Pagi itu sangat cerah. Matahari menyinari dunia dengan sempurna. Hembusan angin pagi terasa menyejukkan. Suara riuh rendah terdengar dari seputaran gerbang sekolah. Beberapa siswa telah tiba di sekolah untuk memulai tahun ajaran baru.
MOS telah berakhir. Para angkatan baru dengan bangga mengenakan seragam putih-abu mereka. Beberapa anak sedang asyik nangkring di warung dekat gerbang, menunggu jam masuk berbunyi.
"Adem banget lihatin wajah-wajah baru nan segar!" Kelvin yang sedari tadi duduk sambil bersiul di sebelah Jessika, akhirnya buka suara. "Duuuuuh, ayu banget adik-adik kelas gue!"
"Berisik lo, Kel!" sahut Jessika sambil meninju lengan Kelvin. "Lo kalo ga mulai makan, ini kripik bakal kita habisin, lho!" tambahnya sambil menunjuk sekotak kripik kentang buatan tangan yang ada di hadapan mereka.
Pagi itu, Jessika, Kelvin, Nia, dan Hikaru, tengah asyik bercengkrama di depan kelas mereka di lantai dua, sambil memperhatikan adik-adik kelas yang melewati pintu gerbang sekolah.
"Yeeee! Bagi gua juga, dong!" Kelvin ikut menyomot ke dalam kotak kripik. Dia menjejalkan makanan banyak-banyak ke mulutnya. "Hm! Ueeenyak!" pujinya seraya mengangkat jempol ke arah Nia, si pembuat kripik.
Jessika dan Hikaru langsung saling sikut begitu melihat pipi Nia yang merona merah. Pasalnya, mereka sudah tahu kalau Nia memendam rasa pada Kelvin semenjak mereka duduk di bangku kelas sepuluh.
"Cocok banget dijadiin istri, kan?" Jessika memancing.
"Masakan Nia nggak pernah gagal!" Hikaru ambil bagian.
"Bener! Beruntung banget yang bakal jadi suaminya Nia nanti!" Kelvin nggak peka.
Jessika dan Hikaru hanya bisa melengos melihat tanggapan Kelvin yang lebih fokus pada makanannya.
"BTW, kemarin lo ke rumah nenek lo lagi, ya?" Hikaru mengubah topik pembicaraan.
"Biasalah, kunjungan rutin. Kasihan Nenek sendirian di kampung," jawab Jessika. Matanya ikut menelisik satu demi satu siswa baru yang datang.
"Tempatnya asyik, nggak?" timpal Kelvin.
"Hmmm," Jessika menimbang. Dia tidak bisa serta-merta mengatakan bahwa tempat itu menyenangkan, berhubung yang menyambutnya selalu hujan badai. Pagi dan malam hari hanya ada kabut, sehingga orangtuanya melarang mereka bepergian.
Namun, gadis itu juga tidak bisa mengatakan kalau rumah neneknya tidak asyik. Di sana dingin dan tenang. Matanya dimanjakan dengan asrinya suasana pegunungan. Hal itu adalah penghiburan tersendiri bagi anak yang lama tinggal di kota seperti Jessika.
"Kapan lagi lo ke sana?" tanya Kelvin.
"Masih lama. Baru juga gue balik." Jessika menjawab singkat, berharap percakapan mengenai tempat tinggal neneknya tidak dibahas lagi.
"Wih, siapa, tuh?" Hikaru tiba-tiba nyeletuk.
Mendengar celetukan begitu, ketiga kepala lainnya langsung menoleh ke arah yang dimaksud.
Mata Jessika membulat sempurna, ketika melihat segumpalan asap hitam pekat yang melilit tubuh seorang laki-laki jangkung.
Jessika termenung untuk beberapa detik. Dia mengenal siapa orang itu. Wajah itu tampak familiar di ingatannya.
"Lo kenapa bengong, Jes? Tipe lo, ya?" goda Hikaru, seolah tahu ke mana arah pandangan Jessika.
Jessika memalingkan pandangannya. Matanya sakit karena asap pekat yang membuat bulu kuduknya meremang. "Emang lo sendiri kenal?" Jessika membalikkan pertanyaan.
"Ya, nggaklah! Makanya gue minta kalian yang lihat."
"Gue nggak kenal," jawab Kelvin dengan mulut penuh.
"Kayaknya itu murid baru, deh!" tiba-tiba Nia nimbrung. "Kalian lagi bicarakan cowok yang pake jaket biru dongker itu, kan?"
