20. Taman Kota

Jessika duduk di ujung perosotan yang terletak di taman kota tempatnya tinggal. Dia belum pernah ke sana sebelumnya. Bahkan, gadis itu tidak akan melewati tempat itu, jika tidak pergi ke minimarket.

Malam semakin dingin. Tidak banyak orang melewati tempat itu di jam sembilan malam. Jessikapun tidak akan ada di sana, jika bukan untuk sesuatu yang penting. Dia bukan tipe orang yang ingin melihat bintang di malam hari ketika pikirannya sedang tidak baik-baik saja.

Tepat tiga puluh menit lalu, ketika dia sedang asyik menonton tayangan televisi bersama ibunya, Jessika menerima telepon dari Samuel yang ingin bertemu dengannya. Jadilah mereka janjian untuk bertemu di taman kota, dekat rumah Jessika.

"Hei"

Jessika mendongak ketika mendengar sapaan itu. Laki-laki yang dia kenal berjalan cepat ke arahnya. Rambut ikalnya yang hitam, tampak indah diterpa angin. "Lama amat lo!" gerutu Jessika.

"Gue perlu cari tempat buat parkir mobil."

"Lo ke sini pakai mobil segala? Lebay amat!"

"Mobil dan sopir," tambah Samuel, seakan tidak peduli dengan sindiran remaja di depannya. Samuel duduk di ayunan yang ada tepat bersebelahan dengan perosotan. Lututnya menekuk, hampir menyentuh dada karena kakinya yang panjang. "Lo udah sempat tanya nenek lo?"

Mata Jessika langsung memicing. "Lo manggil gue ke sini, cuma mau nanya itu?" tanyanya, setengah sebal. "Lo bisa telepon gue."

"Males. Berasa nelpon pacar malem-malem."

"Dih!"

"Tinggal jawab, lo ribet banget!"

Jessika menarik nafas dalam-dalam. Ingin rasanya dia melempar sepatu ke kepala Samuel. 'Ganteng, sih... Tapi gila!' batinnya sebal.

"Jadi?" tuntut Samuel tidak sabar.

"Gue belum ada nanya."

"Kenapa?"

"Mana mungkin gue langsung tanya, 'Nek, melihara jin, ya?'" Jessika mulai emosi. "Gue masih berpikir, gimana caranya bertanya sama nenek gue."

Suara hembusan angin memberikan jeda lama dalam percakapan mereka. Samuel memandang lurus ke depan, sementara Jessika mengunci mulutnya.

"Lo tahu, kan, kalau mereka akan minta tumbal?" tanya Samuel.

Jessika terdiam. Gadis itu sudah membaca banyak literasi mengenai hal-hal mistis yang terjadi di sekitarnya. Sebagian besar memang membutuhkan tumbal, karena jin yang mereka mintai tolong adalah makhluk dunia hitam.

"Dari yang gue tahu, jin yang lo punya dan jin yang berusaha menyerang lo, adalah jenis jin yang sama."

"Kenapa begitu?"

Samuel bergerak, membuat ayunan yang dia duduki berdecit. "Sama-sama jin putih. Gue nggak tahu tentang kekuatan mereka. Tapi, sepertinya tumbal yang mereka inginkan, sama adanya."

"Tumbal... manusia?" Jessika setengah berbisik. Gadis itu ingat bagaimana raksasa yang berusaha menyerangnya, memakan banyak jiwa manusia ketika kecelakaan terjadi.

"Sepertinya begitu," jawab Samuel. "Dari pengamatan gue, setelah raksasa itu makan banyak orang waktu kecelakaan, dia sampai bisa membuat restoran itu meledak dan juga muncul sekali lagi waktu di rumah sakit. Artinya, dia punya banyak kekuatan setelah memakan banyak tumbal. Mungkin itu cukup untuk beberapa tahun. Tergantung permintaan yang punya."

Jessika menoleh ke belakang. Dua jin berukuran besar berdiri diam di balik pohon. Memperhatikan majikannya.

"Cepat atau lambat, Jin yang nempel sama lo itu, juga bakal minta imbalan. Persembahan yang paling mereka suka, ya, tumbal manusia."

"Apa nggak ada cara lain?"

Samuel mengangkat bahunya. "Gue nggak tahu sampai sana. Tapi, kontrak bakal selesai, kalau..." Samuel melirik Jessika.

"Kalau?"

"Majikannya yang jadi tumbal."

Jantung Jessika berdebar cepat. Dia menyadari apa yang sedang dihadapinya. Rasa takut yang sangat besar menyelimuti dirinya. "Jadi, ada yang mau gue mati dan sepertinya Nenek mau melindungi gue dengan cara membalasnya pakai ilmu hitam?"

Laki-laki yang duduk di sebelah Jessika, terdiam, membiarkan gadis itu tenggelam dalam pikirannya. Sebenarnya, dia tahu bahwa masalah ini rumit. Samuel juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Dia hanya ingin perempuan itu menyadari apa yang tengah terjadi pada dirinya.

Sebelum dia mati.

"Kalau gue memberi mereka tumbal, apa mereka akan melakukan apapun yang gue minta?"

Pertanyaan itu membuat Samuel kaget. Dia sampai tidak berkedip saat pandangan mereka bertemu. Samuel tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu. alih-alih permintaan untuk membantu melepaskan jin-jin yang menempel pada dirinya.

"Misal, jadi bodyguard, atau menghindari kecelakaan, dan lainnya?"

Remaja berambut hitam itu tidak berani menjawab dengan cepat. Entah kenapa, dia merasa akan terbentuk sebuah kesalahpahaman jika Jessika menangkap jawabannya dengan cara yang negatif. Begitulah awal mula orang-orang mencari jalan pintas atas segala masalah mereka.

"Apa jin-jin ini bisa nyari orang yang berusaha menyakiti gue?" tanya Jessika lagi, mendapati Samuel malah diam saja.

"Lo pikir, orang itu nggak pakai perhitungan mau bunuh lo?" Samuel balik bertanya.

"Berhubung gue masih hidup, gue pikir orang itu nggak begitu hebat," jawab Jessika.

"Lo hidup itu, berkat bantuan dari gue!" sambar Samuel, mengingatkan bahwa Jessika selamat bukan atas usahanya sendiri.

"Gue akui itu," Jessika mengangguk setuju. "Tapi, itu juga pertanda kalau dia belum sempurna, kan? Mungkin dia minta tolong sama dukun abal-abal, atau kekuatannya sendiri belum sempurna."

"Lo dapat pemikiran itu dari mana, sih?"

"Internet."

"Hhh, jangan percaya apapun yang internet suguhkan di depan hidung lo!"

Jessika mendengus pelan. "Setidaknya ada yang gue tahu," sahutnya. "Mungkin, gue masih punya waktu untuk cari tahu siapa orang yang begitu dendamnya sama gue, berhubung orang itu masih belum hebat-hebat banget?"

Samuel mengangguk sekilas. "Apa ada orang yang nggak suka sama lo? Misalnya orang yang rankingnya lo ambil?"

"Maaf? Gue ini juara bertahan sejak SD. Nggak ada yang gue rebut!"

Samuel mengusap dagunya. "Yang pacarnya lo rebut, mungkin?"

"Gue nggak pernah pacaran serius."

"Wow, playgirl!"

"Bukan!" Jessika menjawab cepat. "Gue cuma nggak mau merusak reputasi gue gara-gara pacaran." Jessika meregangkan tubuhnya sejenak. "Gue punya dua kakak laki-laki yang sempurna. Gue nggak boleh kalah, kalau nggak mau jadi bahan omongan tetangga."

"Hahahahaha! Gue juga punya dua kakak sempurna, tapi itu nggak buat gue ngejar apapun!" ejeknya.

Jessika melirik tajam. "Setidaknya lo punya rumah sakit. Atau, itu hanya bohongan?"

"Cek sendiri sana!"

"Hhhhhh..." Jessika menghela nafas panjang. "Selain Serena, lo punya kakak lagi?" Percakapan mereka mulai berubah. Jessika merasa lelah dengan ketegangan beberapa saat lalu.

"Kembarannya Serena. Dia tinggal di USA."

"Wow! Itu mah nggak bisa dibandingin sama kakak-kakak gue!"

"Lo bakal kagum sama dia, sampai lo ketemu secara langsung," gerutu Samuel dengan wajah tertekuk.

"Kenapa?"

"Omongannya pedes!"

"Sama kayak lo, dong?"

***

"Harus ada tumbal lagi. Gue nggak bisa membiarkan kekuatan gue melemah begini! Gue harus cepat-cepat menguasai jin tingkat tinggi ini! Gue harus membuktikan pada mereka, kalau keluarga gue nggak bisa diremehkan begini!"

Dia melangkah cepat menuju ruangan yang ada di sebelah kamarnya. Matanya berubah menjadi ganas ketika melihat seorang perempuan yang terikat di atas tempat tidur dengan mulut tersumpal.

"Lo bener suka sama gue, kan?" tanyanya sambil tersenyum lebar. "Lo sendiri juga bilang, rela melakukan apapun buat gue, kan?"

"Hmmph! Hmph! HHHMMPPHH!!!" perempuan itu meronta tanpa hasil. Air mata meleleh di pipinya yang penuh darah.

"Gue bakal bersihin tubuh lo sebelum ditumbalkan malam ini. Setidaknya, lo mati dalam keadaan cantik."

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!