Tanpa permisi, Samuel merangkul Jessika dan meletakkannya di atas kursi roda, dan tanpa memperdulikan luka di tangannya yang baru saja mengering. Wajahnya pucat. Laki-laki itu tahu apa yang tengah mendekatinya. Otak Samuel berpikir keras, untuk mencari satu cara agar lebih banyak orang selamat. Dia tidak tahu raksasa itu akan membuat ledakan atau kebakaran bisa juga kecelakaan di depan rumah sakit. Tapi, karena hal itu, banyak nyawa yang akan melayang. Apalagi, saat ini adalah jam berkunjung.
"Hubungi nyokap lo! Kita ketemu di lobi belakang!" perintah Samuel sembari mendorong kursi roda Jessika.
"Sam, tangan lo gimana?" Jessika tampak khawatir karena ada rembesan berwarna merah tercetak di perban tangan Samuel.
"Masih bisa gue tahan," jawab Samuel sekenanya. Dia memasukkan Jessika ke dalam lift, mengedarkan pandangannya dengan cepat. "Tahan lift-nya!" perintah Samuel sebelum dia melesat keluar.
Jessika melakukan apa yang Samuel perintahkan. Perasaannya mengatakan bahwa ada yang tidak beres. Raksasa itu datang lagi. Jelas mengincar dirinya. Mau tidak mau, pikirannya kembali melayang pada kejadian-kejadian mengerikan tempo hari. Semua memakan korban jiwa. Sudah pasti orang yang menginginkan kematiannya, tidak pandang bulu dengan nyawa orang lain.
KRRRRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNGGGGGGGGG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
"Ayo!" Samuel menutup pintu lift. "Dalam beberapa detik, lift ini juga akan mati. Setidaknya, kita bisa sampai bawah lebih cepat."
Benar kata Samuel. Lift langsung terbuka saat mereka mencapai lantai satu. Samuel mendorong kursi roda Jessika buru-buru, menuju lobi belakang rumah sakit. Jessika menghubungi ibunya. Tangannya gemetar karena panik. Suara alarm kebakaran membuat orang-orang berhamburan ke luar rumah sakit. Setidaknya, jika terjadi sesuatu pada rumah sakit itu, orang-orang sudah menyelamatkan diri terlebih dahulu, sehingga tidak ada banyak korban jiwa yang terjebak.
"Jessika!"
Samuel berhenti mendorong kursi roda di tangannya. Seorang wanita paruh baya menghampiri mereka.
"Mama!"
"Lo akan aman di sini. Gue mau lihat situasi dulu," bisik Samuel, sebelum beranjak pergi.
Samuel berlari kembali ke dalam gedung. Orang-orang melewatinya untuk keluar. Tenaga medis yang bertugas tengah sibuk menjalankan tugas mereka sebagai tim evakuasi. Samuel pergi ke lobi depan rumah sakit. Raksasa itu berjarak sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri. "Kekuatan sebesar itu, pasti memerlukan tenaga yang lumayan besar. Siapa yang mengincar Jessika?" gumamnya.
Sayangnya, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Sebuah truk melaju kencang ke arah lobi depan rumah sakit. Orang-orang yang sudah waspada sebelumnya karena bunyi alarm di rumah sakit, menjadi lebih cepat menyadari bahwa ada bahaya lain.
Samuel berlari memutari raksasa yang tampak kelaparan itu. Dia menggeram, terlihat tidak sabar menunggu korban jiwa yang bisa dia santap rohnya, sama seperti kejadian kecelakaan beberapa minggu lalu. Samuel mengedarkan pandangannya dengan cepat. Remaja itu merasa, orang yang ada di balik munculnya raksasa itu, berada tidak jauh dari sana.
'Pasti ada orang yang mencurigakan! Orang yang tidak punya otak!' rutuk Samuel di dalam hati.
"Awas!"
"Truknya ke sini!"
"Menyingkir!"
Karena Samuel terlalu fokus mencari dalang dari munculnya makhluk besar itu, dia tidak memperhatikan truk yang berubah haluan ke arahnya. Hanya selisih sedetik, Samuel mengambil keputusan cepat dengan melompat sejauh mungkin ke arah samping. Tidak ada jaminan kalau truk itu tidak akan menyambarnya. Di saat seperti ini, Samuel hanya bisa pasrah.
BRUAK!!!
Mata Samuel terpejam erat ketika suara benturan itu terdengar. Dia tidak berani bergerak, bahkan tidak berani untuk sekedar mengintip. Perlahan, nafasnya yang tertahan kembali berirama. Samuel merasakan satu demi satu bagian tubuhnya, untuk mengetahui bagian mana yang tertabrak.