Hikaru dan Kelvin mengangguk bersamaan. Laki-laki yang mereka maksud memang paling menonjol di antara kerumunan anak-anak baru yang melewati gerbang. Tubuhnya tinggi, mungkin lebih dari 180 cm, dipadu dengan rambut ikal tertata rapi. Rahangnya tegas dengan hidung mancung dan kulit sawo matang. Bukan cuma mereka berempat, beberapa anak baru juga dicuri perhatiannya ketika laki-laki itu lewat.
"Kok lo bisa tahu?" tanya Kelvin.
"Dia sempat jadi perbincangan di klub fotografi. Soalnya waktu dia daftar minggu lalu buat masuk, kebetulan yang handle Kak Berlian yang terkenal cerewet. Dia cerita kalau ada cowok ganteng-badan bagus masuk klub. Tapi rada aneh."
"Aneh gimana?" timpal Kelvin.
"Hmm..." Nia menggaruk-garuk dagunya. "Kayak sombong gitu? Ngomongnya dikit, terus nggak ada ramah-ramahnya."
Jessika mendengus. Dia ingat apa yang orang itu katakan ketika mereka bertemu tempo hari. "Mending nggak usah berurusan sama orang kayak begitu!"
***
Gadis remaja berambut panjang itu duduk tegang di bangku deretan keempat dekat jendela. Bahkan tanpa menoleh, Jessika bisa merasakan tatapan menusuk dari belakangnya.
Beberapa menit yang lalu, hidupnya masih tentram dan berjalan sebagaimana mestinya. Obrolan murid-murid di dalam kelas terdengar riuh rendah. Belum ada pelajaran yang dimulai pada hari pertama mereka masuk sekolah saat ini. Guru-guru seolah memberikan waktu untuk para murid mengenal teman-teman baru mereka satu sama lain, berhubung mereka terbagi dalam jurusan.
Tahun ajaran baru telah dimulai. Murid-murid dibagi sesuai dengan minat jurusan mereka. Ada empat kelas IPA, tiga kelas IPS, dan satu kelas bahasa.
'Really? Dari sekian banyak kelas dan paling banyak minat, cowok itu malah masuk kelas bahasa!?' batin Jessika dongkol.
Suasana hatinya langsung berubah begitu wali kelasnya membawa seorang murid baru masuk ke dalam kelas. Topik hangat murid-murid di dalam kelas, langsung beralih pada laki-laki berjaket biru dongker yang tadi Jessika bicarakan bersama teman-temannya.
'Daaaaaan, dia duduk tepat di belakang gua!?' Jessika memutar bola matanya. 'Mimpi apa gue semalam!?'
Untung saja, teman-teman sekelasnya yang lain, tertarik dengan si anak baru. Jadi, Jessika tidak perlu bersusah payah untuk beramah-tamah pada murid yang duduk tepat di belakangnya.
"Jadi, lo temenan sama Kelvin?"
Jessika kembali pada percakapannya dengan dua murid perempuan yang duduk di depannya. "Iya. Kita satu kelompok waktu MOS. Kebetulan juga kemarin satu kelas."
"Anaknya gimana?" lawan bicara Jessika menyilangkan tangan di atas meja. Jelas terlihat bahwa dia tertarik dengan temannya.
"Cuek banget!" Jessika menjawab jujur. "Kalau lo mau deketin dia, siap-siap aja makan hati," tambahnya sambil nyengir. Dia teringat pada Nia yang sampai saat ini tidak mendapat perhatian dari Kelvin, meski dia sudah melakukan segala cara.
"Guys, siapa yang namanya Jessika?" suara lantang terdengar dari arah pintu kelas.
Jessika langsung mengangkat tangan. "Gue!"
"Dicari Kak Danny, nih!"
"Kak Danny!?" teman baru Jessika tiba-tiba memekik pelan. Beberapa anak juga langsung mengarahkan perhatiannya bergantian pada Jessika dan ke arah pintu kelas.
Gadis itu mencondongkan dirinya ke depan. "Siapa?"
"Ketos!"
Jessika menepuk dahinya. "Yang ganteng itu?" remaja belia itu memastikan, dijawab dengan anggukan antusias dari yang lainnya.
'Habis gelap, terbitlah terang!' Jessika tersenyum lebar seraya berjalan cepat menuju pintu kelasnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments