2. Rumah Nenek

Hujan lebat turun, tepat ketika mobil minivan ayahnya tiba di gerbang rumah neneknya. Rumah itu tidak lagi sama seperti yang Jessika ingat. Ada beberapa bagian yang sudah dipugar dan cat rumah itu sudah diganti lagi. Terakhir kali dia berkunjung adalah saat ulang tahun neneknya, dua tahun lalu. Kebetulan, ulang tahun neneknya hanya berjarak dua minggu dengan ulang tahunnya.

Gerbang besi yang sudah berkarat itu, terbentang kokoh di depan mobil minivan, tidak bergerak sedikitpun walau terbentur lebatnya hujan. Matahari sudah menghilang sejak tiga puluh menit yang lalu. Kabut membuat perjalanan mereka lebih lama dari perkiraan. Nadia tidak henti-hentinya bersyukur karena mereka bisa tiba dengan selamat, meski terhadang kabut tebal dan hujan.

Husman meraih topi yang tergeletak di dashboard, lalu membuka pintu mobil, kemudian berlari cepat ke arah gerbang rumah. Hujan deras seketika membuat bahunya basah. Husman buru-buru meraih kunci gerbang dan membukanya. Bunyi decit karena karat yang bergesek, terdengar hingga ke dalam mobil. Gerbang itu terbuka dengan sedikit dorongan keras dari Husman. Begitu terbentang ruang yang cukup untuk mobilnya lewati, Husman kembali ke dalam mobil.

"Kalungkan ini!" Nadia menyodorkan handuk pada suaminya yang kembali ke bangku kemudi.

Husman menurut saja dan menyampirkan handuk kering itu mengelilingi bahunya. "Dingin sekali di luar," gumamnya.

Jessika menoleh, mendapati Jimmy tengah memakai jaket keduanya, lalu disusul dengan syal tebal. "Sudah bawa obat flu, Kak?" Jessika berbasa-basi.

"Selalu," Jimmy mengeratkan syal di lehernya. "Sebenarnya, gue paling nggak suka kalau sudah harus berkunjung ke sini," gerutunya dengan suara kecil, namun cukup bisa didengar oleh Jessika. Jimmy tidak mau kalau orangtuanya sampai mendengar dan merasa tersinggung karena ucapannya.

Jessika mengubah arah pandangannya ke luar jendela mobil. Halaman rumah neneknya dipenuhi dengan berbagai macam jenis bunga. Beberapa pohon besar menjulang tinggi di dekat pagar dengan jarak sekitar sepuluh meter antarpohon. Suasana hujan badai seperti sekarang, membuat pemandangan itu lebih terasa menyeramkan.

"Ibu masih suka merawat mawar rupanya," celetuk Nadia dari kursi depan.

Meski Nadi berkata demikian, Jessika malah merasa tidak nyaman. Umumnya, orang yang menyukai mawar akan menanam berbagai jenis warna mawar. Namun, neneknya hanya menanam satu jenis warna, yaitu motif mawar batik. Jesika tidak begitu menyukai kombinasi warna itu.

Setelah melewati hamparan mawar yang tumbuh di halaman depan, akhirnya mobil Husman berhenti di sebuah bangunan tua dengan dinding kayu berwarna cokelat cerah. Bangunan itu hanya terdiri dari tiga sisi dinding kokoh dengan atap genting tanah liat, tanpa pintu. Penerangan bangunan itu di dapat dari dua buah lampu redup yang menggantung di atap. Lampu-lampu itu bergoyang heboh terkena hembusan angin malam.

"Apa Nenek nggak niat memperbaiki garasi rumahnya?" Janu berkomentar dari tempat duduknya, setelah seharian menghabiskan waktu untuk tidur di dalam mobil. "Tempat ini seperti akan roboh!"

"Nggak baik bicara begitu, Jan," Nadia memperingati. "Ayo, turun dan cepat masuk rumah!" Nadia sudah duluan membuka pintu mobil, bahkan sebelum mesinnya dimatikan. Jessika buru-buru mengikuti ibunya.

Jessika tampak awas. Hujan badai berangin kencang membuat rambutnya tersapu ke segala arah. Dia segera mengikat rambutnya dengan asal. Suara geretak dinding kayu terdengar menakutkan baginya. Di dalam hati, Jesika setuju dengan perkataan Janu. Bangunan itu sudah reyot, berbeda dengan rumah induk. Meski hanya digunakan sebagai garasi, tempat itu akan membahayakan jika runtuh nanti.

Ketika hendak membantu ibunya menurunkan koper, tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Jessika mengusap tengkuknya, kemudian menoleh ke belakang. 'Gue parno sendiri, deh,' batinnya di dalam hati.

"Selamat datang!"

Suara serak rendah terdengar dari arah pintu kayu jati yang menghubungkan garasi dengan rumah utama. Pintu itu tampak kontras dengan bobroknya garasi tua. Jessika langsung tahu, siapa pemilik suara itu.

