Dengan menggunakan syal coklat miliknya, Audrey berhasil membantu wanita itu keluar dari lubang yang lumayan dalam. Entah bagaimana lubang sedalam itu ada di hutan. Audrey tidak bisa menebak asal muasal lubang tersebut. Yang pasti cukup membahayakan jika tiba-tiba seseorang terperosok ke dalam. Untungnya wanita yang baru saja Audrey tolong tidak mengalami cedera serius, hanya kaki sebelah kanan sedikit bengkak karna terkilir.
"Bibi, rumahku ada dibalik bukit ini. Jaraknya mungkin sekitar 500 meter, itu lumayan jauh. Apa Bibi sanggup jika kita pergi sekarang?" Audrey menatapnya khawatir. Dengan kondisi kaki terkilir dan memar, pasti butuh perjuangan untuk berjalan sejauh 500 meter. Namun terlalu lama berada di dalam hutan juga berisiko. Terlebih Audrey tidak tau bagaimana kondisi hutan ini. Entah banyak binatang buas, atau bisa jadi ada orang jahat disini.
"Kita harus pergi secepatnya. Aku tidak yakin mereka akan meninggalkan hutan ini tanpa melakukan penyisiran ulang sebelum menemukan ku." Jelasnya sedikit gemetar.
Audrey terdiam. Penjelasan itu membuat Audrey merasa bahwa dirinya juga dalam bahaya. Sebab dia baru saja menolong wanita yang sedang dikejar seseorang untuk di tangkap, entah karna alasan apa. Namun Audrey yakin jika wanita paruh baya itu bukan orang jahat.
"Baiklah, kita akan jalan pelan-pelan. Jika kaki Bibi terasa sangat sakit, kita bisa berhenti untuk beristirahat sebentar." Audrey memegangi tubuh wanita itu dan mulai memapahnya.
Beberapa kali Audrey menatap wajah wanita itu dan mengamati ekspresi wajahnya. Audrey bisa melihat wanita itu berusaha menahan sakit karna kakinya yang terkilir dipaksa untuk berjalan. Tapi saat Audrey menawarkan istirahat, dengan tegas wanita itu menolak.
Perjalanan untuk sampai ke rumah memakan waktu sekitar 20 menit, dan itu cukup melelehkan untuk keduanya. Tentu saja karna kondisi kaki wanita paruh baya itu terkilir dan tubuh mungil Audrey harus menopangnya. Beruntung saat ini sudah memasuki musim dingin. Setidaknya mereka tidak mandi keringat setelah berjalan kaki sejauh itu.
Audrey mempersilahkan wanita itu duduk di sofa usang ruang tamu. Dia segera menutup pintu dan menguncinya. Dari tatapan mata dan gestur tubuh wanita itu yang tampak gelisah, Audrey yakin wanita itu sedang dalam bahaya. Bersembunyi di dalam rumah yang tertutup rapat akan membuatnya lebih tenang.
"Bibi, aku akan ke dapur sebentar. Kamu butuh minuman hangat dan obat-obatan. Aku akan segera kembali."
"Terimakasih,," Ucapnya dengan suara bergetar. Audrey hanya mengangguk kecil dan pergi ke dapur.
Dia kembali setelah membuat secangkir teh hangat, membawa beberapa potong roti gandum dan obat-obatan.
Wanita paruh baya itu memandangi Audrey yang sejak awal terlihat begitu tulus menolongnya. Kini Audrey merawatnya. Memberikan minuman hangat, makanan, mengobati luka dan membiarkannya aman dirumah ini.
"Namaku Russel. Kamu gadis yang sangat tulus dan baik, siapa namamu?" Dengan mata berkaca-kaca, Russel menatap Audrey. Jika Audrey tidak menolongnya, Russel tidak yakin apakah sekarang dia masih hidup. Mengingat betapa kejamnya orang-orang itu mengarahkan peluru pada keempat bodyguardnya tanpa ampun. Russel sadar bahwa saat itu nyawanya yang diincar.
Beruntung Russel bisa keluar dari mobil yang dia tumpangi bersama 4 bodyguardnya. Mereka mengorbankannya nyawanya demi membuat Russel tetap selamat. Ketika para musuh berusaha melumpuhkan 4 bodyguard itu, Russel berlari ke arah hutan. Dia berlari kencang, padahal selama ini kondisi kesehatannya sedikit buruk. Rasanya sulit dipercaya wanita paruh baya itu bisa lolos dari para kejaran musuh.
Dalam keadaan terancam, Russel mendadak memiliki tenaga. Dia berlari lebih kencang dari seekor rusa yang akan dimangsa singa. Untuk menyelamatkan nyawanya sendiri, Russel tidak peduli seberapa tajam bebatuan didalam hutan yang dia pijak. Ranting-ranting pohon yang tajam, semua itu bisa Russel lewati.
Sampai akhirnya dia terperosok ke dalam sebuah lubang. Kakinya terkilir, seluruh tubuhnya terasa remuk. Russel menahan rasa sakitnya dengan tidak berteriak, karna nyawanya dalam bahaya. Dia memutuskan diam cukup lama, entah berapa jam. Hingga Russel merasa bahwa situasi sudah aman. Dia tidak mendengar jejak langkah, suara manusia, ataupun suara tembakan selama beberapa jam.
Saat itu Russel berfikir sudah saatnya mencari bantuan. Sisa tenaganya dia gunakan untuk berteriak. Berteriak sekencang mungkin karna dia tidak tau berapa jauh jarak hutan dengan pemukiman warga. Bahkan Russel tidak yakin dia akan segera mendapat pertolongan. Tapi Tuhan begitu cepat mengirimkan seorang gadis cantik untuk menolongnya. Russel menjadi tersentuh dengan kebaikannya.
"Senang bertemu denganmu Bibi Russel, aku Audrey." Senyum hangat Audrey merekah. Keberadaan Russel di rumah ini membuat Audrey bahagia karna merasa memiliki teman. Selama beberapa hari ini, Audrey selalu kesepian tinggal seorang diri.
Russel menghabiskan teh hangat dan sepotong roti gandum untuk memulihkan tenaganya. Sementara itu, Audrey membersihkan luka dikaki Russel dan mengoleskan salep.
Suasana rumah yang sepi baru dirasakan oleh Russel. Dia hampir 20 menit di dalam rumah ini, tapi tidak melihat siapapun selain dirinya dan Audrey.
"Di mana anggota keluarga mu?" Lirih Russel.
Audrey tersenyum tipis sebelum menjawabnya. "Dirumah ini hanya ada aku, Bibi. Aku akan senang jika Bibi bermalam disini sebelum keluarga Bibi datang untuk menjemput." Ujarnya dengan tawa kecil.
Secara mengejutkan, Russel menganggukkan kepala tanda setuju. "Keadaan belum aman jika aku pulang sekarang. Apa kamu tidak keberatan jika aku menumpang beberapa hari disini?"
Audrey menerima dengan senang hati jika Russel ingin menginap di rumahnya. Keadaan Russel memerlukan waktu yang cukup untuk beristirahat dan menyembuhkan luka-luka di kakinya. Jadi menginap beberapa malam dirumah ini adalah keputusan yang tepat.
"Bibi sebaiknya membersihkan diri dan beristirahat. Di kamar depan ada beberapa baju yang sepertinya muat untuk Bibi. Ayo aku antar ke kamar."
Tanpa penolakan, Russel mengijinkan Audrey memapahnya ke kamar.
"Kamu tidak penasaran bagaimana aku bisa ada dihutan dan terperosok di sana?" Russel menatap heran karna sejak tadi fokus Audrey hanya memikirkan kondisinya dan membuatnya nyaman disini.
Audrey menghampiri Russel yang duduk di tepi ranjang dan memberikan satu setel baju milik mendiang orang tua Elie.
"Kesehatan dan kesembuhan Bibi yang terpenting. Jika Bibi sudah lebih baik, Bibi bisa menceritakannya padaku."
Russel tersenyum, pembawaan Audrey, senyumnya yang tulus, matanya yang murni, membuat suasana hati Russel menjadi lebih tenang meski ada sedikit trauma dengan kejadian yang menimpanya.
"Bagaimana kamu bisa menjadi gadis yang sangat pengertian. Kamu sangat dewasa, tapi wajahmu seperti gadis remaja. Berapa usiamu?"
Audrey terkekeh kecil. "23 tahun, Bibi. Aku masih muda kan? Bibi bertanya soal usiaku, apa berniat menjodohkan putra Bibi denganku?" Candanya.
Russel terdiam, tatapannya pada Audrey semakin dalam.
"Bibi,, aku hanya bercanda. Maaf jika aku menyinggung mu. Tolong abaikan saja ucapan ku. Kalau begitu aku permisi." Audrey tampak tidak enak hati. Respon Russel yang tiba-tiba terdiam membuat Audrey berfikir jika Russel memiliki ingatan yang buruk soal anaknya.
...******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Kotin Rahman
untunglah bukan sharonpret yg di tlong Audrey dan brharap Russel adalah ibunya lucas, klo di lhat dr hidupnya Russel yg di lindungi bbrapa bodyguard pstinya dia bukan org yg sembarangan, smga ini mnjdi awal hidup Audrey yg bhgiaa 🤲🤲🤲🤲
2025-03-21
4
Tuty Ismail
kalau melihat dari cerita bibi Russel dia dikawal bodyguard berarti bukan orang biasa...... jangan jangan dia ibunya Lucas.....
2025-03-21
1
Dien Elvina
siapa yg nyelakai bibi Russel ??
jangan bilang kalo dia Mak nya si Lucas 🤭 dan yg nyakitin Russel musuh nya Lucas 🤭
2025-03-21
1