"Eh? Kok nggak ada yang sakit?" katanya seraya membuka mata. Samuel melihat kedua tangan dan kakinya yang masih utuh. Lalu meraba kepalanya yang baik-baik saja.
"Samuel!"
Panggilan itu membuatnya mendongak. Barulah dia sadar, apa yang sudah melindunginya dari tabrakan tadi.
"Samuel, lo nggak apa-apa?" Jessika berlari menghampiri Samuel.
Pandangan Samuel terpancang pada sepasang kelelawar putih yang bertengger di badan truk yang terguling. Mata kelelawar itu semerah darah. Mereka diam, balik memandang Samuel.
Jessika menoleh sekilas ke arah truk, lalu berlutut di depan Samuel. "Lo nggak apa-apa?"
Samuel menoleh cepat. "Lo menerima mereka?" desisnya dengan mata membelalak. "Lo tahu konsekuensinya?"
Jessika yang mendapati Samuel malah marah padanya, menjadi bingung. Dia sendiri sebenarnya tidak yakin apa yang terjadi. Beberapa saat yang lalu, ketika dia memutuskan untuk mengikuti Samuel, Jessika tidak benar-benar tahu apa yang dia lakukan. Pikirannya berkecambuk. Dia melihat Samuel berlari, namun truk mengarah padanya dengan kecepatan tinggi. Gadis itu hanya tahu bahwa Samuel dalam bahaya. Truk itu melaju ke arahnya dengan sengaja.
"Lo sudah mengikat kontrak hanya dengan meminta bantuan mereka!"
Alis Jessika mengernyit. "Maksud lo apa?" tanyanya, tetap tidak mengerti.
Tanpa langsung menjawab pertanyaan Jessika, Samuel mengedikkan dagunya pada dua kelelawar besar yang masih ada di atas truk. "Lo minta bantuan mereka."
Jessika diam. Dia memikirkan apa yang dia lakukan beberapa detik ke belakang. Ketika tadi Samuel hampir tertabrak, secara spontan Jessika berkata bahwa Samuel harus selamat. Lalu dua kelelawar besar melesat kencang dari atas kepalanya dan menabrak truk itu.
Samuel pun selamat.
Jessika menatap kosong ke depan. Kepalanya terasa berputar. "Gue nggak pernah menginginkan hal itu..." gumamnya pelan.
"Terlambat. Mereka sudah menerima permintaan lo yang pertama. Makhluk-makhluk itu memang diwariskan buat jaga lo. Mereka akan menerima semua perintah lo. Tadi, adalah perintah pertama yang lo keluarkan, dan itu sekaligus menjadi pengikat di antara kalian."
Jessika menggigit bibirnya. Bagaimanapun dia ingin menyangkal hal ini, semuanya tidak bisa diputar balik kembali. Saat melihat wajah serius Samuel, Jessika tahu, bahwa dia sudah masuk ke dalam lubang hitam.
"Hhhh! Ini juga salah gue!" Samuel tiba-tiba berkata sambil mengusap wajahnya dengan gusar.
"Kenapa?"
"Lo buat permintaan karena mau gue selamat, kan? Gue juga ambil andil dalam kejadian ini."
Bukannya marah mendengar perkataan laki-laki di depannya, entah kenapa Jessika malah merasa tenang. "Jadi, kita harus gimana?"
"Pindah dulu dari sini." Samuel bangkit, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Jessika berdiri. Bersamaan dengan itu, Nadia datang, berlari menghampiri putri bungsunya dengan wajah sembab.
"Jessika! Apa yang kamu pikirkan sampai berlari seperti itu!?" bentak Nadia saking khawatirnya.
"Maaf, Ma..." hanya itu yang bisa Jessika katakan.
Nadia tampak bingung akan hadirnya Samuel di sebelah putrinya. "Siapa?"
"Saya teman sekelas Jessika. Nama saya Samuel," jawab Samuel sembari mengulurkan tangannya hendak salim.
Nadia menyambut sapaan Samuel, namun tidak bisa menutupi bahwa dia tidak begitu tertarik saat ini, berhubung keadaan putrinya lebih penting dari apapun.
Samuel yang menangkap kekhawatiran di wajah Nadia, langsung buka suara. "Kita kembali dulu ke dalam. Sepertinya tadi hanya alarm palsu."
Jessika melirik ke arah Samuel. Dia tahu bahwa laki-laki itu yang menekan tombol emergency tadi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments