Jessika berdiri dengan susah payah, dibantu beberapa orang teman sekelasnya. Matanya membelalak terbuka, melihat kengerian di depan matanya. Raksasa itu mengulurkan tangannya, menyabet salah satu makhluk kerdil di atas truk. Makhluk itu menjerit, mencakar-cakar tangan si raksasa dengan putus asa. Kawanannya yang lain mencoba membebaskan makhluk yang tertangkap. Cakar-cakar kecil mereka seperti tidak memberikan pengaruh apapun pada si raksasa.
Kaki gadis itu bergetar hebat, saat mulut si raksasa membuka lebar. Tangannya mengayun, memasukkan makhluk kerdil itu bulat-bulat ke dalam mulutnya.
"Astaga..." gumamnya lirih. Kesadarannya hampir hilang. Ngeri melihat bagaimana raksasa itu mengunyah. Lelehan cairan berwarna hitam menetes dari mulut jeleknya.
"Woi! Jangan ke sana!" seru Samuel, membuat perhatian Jessika teralihkan. "Bensinnya tumpah! Menjauh!!!"
Setelah Samuel mengatakan hal itu, barulah Jessika sadar dengan aroma bensin di sekitarnya.
"Tidak... Nia... Hikaru..." Jessika mencoba mendekat. Dia masih melihat Kelvin di sekitar truk itu, menarik tangan berkulit pucat dari bagian bawah kepala truk.
"Percuma! Buruan menjauh!" Samuel menarik lengan Kelvin.
"Diem, lo!" Kelvin menepis tangan Samuel hingga laki-laki jangkung itu oleng ke belakang. "Nia!"
Mata Jessika terasa panas. Air mata menetes dari sudut matanya ketika sadar kalau tangan yang Kelvin tarik adalah milik Nia.
Raungan makhluk kerdil terakhir lenyap seiring makin ramainya orang-orang yang berdatangan. Semua makhluk kerdil itu habis di makan si raksasa. Jessika menyeret kakinya ke depan, memaksa dirinya untuk bergerak.
"Jangan, Jess!" salah satu siswa dengan seragam yang sama dengan Jessika menghentikan langkah gadis itu. "Bahaya! Kita tunggu bantuan datang aja!"
Jessika melihat Samuel yang berjalan menjauh dari badan truk. Dia sempat kesal karena Samuel tidak menghentikan Kelvin lebih keras lagi. Bagaimanapun, akal sehatnya memberitahu bahwa kedua temannya tidak selamat.
Hanya sekilas. Kejadian yang Jessika saksikan begitu cepat dan sebentar. Namun, dia yakin sudah menyaksikan hal itu.
Samuel berdiri dengan jarak sekitar tiga meter dari Kelvin. Lalu, tangannya menghempas cepat. Hanya sedetik. Bersamaan dengan itu, hembusan angin bergerak cepat membuat Kelvin terjengkang ke belakang. Namun Jessika melihat hal itu.
Jessika teringat dengan hembusan angin yang tadi dia rasakan sebelum kecelakaan itu terjadi. "Apa itu?" gumamnya pelan.
"Aaaaargghhh!" Samuel mengacak-acak rambutnya saat Kelvin berdiri. Meski tampak kebingungan kenapa dia bisa sampai terhempas ke belakang, dia memutuskan untuk kembali menghampiri truk.
DHUAAAARRRRRR!!!!!!!!
Ledakan itu membuat tanah bergetar. Orang-orang reflek menunduk sambil menutup telinga mereka.
Ingatan terakhir Jessika kala itu adalah Kelvin yang berlari menuju truk. Gadis itu langsung mengangkat kepalanya. Jessika harus menghalau cahaya yang menyilaukan mata akibat kobaran api dari ledakan truk. Dia sudah menyiapkan hati dalam menghadapi kemungkinan terburuk.
Namun, pikirannya ternyata salah. Kelvin malah duduk jauh dari kobaran api. Dia tertegun. Tapi cukup jauh dari sumber api hingga tidak terkena efek ledakan. Jessika menarik pandangannya kepada Samuel. Malah laki-laki itu yang terkapar di atas tanah.
"Ambulans datang!"
"Jauhkan orang-orang yang kena ledakan!"
"Cari selang! Air! Air!"
"Panggil pemadam!"
Suasana kembali riuh setelah semuanya sadar apa yang terjadi. Karena tidak menutup kemungkinan adanya ledakan kedua, semuanya mencoba menyelamatkan korban lainnya yang menurut mereka cukup jauh dari sumber api, sambil mencoba memadamkan api dengan tanah atau air.
Raksasa itu di sana.
Dia masih berdiri di dekat truk. Seakan tidak puas memakan makhluk-makhluk kerdil yang Jessika lihat, dia memasukkan tangan ke dalam kobaran api. Kemudian, tangannya bergerak ke atas, menenteng sosok yang Jessika kenal sebagai Hikaru. Raksasa itu menjejalkan tubuh Hikaru ke dalam mulutnya.
"Jess!"
Jessika mematung. Matanya membelalak terbuka. Ujung tangan dan kakinya terasa dingin. Air mata mengalir begitu saja membasahi pipinya. Dia tidak paham apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang dia lihat. Raksasa yang kelaparan itu jelas-jelas membuat bulu kuduknya meremang. Jessika bisa merasakan tangan dan kakinya menjadi dingin.
"Jess, lo bisa dengar gue?" laki-laki yang bicara dengan Jessika mencoba menarik perhatian Jessika dengan menakupkan kedua tangannya di pipi gadis itu. "Jess, lihat sini!" pintanya, bersuara lembut.
"Kak... Danny?" suara Jessika terdengar lirih. "Ada raksasa... Dia makan... Hikaru..." Jessika menyuarakan pikirannya.
"Sssst!" Danny menarik Jessika ke dalam pelukannya. "Tenang dulu, Jess! Lo harus diobati juga. Tangan lo ada lukanya," ujar Danny.
"Dik, bawa Jessika ke sebelah sana, ya! Bantu juga yang bisa-bisa jalan supaya kumpul di sebelah sana. Nanti saya yang arahkan petugas medis ke sana," Danny bicara pada siswa yang tadi membantu Jessika.
Begitu memastikan Jessika mengikuti instruksi, Danny berlari menghampiri korban lainnya. Tidak lama kemudian, dia bergabung dengan dua petugas medis yang ada di lokasi.
Jessika memilih menutup matanya, ketika makhluk besar itu menjejalkan Nia dan satu orang lainnya ke dalam mulut secara bersamaan.
'Ya, Tuhan! Apa yang terjadi? Apa ini mimpi? Tapi, semuanya terlalu menakutkan jika disebut sebagai mimpi!' Jessika berteriak di dalam hati. Wajahnya terbenam di dalam telapak tangannya. Air matanya tidak mau berhenti, sementara suara tangisan dan jeritan di sekitarnya semakin mereda.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments