"Maaf, ya, lo harus ngajarin adik gue, padahal lo masih dalam keadaan berduka," ucap Danny sambil duduk di sebelah Jessika yang sedang membereskan buku-buku di depannya.
Siang itu, saat sekolah sudah berakhir, sesuai janjinya dengan Danny, Jessika menemui adik kakak kelasnya itu di perpustakaan untuk mengajarkannya fisika.
Pemakaman telah berlalu hampir sepuluh hari. Bagi Jessika, semuanya berubah. Dia juga tidak bisa tertawa meski bersama dengan Kelvin. Jika bertemu, mereka lebih banyak terdiam. Kadang, Kelvin tidak menanggapi apapun ucapan Jessika. Dalam keadaan seperti itu, secara alami mereka mulai menjauh.
"Lo udah makan siang? Mau makan bareng?" tawar Danny.
Jessika menyunggingkan senyuman kecil. Dia membayangkan bagaimana reaksi Nia maupun Hikaru, jika mereka tahu Danny mengajaknya makan bersama.
Jujur saja, siapapun gadis di sekolah ini, pasti akan terpesona dengan ketampanan Danny. Ditambah statusnya sebagai Ketua OSIS yang bisa diandalkan, Danny merupakan tipe ideal seluruh siswi SMA.
"Boleh, Kak!" jawab Jessika, menerima ajakan Danny. Toh, dia tidak ada kegiatan lain setelah pulang sekolah. Daripada dia melamun hingga akhirnya menangis kembali, lebih baik dia mulai menyibukkan dirinya dengan hal-hal lain.
Danny bangkit duluan dari duduknya. "Jess, lo tahu nomor HP gue, kan?"
Jessika ikut bangkit sembari menyampirkan tas di punggungnya. "Iya, tahu," jawab gadis itu.
"Kalau lo perlu teman curhat, lo bisa cerita ke gue. Ga masalah siang ataupun malam."
Kalimat itu membuat Jessika termenung. Dia diam selama beberapa detik sambil membalas pandangan mata lawan bicaranya.
"Ehem! Gue balik duluan aja, ya? Nggak enak ganggu orang pacaran," celetuk perempuan yang duduk di bangku seberang sambil tersenyum jahil.
"Laura, jangan ngomong yang aneh-aneh, deh! Jessika bisa nggak nyaman," sahut Danny sambil tersenyum simpul.
Jessika tidak berkomentar. Dia sibuk mengendalikan diri agar telinganya tidak memerah. Dalam hati, dia berharap agar detak jantungnya yang memburu tidak sampai terdengar di telinga Danny.
"Gue pulang dulu," Laura malah langsung cabut, memberikan ruang pada Danny dan Jessika waktu untuk berdua saja.
"Kita juga berangkat sekarang? Kebetulan gue bawa motor."
"Lho? Laura pulangnya gimana?"
"Dia pasti udah naik angkot. Biarin ajalah!" Danny memimpin jalan ke luar perpustakaan.
Di sudut ruangan, tempat di mana tidak ada satu orangpun ke sana, seorang laki-laki berjaket hitam tengah merebahkan diri di bangku panjang sambil memperhatikan gadis berambut panjang bergelombang yang membicarakan materi fisika pada anak tahun ajaran baru. Laki-laki itu mendengus ketika ketiga orang yang tadinya duduk tidak jauh darinya, menghilang di balik pintu perpustakaan.
"Dasar licik!" umpatnya kesal. Mata hitamnya berkilat. Tangannya mengepal hingga mengeluarkan guratan vena. "Kayak orang baik aja, tapi melihara begituan!"
Laki-laki itu bangun dengan cepat. Dia memijat kepalanya yang berdenyut. "Ini kenapa pula nempel-nempel nggak jelas! Gue nggak bisa bantu kalian! Pergi, sana!" geramnya seraya mengibas-ngibaskan tangan di atas kepala.
***
Danny mengajak Jessika masuk ke dalam sebuah restoran cepat saji yang terletak sekitar seratus meter dari sekolah mereka. Tempat itu sedikit padat karena masih jam makan siang. Suara canda tawa beberapa pengunjung menghidupkan suasana ruangan itu.
"Lo mau makan apa?" tanya Danny saat tiba giliran mereka memesan makanan.
"Paket ayam aja, Kak," jawab Jessika seadanya. Sebenarnya, dia tidak begitu lapar.