"Malam, Bu," Nadia menghampiri sambil menjulurkan tangannya, hendak salim.

"Mantu kesayanganku, apa kabar, Nak?" jawab Kemala ketika menantunya mencium tangannya. Dia mengusap-usap ujung kepala Nadia. "Sudah lama kalian tidak berkunjung."

"Maaf, Bu. Husman agak sibuk dengan kerjaannya," Nadia menjawab kalem.

"Bu," Husman sudah berada di belakang Nadia, menunggu gilirannya untuk salim. Janu dan Jimmy ikut antre. "Kenapa Ibu sampai keluar? Dingin sekali di sini," ujar Husman ketika tiba gilirannya.

"Mana mungkin Ibu tidak menyambut mantu kesayangan Ibu," jawab Kemala, masih dengan pandangan melekat pada Nadia.

"Nek," Janu mendapat gilirannya. Tanpa berbasa-basi, anak kedua keluarga itu langsung menyingkir begitu sudah salim. Kemala juga tidak terlihat ingin menimpali sikap Janu yang cuek. Beliau hanya melempar senyuman kecil.

"Apa kabar, Nek?" Jimmy yang berbasa-basi.

"Baik, Cu," Kemala hendak mengusap kepala Jimmy, namun segera mengurungkan niatnya. Beliau tampak ragu. "Kamu tambah tinggi, ya?" Kemala mengubah topik pembicaraan.

"Iya, Nek. Aku masih dalam masa pertumbuhan," Jimmy cengengesan.

Jessika mencibir kakaknya yang terlihat jelas bangga dengan tinggi badannya. Di antara ketiga bersaudara itu, memang Jimmylah yang paling tinggi. Sementara Jesika hanya setinggi ketiak kakak sulungnya itu.

"Jessi!" Kemala merentangkan tangan. Matanya berbinar saat bertemu pandang dengan cucu perempuannya. Bahkan pipi Kemala sampai mengembung karena tersenyum lebar.

Jessika balas tersenyum, kemudian menghampiri neneknya untuk memberi pelukan. Setiap berkunjung ke sana, Kemala tidak pernah absen untuk melimpahkan kasih sayang yang luar biasa besarnya pada Nadia dan Jessika. Tentu saja, Jessika tidak keberatan dengan hal itu. Apalagi, saat di rumah, dia hanya menjadi sasaran empuk Janu yang jahil.

Nadia pernah bercerita. Kemala bersikap seperti itu, karena hanya memiliki seorang anak laki-laki. Begitu Husman mengenalkan dirinya pada Kemala, semenjak itu juga Nadia menjadi menantu kesayangan Kemala. Lalu, itu berlanjut pada Jesika yang menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga itu.

"Pak Rum!" tiba-tiba Kemala berseru ke arah dalam rumah. "Biarkan saja koper kalian di sana. Pak Rum akan mengurusnya," ujar Kemala.

Nadia baru akan mendebat ketika Kemala sudah berbalik sambil menggandeng Jessika untuk masuk ke dalam. "Kasihan Pak Rum kalau harus membawa semua koper ini," Nadia berpaling pada Husman.

"Ya sudah, kita bawa saja koper-koper kita sendiri," jawab Husman sambil mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum. "Kalian, bawa koper kalian masing-masing!" Husman berkata pada dua anak laki-lakinya.

"Enak banget jadi Jessika," Janu menggerutu seperti biasa. Namun, tetap saja dia menyeret koper miliknya. "Lo yang bawa koper Jessi!" dia menyodorkan koper berwarna merah muda milik Jessika pada Jimmy.

"Lo tega sama orang penyakitan kayak gue?" Jimmy mengangkat sebelah alisnya. "Malu sama badan lo yang gede!"

Janu membuka mulutnya untuk berdebat. "Nggak usah sok paling tersakiti! Lo harus bisa tanggung jawab sama adik-adik lo," bantah Janu.

"Janu," suara rendah Husman membuat Jimmy dan Janu menoleh. "Bawa koper Jessika!"

Janu memutar bola matanya, sementara Jimmy tersenyum mengejek. "Ya, Pa," dia pasrah, seraya menyeret koper milik Jessika dengan berat hati. Namun, beberapa detik kemudian, seorang laki-laki berumur enam puluh tahunan datang dengan langkah tertatih-tatih. Dia segera merebut koper Jessika dari tangan Janu.

"Biar saya saja, Mas," ujar Pak Rum sambil menunduk. Dia langsung berbalik tanpa menunggu jawaban dari Janu.

Janu dan Jimmy saling bertukar pandang, kemudian sama-sama mengangkat bahu mereka. Tingkah Pak Rum yang sedikit bicara dan kelihatan tidak bisa akrab dengan siapapun itu, sudah tidak asing lagi di mata mereka. Setiap kali berkunjung ke rumah nenek, Pak Rum hanya muncul di saat-saat penting. Misalnya saat menyiapkan makanan, atau ketika Kemala membutuhkan sesuatu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!