ke kantin secepatnya. Namun tiba-tiba, pergelangan tangannya di genggam seseorang.

" Yang, kekantin bareng Melisa yuk!! "

Zidan reflek menghentakan tangannya agar terlepas dari genggaman Melisa. " Lepasin!!! " ucapnya ketus.

Melisa menggeleng.

" Lepasin Atau gue kasar ke lo? "

Ancaman itu akhirnya berhasil membuat Melisa melepaskan cekalannya. Sedangkan Zidan langsung berbalik meninggalkan kelas, tidak jadi menyusul zeva di dalam. Langkahnya lebar-lebar, sambil menahan kekesalannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!