Sementara Danny memesan makanan, Jessika mengedarkan pandangan ke segala arah. Matanya tidak berkedip saat makhluk-makhluk bertubuh kurus-kerdil mulai bermunculan di sekitarnya. Ada dua di dekat pintu masuk, tiga di bawah tangga, dan satu di balik seorang pengunjung bertubuh tambun yang sedang menikmati makan siangnya.
Namun, Jessika menyadari ada yang berbeda. Mereka tampak marah. Geraman-geraman kecil terdengar. Mereka memamerkan gigi-gigi runcing nan kotor.
Selera makan Jessika langsung menghilang.
"Yuk, kita ke meja!" ajak Danny. Entah sengaja atau reflek, Danny meraih tangan gadis itu dan menariknya ke meja yang ada di dekat jendela.
Satu makhluk yang ada di dekat mereka mendesis, lalu berlari berkumpul bersama yang lainnya ke bawah tangga.
Jessika merasa terganggu. Seberapapun dia berusaha tidak mempedulikan makhluk itu, tetap saja itu mengganggunya.
"Ada apa?" tanya Danny, rupanya sadar kalau Jessika merasa gelisah.
Remaja itu menggeleng pelan. Dia akan dianggap tidak waras jika menceritakan apa yang dia lihat. Jessika tidak mau karena hal itu, Danny malah menjauh. Saat ini, yang benar-benar bisa mengalihkan perhatiannya hanyalah Danny. Kakak kelasnya itu dapat membuat Jessika melupakan sejenak tentang apa yang terjadi dalam hidupnya.
"Lho? Itu kayaknya gue kenal, deh!" tiba-tiba Danny berkomentar tepat di saat mereka baru duduk.
Jessika mengangkat kepalanya, mengikuti arah pandangan Danny yang melewati punggungnya. Matanya membelalak, melihat sosok yang amat sangat dia kenal. Rambut hitam berantakan, kulit pucat dengan raut wajah galak, serta pandangan mata tajam. Jantung Jessika berdebar cepat saat pandangan mereka bertemu.
"Samuel!?" pekiknya, sebal 100%.
"Oh, temen sekelas lo yang resek itu, ya?" Danny nimbrung, setengah berbisik.
"Ngapain lo teriak-teriak?" Samuel sewot, lebih menimpali omongan Jessika ketimbang sindiran Danny.
Jessika memutar tubuhnya kembali, menghadap pada Danny. "Lihat mukanya aja udah sebel!" gerutunya.
Danny tersenyum kecil. "Kalian lucu. Kayak 'Tom & Jerry'," ledeknya.
"Dia itu aneh, Kak," Jessika menjawab sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. "Suka ngomong nggak jelas. Terus, kemarin waktu di gereja, dia dijemput sama orang-orang pakai jas hitam. Udah mirip banget sama anggota gengster!"
"Hahahahaha! Lo ada-ada aja, Jess!" Danny terbahak sambil mengacak-acak puncak kepala Jessika.
Wajah Jessika bersemu merah. Sebenarnya, dia sudah pernah berpacaran beberapa kali. Namun, saat ini rasanya berbeda. Kedatangan Danny ke dalam hidupnya bisa dikatakan sebagai sebuah keajaiban.
Saat Jessika mendongak, sekilas, dia melihat ada seorang laki-laki yang tampaknya lebih tua beberapa tahun darinya, tengah memandangnya dengan tatapan ngeri. Namun laki-laki itu langsung menunduk ketika mereka bertemu pandang. Jessika memperhatikannya selama beberapa detik, mencoba mengingat apakah dia pernah bertemu orang itu atau tidak.
"Gue mau cuci tangan dulu," Danny bangkit dari duduknya. Jessika mengangguk saja.
Gadis itu baru saja mengeluarkan handphone, sebelum tiba-tiba laki-laki tadi menghampirinya. "Hei, kalian kalau mau adu kekuatan, jangan di sini! Banyak orang di sini," bisiknya sambil celingak-celinguk.
Kening Jessika berkerut. "Hah? Siapa yang mau adu kekuatan?" Jessika bingung.
"Jin kalian nggak cocok! Apa lo nggak bisa lihat? Buruan pergi, sana!"
'Lha, makan aja belum, gue malah diusir?' Jessika sudah mau mendebat laki-laki di depannya. Cukup Samuel saja orang aneh yang pernah dia kenal.
"WOY, AWAS!!!"
DHUUUAAAARRRRRR!!!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments