Percakapan di Meja Makan
Makan malam terasa canggung ketika sang ayah, Shimizu Takeshi, berada di rumah pada malam Minggu.
Takeshi menikmati makan dengan tenang, meskipun pikirannya dipenuhi cerita dari istrinya tentang putri mereka, Miyuki, yang kabarnya sedang dekat dengan seorang teman sekelas. Meski Miyuki membantah hal itu, fakta bahwa dia sering terlihat pergi bersama Ren tidak bisa diabaikan. Bagi Takeshi, kemungkinan mereka akan menjalin hubungan di masa depan.
Takeshi meletakkan sumpitnya dengan perlahan, menatap Miyuki yang duduk di seberang meja. Wajah putrinya tampak tenang, tetapi rona merah di pipinya menunjukkan kegugupan yang tak dapat disembunyikan.
"Miyuki," ujar Takeshi dengan suara tenang, namun penuh arti. "... kamu sering bersama laki-laki bernama Ren belakangan ini?"
Miyuki tertegun sejenak, lalu menundukkan wajahnya sambil menggenggam sumpit di tangannya. Suaranya terdengar pelan dan lembut.
"A-Ayah... kami hanya teman. Tidak ada apa-apa."
Ibunya, yang duduk di samping Takeshi, tersenyum kecil, jelas menikmati situasi.
"Hanya teman, ya? Kalian sering pergi bersama. Ibu dulu juga begitu dengan Ayahmu, tahu, sebelum kami menikah."
"Ehem." Takeshi berdeham.
Miyuki menoleh dengan cepat, wajahnya semakin memerah.
"I-Ibu, tolong jangan bercanda seperti itu... Ren-kun... dia benar-benar hanya teman sekolah."
Takeshi menyandarkan tubuhnya sedikit ke kursi, menatap Miyuki dengan ekspresi datar. "Kalau begitu. Aku harap dia tahu batas. Ayah tidak ingin kamu terlalu terlibat dengan hal yang tidak perlu."
Miyuki terdiam, menggigit bibirnya, lalu menjawab pelan, "Iya, Ayah... aku mengerti."
Ibunya, Shimizu Michiko, terkekeh, memecah ketegangan di meja makan.
"Yuki-chan, kenapa tegang begitu? Ayahmu cuma khawatir. Lagipula, Ren-kun itu sepertinya anak baik. Tidak apa-apa kalau kalian pacaran. Dia juga sering mengantar kamu pulang?"
Miyuki langsung menatap ibunya dengan kaget.
"I-Ibu! Ren-kun cuma teman... kami pulang searah, itu saja."
"Mmm~," balas Michiko sambil tersenyum penuh arti. "... kalian cocok, tahu? Tingginya pas, wajahnya tampan tidak kalah dengan Ayahmu."
Takeshi mendengus kecil, mengalihkan pandangannya ke dinding.
"Jangan mulai membandingkan. Kita sedang bicara soal Miyuki."
Michiko terkekeh, tidak terganggu oleh reaksi suaminya.
"Ara~ Sayang..." Menoleh pada Miyuki. "Yuki-chan, kalau nanti kamu ingin membawa Ren-kun ke rumah, Ibu akan siapkan makanan enak. Bagaimana?"
Miyuki menunduk lebih dalam, wajahnya semakin merah.
Takeshi akhirnya berdiri, mengambil mangkuknya dan meletakkannya di wastafel. Sebelum pergi ke ruang tamu, ia menatap Miyuki sekilas.
"Jangan sampai Ayah dengar ada masalah."
"Y-Ya, Ayah..." jawab Miyuki dengan suara kecil.
Setelah Takeshi pergi, Michiko mencondongkan tubuhnya ke arah Miyuki, senyumnya penuh rasa ingin tahu.
"Jadi, apa Ren-kun sudah pernah melakukan di luar batas?"
Miyuki menggeleng cepat, panik.
"Ibu, tolong berhenti membicarakan ini..."
Michiko tersenyum kecil, puas melihat reaksi putrinya.
"Baiklah, baiklah. Kalau ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan, Ibu akan membantu kamu."
Miyuki hanya tergagap, berharap percakapan ini segera berakhir.
Setelah selesai mencuci mangkuk, Miyuki buru-buru pergi ke kamarnya. Wajahnya masih memerah, dan rasa malu yang membuncah membuatnya enggan berada di ruang makan lebih lama.
Sementara itu, Michiko yang memperhatikan tingkah putrinya hanya tersenyum kecil, merasa geli dengan situasi tersebut.
"Ara~ ara~," gumam Michiko sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. "Aku jadi ingat masa muda. Ya ampun, kenapa dia begitu pemalu? Tidak seperti aku dulu." Michiko terkekeh pelan, menikmati nostalgia yang tiba-tiba menghampirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments